dear (chanyeol, wendy)

1K 157 57
                                    

Chanyeol menulis bagian akhir dari lirik yang sedang dibuatnya, kemudian membubuhkan tanggal pada sudut bawah kertasnya. Sebuah kebiasaan yang sudah dilakukannya sejak pertama kali mencoba membuat lirik, hanya sebagai pengingat.

Wendy menghampirinya. Chanyeol mengetahuinya, tetapi pura-pura tidak peduli sampai perempuan itu memanggil. Ia mengambil botol sodanya, meminumnya sambil melirik Wendy.

"Ajarin aku bikin lagu dong, Sayang."

Chanyeol tersedak, menyemburkan minuman sodanya.

. . .

Chanyeol masih kepikiran sampai esok harinya gara-gara ucapan sayang yang membuat dunianya gonjang-ganjing. Yang membuatnya tidak merasa tenang adalah, setelahnya, Wendy tetap bersikap santai padanya, tidak begitu peduli akan hal itu, dan memintanya untuk mengajari dengan bersemangat, seperti dirinya yang biasa. Seolah tidak ada apa-apa.

Lelaki itu harus menepuk pipinya berkali-kali saat jam pelajaran untuk memfokuskan diri, meredam gaung kata sayang yang seperti dering alarm di pagi hari: mengganggu tapi harus dimaklumi keberadaannya.

Oke, Chanyeol memang berlebihan. Itu cuma kata-kata yang bernada canda, guyon, khas obrolan ringan ala Wendy. Jongin mungkin akan segera mengatainya, dih, baperan lu!, Baekhyun akan menertawakan sambil mengejek, biasanya juga elu yang ngejar-ngejar cewek dan bikin cewek baper, rasain lu kena karma, dan Junmyeon, sebagai ketua geng yang bijaksana, mungkin akan menepuk bahunya sambil bilang, gimana? sedep kan rasanya dibikin baper?

Memang tidak ada yang menolong sama sekali.

. . .

"Jadi gini ya rasanya baper?"

Sehun cuma menelengkan kepala. Chanyeol tahu Sehun adalah pilihan terbaik untuk curhat, dengan kemungkinan pem-bully-an yang paling kecil di antara yang lain. Mungkin karena dia paling muda, jadi paling polos dan tidak terlalu berani mengganggu dengan komentar yang macam-macam.

"Baru pertama kali, ya?"

"Gue juga nggak ngerti kok sampe segininya." Chanyeol memukul-mukulkan stik drum tanpa irama yang pasti. "Rasanya tuh kayak, duh, suara Wendy waktu manggil gue gitu tuh imut banget. Halus. Bayangin dipanggil kayak gitu sama dia tiap hari ...."

"Udah, buru, tembak aja."

"Gimana caranya?"

Sehun memandangnya tak percaya.

"Lu jangan mulai-mulai bully gue deh. Gimana caranya biar gue nggak ditolak, gitu?"

"Emangnya Wendy mau sama elo?"

Chanyeol langsung memukulkan stik itu keras-keras ke atas meja, dan stik itu patah jadi dua. Sehun memandang itu dengan horor, kemudian berdiri, mundur perlahan. "Sori, gue lupa gue ada janji mau traktir Yerim. Bye!" Sehun pun kabur dari ruang musik, meninggalkan Chanyeol dan gema suaranya sendirian.

"Emang dasar ya ...."

. . .

Tapi, setelah dipikir-pikir, kata-kata Sehun ada benarnya juga. Daripada ditolak dan pahit belakangan, mending diselidiki dulu. Chanyeol memulai dari Seulgi, menemuinya yang sedang menunggu entah-siapa di gerbang sekolah pada jam pulang.

"Sendirian, lo?"

"Nunggu Jongin. Mau boncengan."

"Tumben nggak sama Wendy."

"Wendy ada rapat sama Jongdae dan Yixing. Ngewakilin tim padus. Tau dah ngebahas apaan."

Chanyeol mengangguk-angguk. "Eh, ngomong-ngomong—"

blooming daysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang