Riana menatap benci pada pria paruh baya yang tengah menyantap makanannya itu. Gadis itu berjalan gontai melewatinya tanpa menoleh sedikitpun.
"Orangtua di depan mata kamu lewati seperti itu? Dimana sopan santunmu hah!"
Riana terus berlalu tak memperdulikan Suhandar, sang Ayah terus membentaknya mengeluarkan kata makian untuknya. Hingga sampai di lantai dua Gadis itu membanting pintu kamarnya lalu menguncinya.
Selalu begitu, ia tak akan mudah memaafkan Suhandar.
Riana berjalan lunglai ke arah meja belajarnya. Bingkai foto terindah yang selalu menjadi sumber semangatnya, foto Mamah, Kak Ardian, dirinya dan Kedua adik kembarnya yang berjejer di hari masuk sekolah pertama.
Gladis dan Gendis yang baru saja masuk SD, Riana yang ada di bangku kelas 2 SMP dan Ardian yang baru masuk SMA tengah tersenyum senang mengapit sang Mamah, Intan Kumalasari
Sosok wanita yang menjadi panutan untuk Riana. Intan yang selalu bertutur kata santun, Intan yang selalu bersikap sopan, Intan yang selalu ada di dalam memori indahnya.
Hingga dua tahun lalu semua seolah di renggut habis habisan. Ntah dapat di bilang sebagi awal mula atau tidak, akhir 2016 ketika Riana tengah bersiap menghadapi Ujian Nasional ditingkat SMA.
Malam itu hujan deras, Riana masih setia dengan modul besarnya mempelajari soal-soal rumit matematika. Hingga dini hari sekitar pukul satu gadis itu kehabisan air minum yang biasa ia bawa ke dalam kamar lalu memutuskan turun ke dapur mengisi ulang botolnya tapi ada yang membuat fokusnya hilang sebuah suara gaduh yang berasal dari garasi. Suaranya tampak terpendam, dengan keberanian yang penuh Riana menghampiri garasi masih mengintip di ambang pintu dapur yang terhubung ke garasi.
Disana,di mobil Papah. Didalamnya sang Mamah tengah menangis hebat, dengan raut wajah Papah yang marah keduanya saling bentak dan mengutarakan hal hal yang tak terdengar jelas. Riana cukup dewasa untuk tau kalau kedua orangtuanya tengah bertengkar.
Setelah melihatnya Riana kembali masuk ke kamar, niat untuk melanjutkan matematika hilang sudah gadis itu memilih untuk menggulung diri dalam selimutnya ia ingin melupakan yang ia lihat dan dengar barusan.
Malam itu berganti pagi, pagi pertama kala suasana dirumahnya berganti. Papah tak lagi duduk di meja makan ketika sarapan atau makan malam. Papah tak ada lagi ketika seluruh anggota keluarga berkumpul di ruang tv. Papah tak lagi bisa mengantar atau menjeput anak anaknya. Papah seolah perlahan hilang.
Kak Ardian yang membenci Papah tanpa ia tau alasannya. Mamah yang tak pernah memeluk hangat Papah setiap Papah hendak berangkat ke kantor.
Mamah yang jatuh sakit, Riana tengah libur usai Ujian Nasional menjaga Intan dengan penuh semangat di minggu minggu awal sang Mamah dirawat.
Hingga dua bulan sudah Intan berbaring di ranjang rumah sakit, Ardian menggantikan sang Mamah memasak untuk makan keluarganya. Gladis dan Gendis yang bahu membahu membereskan rumah. Riana yang selalu ada di rumah sakit dan pulang untuk mencuci pakaian kala Ardian ada di ruang rawat sang Mamah. Papah yang tak pernah datang menjenguk Mamah barang sekalipun.
Riana, Gladis dan Gendis mulai membenci Papah. Hingga saat Intan di perbolehkan pulang, anak anak terbiasa melakukan pekerjaan rumah membuat Ibu empat anak itu tak banyak pekerjaan. Semua berjalan seperti sebelumnya, Intan yang selalu membacakan dongeng untuk si kembar setiap ingin pergi tidur. Susu coklat hangat untuk Ardian dan Riana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Storage [Mark ; Yeri]✔
FanfictionSaya persembahkan kumpulan fanfic tentang kapal Mark-Yeri dalam kearifan lokal yang amat membumi untuk kalian semua para penumpang kapal Markri. [On Going to NEVER FIN❌] [Start on ; 2019, January 14]