Indonesia, 16 Mei 2036
Hai teman teman Aku Yeriana Sabrina, tahun ini Aku menginjak usia 37 tahun. Aku masih bekerja sebagai seorang dosen disalah satu universitas swasta di Jakarta sekaligus menjadi seorang ibu rumah tangga yang harus mengurus suami, 3 anak, dan juga rumah.
Aku adalah bungsu dari tiga bersaudara, pertama Kakak perempuan yang kini menetap di New York dengan keluarga kecilnya sesekali pulang ketika hari raya, lalu Kakak keduaku kini bekerja disalah satu stasiun penyiaran Indonesia yang juga sudah berkeluarga.
Orangtua Ku masih sehat, keduanya memilih tinggal di kampung halaman Mamah di Seleman setelah Papah pensiun bekerja. Orangtua Ku memilih menepi dari hinggar binggar ibu kota dan hidup berdua dirumah khas Jawa Tengah dengan lahan pekarangan yang cukup luas guna mendukung hobi baru mereka yaitu berkebun.
Papah selalu beralasan "biar Kalian bertiga ada alasan buat liburan makannya Papa bawa Mamah kesini biar enak juga kalau mau nyekar ke makam nya mbah".
Menua bersama wanita yang paling ia cintai, menunggu anak anak datang menjenguk. Sesungguhnya itu alasan utama Papah untuk tinggal di Seleman.
Sekarang Aku sudah dikaruniai dua putri dan satu putra, dua putri kami kembar identik yang sampai saat ini Kami sebagai orangtua kadang tak bisa membedakan mereka berdua.
Dua belas tahun lalu Aku menyandang status baru sebagai seorang Istri. Aku menikah diusia menginjak 25, yang sejujurnya banyak yang bilang jika Aku terlambat menikah tapi enggak buatku, yang Ku pahami menikah hanya ada peraturan usia minimal tak ada usia maximal.
Aku menikah dengan seorang pria yang kala itu berusia 31 tahun bernama Markalvine Mahesa, seorang musisi yang membangun label nya sendiri. Seorang yang hebat dibidangnya, dia selalu membuatku berpikir tentang bagaimana bisa menjalani hidup lebih baik dari sebelumnya.
Saat itu Kak Alvine meyakinkanku untuk berani menikah, ehm saat itu tujuan hidupku hanya tentang karir dan menghabiskan waktu dengan Orangtua. Selama masa sekolah Aku terlalu banyak mendengarkan omongan orang tentangku, pilihan kampus yang Aku tuju, pekerjaan yang Aku jalani, atau kegiatan diluar kampus bersama teman.
Ibaratnya Aku menelan bulat bulat semua omongan Mereka yang tentu saja itu membuat hatiku tersinggung, semasa sekolah dan kuliah jujur Aku banyak menangis sendiri di kamar sehabis pertemuan keluarga besar. Aku berubah menjadi sosok yang tak pernah puas pada keadaan diri sendiri, Aku juga tak pernah memandang bahwa Aku ini hebat karena tolak ukurKu adalah komentar mereka.
Aku ingat sewaktu Aku mulai kerja sembari melanjutkan kuliah banyak yang berkomentar tentang nantinya kuliahku pasti tak akan terurus karena sibuk kerja dan katanya kalau udah kerja pasti keenakan dapat uang dan buat Kita malas untuk belajar sesuatu yang baru.
Kak Alvine pernah menjemputku sepulang acara arisan keluarga besar kala itu, ia menasehatiku,
"Kamu tau gak ketika gak ada yang bisa Kita ajak ngobrol terkadang Kita mikirin hal hal gak penting yang jatuhnya buat Kita overthinking terhadap hal hal gak jelas atau bahkan hal yang sebenernya cuma sesuatu yang cuma Kita terka sendiri. Kaya misal Kamu lagi jalan sendiri dan ngerasa gak pd dengan baju Kamu terus ada yang mungkin ngeliat ke arah Kamu, nah Kamu jadi mikirnya macem macem mungkin Kamu mikir kalau orang itu lagi ngomongin penampilan Kamu dalam hatinya padahal belum tentu juga kan? Kebanyakan itutuh isinya pikiran Kamu aja"
"Yang abis ribut sama followers Kamu di twitter diem aja deh! Kamu juga sama"
"No! Beda tau, mereka emang sengklek gak tau adab bersembunyi dibalik kata 'yaelah kan bercanda gitu aja diseriusin' setelah mereka ganti lirik laguku bawa-bawa agama dan kata kata kasar, buat Aku itu kelewatan"
KAMU SEDANG MEMBACA
Storage [Mark ; Yeri]✔
FanfictionSaya persembahkan kumpulan fanfic tentang kapal Mark-Yeri dalam kearifan lokal yang amat membumi untuk kalian semua para penumpang kapal Markri. [On Going to NEVER FIN❌] [Start on ; 2019, January 14]