Bayangan Abadi

381 32 2
                                    

Indonesia, 5 Januari 2069

Pagi ini Aku terbangun bukan karena suara alarm, Aku bangun karena sesak sehabis menangis. Yaa Aku menangis dalam tidurku, Semalam Aku bermimpi tentang Mereka.

Dua sejoli yang Kini hanya bisa ku temui dalam khayal dan mimpi. Mereka kedua orangtuaku. Jika ku ingat, sudah 3 tahun Mereka pergi.

3 tahun lalu Aku yang sedang mengantar Putra pertamaku untuk mengikuti program penganalan lingkungan sekolahnya mendapat kabar bahwa pesawat yang ditumpangi kedua orangtuaku hilang kontak, telfon dari nomor asing yang mengatas namakan salah satu maskapai penerbangan itu menjadi penghancur hariku.

Aku tak mungkin menangis didepan Putraku yang tengah tersenyum bahagia karena mendapat banyak teman baru, Aku terpaksa pulang lebih awal beralasan harus bertemu teman Aku tak mau ia sedih mengingat ia sangat dekat dengan Kakeknya.

Setelahnya Aku dan Suamiku datang untuk memastikan apa kabar tersebut benar adanya.

Duniaku runtuh seketika kala mendapat konfirmasi bahwa pesawat komersil yang mereka tumpangi ditemukan dilaut dan dipastikan tak ada yang selamat dalam kecelakaan itu.

Dahulu Aku meyakini bahwa pelukan hangat dan segala kalimat penyemangat dari Suamiku adalah obat mujarab ketika Aku gundah, namun kala itu Aku tak bisa merasa nyaman dalam dekapannya.

Fakta bahwa Mereka telah tiada membuatku tak lagi seperti dulu. Aku menyadari poin utama dalam pristiwa itu, Aku tak lagi memiliki Ibu yang akan selalu sabar menjawab segala pertanyaanku, Ibu yang selalu mendengar setiap cerita tentang perkembangan anak anakku. Aku tak lagi memiliki sosok teman bercanda dan bernegosiasi tentang musik, tak ada lagi yang bisa mengulik inti dari lagu dan makna dari lirik atau bahkan suara gitar dan drum yang ku masukan layaknya Ayah yang sangat peka terhadap itu.

Fakta bahwa Aku kehilangan Mereka.

Satu persatu memori indah itu kian menghilang, bahkan terkadang Aku lupa bagaimana suara Ayah ketika menyanyikan lagu kesukaan Bunda dengan petikan gitarnya, suara Bunda yang selalu membangunkanku di pagi hari, lambat laun ingatan itu memudar.

Kini putra pertamaku sudah masuk SMA, adiknya yang mana anak gadisku baru masuk SMP, dan jagoan kecil yang sekarang sudah memakai seragam putih merah.

Yaa memang waktu berlalu sangat cepat, ingatan yang mulai menghilang membuatku tersadar betapa jahatnya Aku telah melupakan Mereka.

Biarkan Aku gambarkan sedikit tentang Mereka;

Ayahku Markalvine Mahesa seorang musisi yang mendirikan label rekaman lalu pada masa pensiunnya memilih untuk menjadi seorang pengajar musik. Ayah adalah alasan kenapa Aku sangat menyukai musik, Ayah adalah alasan Aku memilih jalanku sebagai penyanyi.

"Nanti kalau Kalian merasa bahwa dunia ini gak lagi adil atau dunia ini jahat sama Kalian, Ayah cuma mau kalian ingat kalau tangan kalian itu tak akan cukup untuk memeluk seisi dunia jadi gunain tangan kalian untuk meluk diri kalian sendiri, just remember you are not a center of universe"

Kalimat yang menjadi bekalku menjalani hidup, dalam kondisi apapun. Sebagai penyanyi Aku sadar gak semua orang akan suka dan mau ngikutin perjalanan karirku, nama besar Ayah sangat melekat bahkan banyak orang yang mencibir lagu ciptaanku mengatakan bahwa laguku tak punya ciri khas karena hanya versi wanita dari lagu Ayah.

Aku kecewa, Aku juga marah, Aku merasa bahwa segala komentar kebencian yang datang padaku itu tak beralasan dan semua itu menyakitiku. Setelahnya Ayah bilang;

"Kamu mesti galak sama diri Kamu sendiri, komentar yang datang harusnya Kamu lihat dengan baik selama itu wajar dan bisa buat Kamu intropeksi diri ya gak papa telen aja"

Storage [Mark ; Yeri]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang