berakhir (1)

1.7K 78 38
                                    


Kei melihat sekeliling sambil mengusap lengannya untuk menghangatkan diri. Hutan ini mirip seperti Aokigahara hutan yang selalu menjadi tempat bunuh diri di Jepang. Mengingat namanya saja sudah membuat Kei merinding.

Tunggu! Bukankah di situasi seperti ini seharusnya perempuan yang lebih takut? Di lihatnya Hani yang sedang tertawa bersama Hasan. Jadi yang di sini yang merasa takut hanya dirinya? Menengok kesebelah, terlihat anak buahnya sedang menggigit jari. Memandang remeh pada anak buahnya itu, dia pun berusaha berjalan cepat agar sejajar dengan Hani.

"Hasan kau terlihat heroik tadi." Hani menyikut perut Hasan.

"Aaakkh nee-chan kau memukul luka ku."

"Benarkah?" Hani memicingkan matanya tidak percaya. "Berani berbohong sekarang?"

"Hehe tidak." Hasan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu.

"Rasakan ini." Hani mencubit keras pipi Hasan hingga memerah.

"Nee-chan sakiiit."

Di elusnya pipi Hasan oleh Hani dengan lembut. Tanpa mereka sadari perilaku kedua bersaudara ini di perhatikan oleh sang ketua Yakuza.

Kei mengusap pipinya yang sedikit lebam. Ia ingin jika yang mengusapnya itu perempuan di sampingnya.

"Huhhh." Hanya menghela napas kecewa saat itu hanyalah angan kosongnya. "Eeh?" Merasa pipinya ada yang menyentuhnya ia memejamkan matanya sebentar untuk merasakan sentuhan itu. Berusaha mendalami hingga hatinya tersentuh. Tunggu!
'kasar?' batin Kei.

"Kiyoshi-sama  pipimu apakah terasa sakit?"

"Menjauhlah!" Tepis Kei pada tangan anak buahnya.

Kei melangkah lebih dulu memimpin mereka. Selama berjalan di hutan ia hentakan kakinya dengan kasar pada tanah yang tak bersalah itu.

"Nee-chan sebentar lagi masuk waktu shalat."

"Ah iya, kita harus cari tempat."

"Jika kita berhenti maka Rusel akan cepat menyusul kita." Ujar Tanjirou dengan melihat sekeliling.

"Kalau begitu kalian duluan saja nanti kita menyusul." Hani menatap Tanjirou dan Kei bergantian.

"Tidak apa jika kita tinggal? Tapi cepatlah menyusul jika ada malabantuan kita tidak tahu apakah masih sempat menyelamatkan kalian. Tolong jangan jadi beban."

"...." Hani diam tidak menjawab, ditatapnya rumput liar di kakinya.

Tanjirou Menatap wajah Hani yang sedang menahan sedih. Dirinya tidak boleh goyah. Ia punya keluarga di sana dia masih memiliki kewajiban pada keluarganya.

"Kita pergi." Ujar Tanjirou

Kei menatap Hani dengan sendu, dirinya tidak ada niatan untuk pergi meninggalkan gadis ini. Dirinya datang itu membawa Hani pulang bukan? Lalu untuk apa dia kesini jika berakhir Hani di tinggal.

"Apakah hati kalian memang sebusuk itu. Aku hanya meminta waktu 10 menit untuk sholat. Bukan untuk buang air besar ataupun terluka. Aku tau kalian tidak memiliki kepercayaan akan tuhan tapi kami percaya jadi tolong pengertiannya jangan berprilaku brengsek seperti itu. Setidaknya tunggu kami di sana."

Hani mengucapkan itu tanpa melihat Kei didepannya. Hani salah! Tentu Hani salah! Kei menatap Hani dengan terluka. Kei tidak akan pernah meninggalkan Hani bahkan niat pun tidak ada. Bagaimana mungkin dia menggunakan kalimat kalian yang termasuk dirinya dengan mengatai dirinya tidak bisa menghormati keyakinan Hani dan juga brengsek. Baiklah jika itu dari mulut orang lain ia akui dirinya memang seperti itu tapi perempuan itu?

Kau Yang Diperuntukkan Bersama KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang