berakhir sudah

248 24 9
                                    

Dengan napas tersengal-sengal Kei menjatuhkan lututnya pada rumput yang berlumpur darah Tanjirou.

Mengusap wajahnya dengan tangan yang bersimbah darah.

Hasan memundurkan langkahnya perlahan sambil mendekap Hani agar tidak terus-menerus melihat Kei yang sedang membunuh Tanjirou secara membabi buta.

Kei yang tidak melihat pergerakan napas dari Tanjirou menarik rambutnya sendiri dengan kuat. Wajah Tanjirou sudah tidak bisa dikenali akibat pukulan membabi butanya.

"A-aku janji ini yang terakhir kalinya."

Kei meringkuk tanpa berani menatap Hani. Tangannya bergetar melihat darah Tanjirou yang membekas di tangan muka dan bajunya.

Ini bukan pertama kalinya dia membunuh apa ini karena di depan perempuan yang dia cintai. Perempuan yang benci akan kekerasan.

Bohong jika Kei bilang tidak apa tidak harus bersama Hani, Kei sangat mencintai gadis itu ~ralat bukan gadis lagi.

Mengingat sebuah botol yang telah merenggut keperawanan Hani membuat Kei terisak.

"Maaf~ " Isak Kei dengan meremas rumput yang dibawahnya.

Hani melihat tubuh Kei yang bersimpuh duduk dengan tubuh bergetar merasa iba. 

Dengan tubuh yang didaratkan oleh Hasan, Hani bersandar pada pohon rindang dibelakangnya.

Melihat Hasan memeluk Kei yang terus menangis. Hasan berusaha membuat Kei baikan. "Tidak apa, kami baik-baik saja."

Mendengar hal itu membuat Hasan menangis menjerit.

"Terimakasih." Ujar Hasan dengan merengkuh tubuh Kei lebih erat.

"Terimakasih sungguh terimakasih aku berterimakasih sekali." Hasan ikut menangis mengingat bagaimana Kei beberapa kali menyelamatkan dirinya dan juga Hani namun, ia belum pernah mengucapkan terimakasih. Malah dia selalu menyalahkan bahwa hal ini terjadi karena Kei.

Seharusnya dia juga memikirkan perasaan Kei yang merasa dirinya paling disalahkan disini. Dan Hasan malah membenarkan hal itu yang membuat Kei merasa hidupnya hanyalah sebatas akar masalah.

"Ini yang terakhir." Ujar Kei sambil melepaskan pelukannya pada Hasan.

Menatap Hani yang menunduk malu karena penampilannya. Wajahnya tertutup rambut hitam panjangnya.

Tersenyum miris melihat keadaan Hani sekarang bahkan gadis itu menggigil dengan meremas ujung jas yang dia pakai.

Mendekatinya bukanlah ide yang bagus. Kei melihat kaki dan paha Hani yang putih dengan noda darah yang mengering disekitar sela² pahanya.

"Aku pimpin jalan." Ujar Kei yang mulai bangkit dari duduk bersimpuh nya. Sengaja jalan duluan karena tidak ingin terus menerus melihat Hani.

Hasan yang melihat Kei jalan terlebih dahulu dengan sigap berlari ke Hani dan mengangkatnya dalam gendongan di bahu.

"Tubuhmu mendingin."  Ujar Hasan pada Hani yang terus menggigil apalagi napas Hani mulai tidak beraturan dan wajahnya sudah pucat dengan mata yang sayu.

"Kei kita harus cepat keluar dari sini." Teriak Hasan karena jalan Kei begitu cepat. Tanpa membalikkan badan karena tidak ingin membuat Hani merasa risih jika ia lihat bagian tubuh Hani yang terekspos. Kei menyahuti dengan teriaknya.

"Kita pasti keluar."

Namun yang Kei lakukan malah kembali ke tempat gua asal mereka.

"Tunggu ini kan?" Melihat mereka hanya berjalan memutar Hasan mulai merasa cemas apalagi tubuh Hani mulai tidak hangat dan napasnya mulai pelan.

Hasan menurunkan Hani dari gendongannya menjadi duduk di pangkuanya. "Nee-chan sadarlah." Hasan menepuk pipi Hani namun tidak juga bangun.

"Kei~" Hasan berujar lemah sambil memeluk Hani.

Dengan wajah yang yang kaku dan mata yang memanas menahan liquid bening di matanya.Dirinya langsung menampar Hani.

Plaakk

"Hani." Teriak Kei namun tidak membuahkan hasil.

"Apa yang kau lakukan bodoh." Ujar Hasan dengan linangan air mata.

"Tidak, bukan begini seharusnya." Kei mengusap wajahnya dengan kasar.

Plaakk

"Bangun." Teriak Kei.

Plaakk

"Aku tidak mengizinkan kau mati, ku perintahkan bangun." Mencengkram kerah baju Hani dan berteriak di depan wajahnya tidak membuahkan hasil.

"Bangun." Menggunakan tubuh Hani dengan kuat bahkan dia mendorong Hasan agar menjauh.

Hasan yang masih dengan sedihnya mencoba menghentikan Kei yang terus memaksa kakaknya bangun.

"Hentikan. " Ujar Hasan

Plakkk

"Bangun" Kei masih saja menampar Hani.

"Ku bilang hentikan."

Bugh

Hasan menonjok Kei agar sadar. Saat ini Hasan  harus Menjauhkan Kei dari tubuh Hani melihat tubuh kakakny yang sudah banyak luka ia tidak ingin tubuh kakaknya itu bertambah luka.

"Hiks..." Kei menangis karena ia tidak merasakan detak jantung pada Hani saat ia memeluknya.

"Nee-chan bangunlah." Ujar Hasan dengan mengelus rambut Hani dengan lembut. "Alangkah baiknya kau meninggal dalam menutupi aurat dan di atas ranjang yang hangat. Bukan disini." Hasan berbisik pelan dalam tangisnya pada telinga Hani yang juga didengar Kei.

"A-aku. " Kei bingung harus apa. Setiap langkah yang di ambil Kei entah mengapa ia merasa itu akan salah.

" Ya Allah tolong selamatkan salah satu hamba mu yang kau sayangi." Teriak seseorang yang terlihat berpasrah diri karena setiap langkah sudah ia coba namun belum ketemu jalan keluar.

Itu bukan suara Hasan melainkan suara Kei sambil mengangkat kedua tangannya keatas.

"Dia hamba mu yang selalu memujimu bahkan di depan ku dia juga memuji mu. Tolong selamatkan dia." Kei seorang atheis tidak percaya adanya Tuhan karena dia merasa bahwa semua terjadi karena alur yang dibuat manusia itu sendiri dan antara mati dan hidup ditangan manusia itu sendiri. "Kumohon ya Allah." Bahkan Kei saat ini bersujud memohon.

Hasan dengan rasa tidak percaya apa yang dia lihat pada Kei merasa dirinya bodoh. Kei saja berdoa pada Rabb nya yang selama ini Kei tidak percaya.

Tapi Hasan Hanya bisa menangis seperti semuanya yang sudah kelar dan tidak akan ada yang bisa menolongnya.

Hasaan melihat bulu mata Hani yang mulai terangkat keatas secara perlahan menampilkan senyum lega pada Hasan."Kei." Hasan memanggil Kei yang terus bersujud dalam isaknya.

"Hani."

Kei langsung menghampiri Hani dan memastikan Hani terbangun. Ya mata cantik yang dapat memikat kaum Adam itu terbuka kecil bibirnya seperti mengucapkan sesuatu namun tidak ada yang bisa mendengarnya.

"Nii-chaann." Teriak seseorang dari atas menggunakan toa. Terlebih lagi suara angin yang berhembus kencang karena baling baling raksasa.

Mengenali suara itu Kei langsung mengucapkan rasa syukurnya berulang kali. " Terimakasih ya Allah terimakasih." 

"Megumi." Kei menangis seperti anak kecil bahkan ingusnya belum dia lap. Matanya terlihat seperti memohon mau ikut bapak nya ingin pergi bertamasya.

Melihat keatas dengan tatapan memohon untuk segera turun pada adiknya.

"Kita tidak membawa medis." Ujar Yamato yang menyetir helikopter.

"Kau melupakan aku siapa?" Tanya Megumi yang masih menatap kebawah cemas. "Peralatan medis sudah kubawa. Setidaknya aku bisa pertolongan pertama untuk gadis itu."
.
.
.
.
.
.
.
TBC

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 27, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kau Yang Diperuntukkan Bersama KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang