Bapak gila, kemarin ngelamar saya, giliran saya terima tapi ditolak. Yaudah, saya mau cari pria yang lain aja.
🍀🍀🍀
"Udah sana, katanya kamu mau jemput calon suami kesini? Jam 3 itu udah termasuk sore kan?"
Maya yang tengah menyuapi papanya memanyunkan bibirnya, kesal karena dirinya terpedaya oleh orangtuanya, bersyukur karena orangtuanya masih ada di dekatnya.
"Pa, ini masih siang, nanti lah agak sorean." Alibi Maya, hanya untuk mengulur waktu.
Mau bawa siapa coba? Masa iya gue harus daftar biro jodoh biar dapet jodoh? Batin Maya terus saja berkelut.
"Kamu ini, SD 6tahun, SMP 3tahun, SMA 3tahun, Kuliah 4tahun. Masa jam 3, masih kamu bilang Siang? Yang benar aja! Kalau mau ngibul itu, ya yang jelas dikit lho May."
Maya meringis, dirinya lupa kalau papanya sangat - sangat susah untuk dibohongi.
"Nanti, selesai papa makan dan minum obat." Maya masih terus saja mengelak.
"Udah taruh aja, nanti biar mama yang suapin Papa!."
"Sini, mama yang suapin papa."
Maya yang baru saja hendak menolak mengurungkan niatnya, ternyata mamanya sudah berdiri disampingnya dengan wajah fress, memang tadi Maya menyuruh Riva tidur, karena Maya melihat mata sayu milik Riva.
"Tapi__."
"Udah nggak usah pakai tapi, udah sana, bawa kesini orang yang katanya calon suami itu." Goda Riva membuat Maya memberikan semangkuk bubur ditangannya.
Maya memanyunkan bibirnya lantas bergegas kearah pintu keluar.
"May."
Maya menoleh, menatap papanya dengan tatapan bertanya.
"Jangan asal pilih lelaki ya. Jangan kamu pikir, bawa lelaki pilihan kamu ke hadapan papa itu semua selesai? Nggak May, papa dan mama akan langsung menikahkan kalian nantinya. Jadi? Jangan sampai ngambil lelaki di jalan."
Baru aja mau asal bawa? Tapi denger semua ucapan papa aku urungin, pa. Mana mau aku hidup sama lelaki yang belum pernah aku kenal sebelumnya. Batin Maya kesal.
Maya hanya menganggukan kepalanya, lantas bergesas menutup pintu dengan kencang. Membuat dua orang didalamanya menyerit kaget. Raka dan Riva hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan anak semata wayangnya.
♣️♣️♣️
Sebenarnya nama Benjamin Andreas adalah nama terakhir di dalam daftar calon suaminya. Tapi hanya nama itu yang bisa membantu Maya saat ini. Entah apa yang akan terjadi kedepannya, Maya hanya ingin semua ini selesai dengan cepat.
Jadi disini lah Maya berada di depan pintu coklat, tertera nama Benjamin Andreas dengan ukiran tinta emas di depannya.
Maya menghela napas kasar sebelum membuka pintu itu dengan sangat pelan.
"Permisi." Sapa Maya dengan wajah menunduk, Ben mendongkak, saat melihat Maya ada dihadapannya, kedua alis Ben terangkat, menatap Maya dengan tatapan bertanya.
"Kamu niat mau kerja, nggak usah. Kamu nggak liat sekarang jam berapa." Serobot Ben dengan ketus.
Membuat Maya gelagapan, niatnya kesini kan bukan untuk bekerja melainkan mengajak hidup bersama dalam satu atap serta berbagi kamar.
"Mmm, anu, Pak. S-sebenarnya saya kesini bukan untuk kerja." Jujur saja, Maya gugup sekaligus kesal mengapa akhir hidupnya menjadi berantakan seperti ini.
"Terus."
Bapak bisa nggak jawabnya nggak ketus sama sok dingin gitu? Saya gugup sekaligus takut tau pak.
Maya ingin sekali mengucap kata itu sekarang, tapi sayang, itu semua hanya bisa diucapkan didalam hati saja. Karena lidahnya terasa kelu sekarang.
"Apa tawaran bapak masih ada?." Tanya Maya sangat - sangat pelan. Entah Ben mendengar ataupun tidak.
"Apa?."
"Tawaran bapak masih ada?."
"Apa? Volume suara kamu tolong di perbesar sedikit, saya nggak kedengeran kamu ngomong apa?."
Maya menghela napas kasar, lantas menatap Ben dengan tatapan tajam. Sepertinya Ben tengah mempermainkannya, nyebelin, buang ke rawa - rawa nih. Pikir Maya kesal.
"Pak, tawaran bapak masih ada atau nggak?." Kali ini Maya menjawab dengan lugas.
"Tawaran apa?." Tanya Ben bingung dengan apa yang di ucapkan oleh Maya.
Astaga! Jika Maya boleh usul, tolong hilangkan Ben dari muka bumi ini.
"Tawaran menikah, Pak." Maya menghela napaa sebentar. "Saya, mau menikah dengan bapak."
"APA!."
Maya menggosokkan telingannya karena mendengar teriakan Ben yang sungguh tidak dapat ia duga sebelumnya.
"Saya mau nikah sama bapak! Tawaran bapak masih ada atau nggak?." Tanya Maya dengan raut kesalnya.
Ben diam seraya menatap Maya dengan tatapan dalam. Maya yang ditatap seperti itu tentu saja gugup bukan main.
"Kamu serius?." Tanya Ben dengan raut serius.
Maya mendongkak, lantas menganggukan kepalanya.
"Kenapa?"
Kali ini Maya menatap Ben dengan raut bingung. "Apanya pak?"
"Kenapa tiba - tiba mau nikah sama saya?"
"Mm.. karena saya udah janji sama papa saya, jika beliau sadar saya akan membawa calon suami kehadapannya."
Ben yang awalnya menatap Maya dengan tatapan berbinar, kini redup. Berganti dengan tatapan datarnya.
"Nggak." Ujar Ben dengan datarnya.
Maya melotot, sekarang dirinya yakin. Jika ia dipermainkan oleh pria dihadapannya ini.
"Gila."
"Apa." Tanya Ben.
"Bapak gila, kemarin ngelamar saya, giliran saya terima tapi ditolak. Yaudah, saya mau cari pria yang lain aja." Ketus Maya seraya berjalan kearah pintu keluar.
"Saya mau, tapi kamu harus ikutin semua keinginan saya."
Maya yang sudah berada didepan pintu berhenti seketika mendengar ucapan Ben.
"Oke saya terima pak." Ujar Maya tanpa pikir panjang.
Ben tersenyum lebar, lantas berdiri dari duduknya, melangkah menuju Maya yang mematung didepan pintu.
"Nah! Kalau begitu, ayo kita ketemu calon mertua dulu." Ujar Ben seraya menggandeng Maya yang tiba - tiba menjadi batu.
♣️♣️♣️
Nahh gyuss... Satu kata untuk part ini ya!
Maaf aku lama up, aku lagi ngetik pengantin obralan yang bakalan terbit di google play book.
Jangan lupa nanti beli ya😙😙
Salam hangat, peternak sapi 2019♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Maya | Revisi (✓)
Chick-LitFollow sebelum baca! Versi lengkap sudah ada di google play book, link dibio [Romance-comedy] Tamaya Astyanti, diumurnya yang akan memasuki kepala tiga, Maya -- sapaan untuk dirinya -- lebih mementingkan pekerjaannya. Disaat teman kuliahnya sibuk...