Bab 1

192 3 0
                                    

Suara panggilan dari pengeras suara terdengar untuk menginformasikan keberangkatan pesawat, dengan seksama Ana mendengarkannya sambil melihat jam keberangkatan pesawatnya. Ini adalah perjalanan pertamanya ke Benua Eropa, awalnya Daniel, ayahnya Ana tidak mengijinkan Ana pergi sendiri tapi karena bantuan Sam, kakak laki-laki Ana yang sedang kuliah kedokteran di Jerman, berjanji akan menemani Ana selama tour keliling eropanya dan akhirnya Daniel memberi izin.

Terkadang Ana merasa bingung dengan sikap ayahnya, dibanyak kesempatan Ana merasa Daniel terlalu cuek dan tidak peduli dengannya, dari urusan pendidikan, ayahnya tidak pernah ikut campur dan tidak pernah memaksa Ana untuk masuk kedokteran, tidak seperti Sam, dari awal sekolah dasar Daniel sudah menentukan Sam akan sekolah dimanapun yang Daniel atur bahkan memaksa Sam kuliah Kedokteran.

Syukurnya Sam memang sangat mengagumi Daniel yang bekerja sebagai dokter spesialis penyakit dalam, jadi tuntutan ini diterima saja dengan lapang dada oleh Sam.

Tapi tidak dengan Ana, sikap Daniel berubah 180 derajat seolah-olah di rumah mereka, Ana tidak ada tapi jika Ana meminta izin untuk pergi keluar, Daniel adalah orang pertama yang melarang.

Terkadang Ana merasa kecil hati, berpikir jika Daniel malu memiliki anak yang tuna rungu atau tuli sepertinya.

Ana tuli bukan sejak dia dilahirkan, pendengaran Ana hilang saat Ana berusia 5 tahun. Bakteri meningitis menyerangnya, Daniel yang sedang bekerja di rumah sakit hanya mengetahui Ana sedang demam karena flu, itu yang di infokan Bertha, pembantu yang menjaga Ana.

Sejak kematian Shasa saat melahirkan Ana, Daniel memang lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah sakit, Ana hanya diurus oleh Bertha yang menyayanginya layaknya ibu kandung, Bertha membalas perbuatan baik Shasa, saat Shasa menolong dan menerima Bertha bekerja setelah tinggal menggembel di luar karena kabur dari majikannya yang kejam.

Semalaman Daniel tidak pulang dan pagi itu Daniel memilih tidur sejenak di ruangannya, tiba-tiba suster masuk, membangunkan Daniel dan memberi kabar jika Ana masuk ruang IGD karena mengalami kejang

Seperti menelan pil pahit lagi, disaat Daniel mengubur dirinya sendiri dalam kesibukan, sampai dia lupa jika putri kecilnya membutuhkanya, tapi semua terlambat pendengaran Ana rusak walau bakteri meningitis bisa disembuhkan.

Panggilan dari pengeras suara terdengar lagi, sepertinya pesawat Ana akan siap, melihat beberapa orang sudah berdiri dan siap-siap masuk ke lorong menuju pesawat.

Sambil berjalan Ana menekan dan mengingat-ingat jika alat pendengar yang dia pakai aman dan baterai cadangan yang sudah siap pakai, akan sangat dibutuhkan dalam penerbangan yang memakan waktu lama.

Ana hidup layaknya wanita normal dengan alat pendengaran yang dia pakai dan sangat membantunya, tidak membuat dia merasa menjadi manusia yang lemah dan terasingkan di tengah masyarakat yang beberapa merasa kasihan melihat wanita tuli tapi banyak juga diantara mereka hanya bisa mencemooh.

Ana sudah masuk ke dalam pesawat, Ana mencari kursi di kelas ekonomi sesuai dengan boarding passnya

"Ahh..ini dia" Ana menghampiri dan menaruh tasnya di bagasi yang telah disediakan dan segera duduk dengan lega, bahagia dan nervous pastinya.

Ana duduk santai menunggu pesawat siap landas, hati seolah bersorak, akhirnya dia bisa menikmati masa muda dan merasakan bebas seperti manusia normal. Sejak kecil hingga sekarang berusia 26 tahun, Ana tidak pernah pergi sendiri, tentu saja itu karena Daniel selalu tidak memberi ijin kecuali ada Sam atau Daniel yang mendampingi. Sejak pendengarannya hilang, seakan dunia Ana juga berubah. Sejak Sekolah Dasar Ana sering jadi bahan olok-olokan semua anak di sekolahnya, Syukur selalu ada Sam yang setia menemani Ana.

She Is PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang