Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Saat ini, Jeongin akan menghadapi ujian kelulusan yang didepan mata. Itu membuatnya harus semakin rajin belajar. Apalagi saat Jaebum menawarkan anak itu untuk kuliah di luar negeri. Jeongin sangat senang. Itu salah satu impiannya. Namun, disatu sisi berarti ia harus meninggalkan Hyunjin. Apakah ia bisa?
Masalah saat liburan kemarin, tak pernah selesai. Termasuk dengan kakak dari Hyunjin. Ia tidak pernah ceritakan itu atau mengungkit hal itu. Jeongin kira semuanya akan selesai saat ia kembali. Namun, tak pernah terjadi. Bahkan sekarang perempuan yang pernah bertemu dengan mereka selama liburan semakin dekat dengan Hyunjin. Ya, Heejin. Yang jelas, Jeongin tidak mau tahu lebih dalam urusan mereka.
"Ini gimana sih?. Ini kan x, kan. Terus ini y. Terus diapain?. " Monolog Jeongin kesal saat melihat soal-soal yang menbuat matanya sakit.
"Ini siapa sih yang buat bukunya?. Susah banget ini, woy. Tolong. Mau nyari ribut kayaknya yang bikin buku sama gua. Ingat, menyusahkan orang lain didunia akan disusahkan di akhirat. "
Kalian pasti pernah mengalami masa ini. Ribut sama benda mati. Apalagi yang namanya buku. Jeongin kalau belajar itu harus ribut dulu. Kayak yang barusan. Sangking fokusnya, Jeongin tidak sadar bahwa ia telah diperhatikan sejak lama.
"Bukunya kok diajak ribut? " Tanya Hyunjin ramah yang datang dari belakang Jeongin.
"Kakak ngapain disini? " Ucap Jeongin ketus.
"Oh, jadi kakak diusir gitu?. Yaudah, padahal tadinya mau bantuin. " Ujar Hyunjin sambil memasang ancang-ancang keluar dari kamarnya.
"Enggak, enggak. Enggak jadi. Bantuin dong ini. Gak bisa. Susah. " Cegah Jeongin sembari memberikan buku pelajarannya.
"Mana? "
Sejak adegan saat liburan itu, Hyunjin jadi banyak berubah. Ia sudah tidak mengancam Jeongin lagi. Kecuali saat ia membantah. Seperti sekarang, Hyunjin akan menawarkan diri secara tulus dan tidak memaksa Jeongin ketika melakukan itu.
Tanpa sepengetahuan mereka, ada seseorang yang memperhatikan mereka berdua dari pintu dan tersenyum hangat.
"Tidak salah, aku mempercayai Hyunjin. Ia sosok yang bisa dipercaya. " Monolognya lalu berlalu.
Kembali ke kedua makhluk adam ini. Hyunjin mengajarkan Jeongin dikasur. Lebih nyaman. Jadi, posisi mereka sekarang sedang duduk.
"Gimana ngerti nggak? " Tanya Hyunjin memastikan. "Masih kurang ngerti. " Jawab Jeongin.
"Padahal udah dijelasin berulang kali loh. Yang mana yang nggak ngerti? Atau mau dijelasin ulang aja? "
"Ulang. Ulang. Ulang. " Ucap Jeongin semangat.
Inilah yang membuat Jeongin semangat ketika belajar. Hyunjin menemaninya. Atau bahkan mengajarinya. Hyunjin memang pintar selama sekolah dulu. Jadi, Jeongin bisa percaya sama Hyunjin.
Walaupun berkali-kali Jaebum sempat menawarkan guru les untuknya. Namun, ia tahu bahwa atmosfer yang ada akan berbeda. Itu hanya alibi. Alasan yang sebenarnya adalah ia tidak mau membuat Hyunjin marah.
"Je, belajar yang rajin ya. " Ucap Hyunjin saat memperhatikan Jeongin yang sedang mengerjakan soal.
"Sudah pasti, kok. Kok tumben kakak ngomong gitu? " Tanya Jeongin.
"Kan kakak pengen istri kakak itu pinter. Supaya nanti kalau gak ada kakak, kamu bisa ngajarin anak kita. "
Hwang Hyunjin dengan gombalannya. Selalu berhasil membuat Jeongin tersipu malu.
"Apasih, kak!. Masih lama kali. Aku aja masih sekolah. " Sengaja Jeongin bicara seperti ini. Untuk menutupi malunya.
"Kakak bisa bikin jadi nggak lama kok. Mau? " Tawar Hyunjin. "Gimana? Emang kakak bisa? " Tanya Jeongin.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SIN ¦ HyunJeong
Fanfiction[✔] H Y U N J E O N G A R E A "Menyerah pada takdir atau bahagia berdosa? "