Dilain tempat, diwaktu yang sama. Matahari sudah mulai menampakkan dirinya di pagi ini. Sunwoo yang masih berada didalam kamarnya, mengerjapkan matanya. Mencoba terbiasa dengan sinar yang masuk melalui jendela.
"Apakah Kak Jeongin sudah bangun pagi ini?. " Tanya Sunwoo pertama kali setelah ia membuka matanya dan mengubah posisinya menjadi bersandar pada headboard.
Tentu saja Jeongin sudah bangun. Apalagi hari ini adalah hari dimana ia akan memulai kembali semuanya dari awal.
"Kenapa kau semakin ditatap, semakin membuatku jatuh ke dalam pesonamu?. Apa yang membuatku menjadi terpesona olehmu? " Tanyanya pada dirinya sendiri sambil menatap wallpaper ponselnya. Foto Jeongin. Walaupun hanya bermodalkan screenshot dari Instagram.
Sunwoo tengah senyum-senyum sendiri saat seseorang menggedor pintunya. "Sunwoo. Kau harus bangun. Kita harus segera menyapa dia. " Ucapnya dari luar pintu. "Aku sudah bangun. "
"Lebih baik aku segera bergegas dan turun ke bawah. " Monolognya.
Sekarang Sunwoo sudah berpakaian rapi dan formal. Semua itu ia lakukan karena rutinitas pagi di rumah ini. Menyapa sang Ketua di rumah ini. Setiap pagi selalu seperti itu. Bahkan mereka harus mengenakan pakaian formal setiap paginya. Itu harus.
"Sunwoo, " Panggil seseorang dari belakangnya saat ia ingin turun ke bawah bersama yang lainnya. "Ada apa, Hyunjae? "
"Ini, " Ucapnya sambil merapikan pakaian Sunwoo sedikit karena debu dan netra mereka bertemu satu sama lain membuat suasana menjadi canggung. "Ehem, Terimakasih. " Sunwoo sadari bahwa saat ia berkata seperti itu, pipi Eric merona. Tapi, Sunwoo tak ambil pusing dan memilih turun kebawah sebelum dia membunuhnya.
Sunwoo sudah selesai menyapa sang Kepala dirumah ini. Bahkan ini terlalu mewah untuk disebut rumah. Biarkan ia jika dikatakan norak. Namun, itulah kenyataannya. Hanya beberapa pegawai yang bisa tinggal dirumah ini. Salah satunya Sunwoo. Ia sudah mengabdi sejak ia baru masuk SMA.
Awal mula dia menemukan Sunwoo saat ia tengah dimasa frustasinya dengan dunia. Sang ayah semakin gemar bermain judi dan itu membuatnya semakin terikat juga dengan utang-utang yang ada. Belum lagi sang ibu, yang selalu mencari gigolo hampir setiap harinya.
Mereka memang bertemu di sebuah Club. Saat itu, Sunwoo tengah bertransaksi sebuah heroin dengan seorang bartender bernama Woojin. Sunwoo yang masih sangat muda dan belum paham sekali dengan yang namanya dunia, tidak sengaja memancing keributan dengan anggota kepercayaan dari organisasi tempat ia mengabdi sekarang.
Sang Ketua yang terkesan dengan kemampun Sunwoo muda, langsung direkrut olehnya dan sebagai timbal baliknya, utang keluarga Sunwoo akan langsung dilunaskan. Belum begitu lama memang, namun kemampuan yang ia latih setiap harinya semakin tajam layaknya sebuah pisau yang diasah.
"Aku tiba-tiba menjadi rindu dengannya. Apa aku harus mengunjunginya, mengajaknya jalan-jalan? "
Yang dimaksud oleh Sunwoo tak lain dan tak bukan adalah Jeongin. Siapa lagi.
Sunwoo saat ini sudah sampai dirumah Jeongin. Jangan tanyakan bagaimana ia bisa mengetahui rumah Jeongin. Pastinya dengan mengikutinya sampai ke rumah. Memastikan agar Jeongin selamat. Sampai ia hafal sekali.
Ia turun dari mobilnya dan menekan bel rumah. Satu, dua kali. Namun, tidak ada jawaban. Karena tidak ada jawaban, Sunwoo memilih untuk menelepon Jeongin.
Ternyata ia di Bandara. Sunwoo harus segera bertemu dengannya sebelum ia ditinggalkan. Bagaimana pun juga Sunwoo telah jatuh pada Jeongin. Setidaknya, ia ingin cintanya didengar. Walaupun tidak mendapat balasan. Itu akan membuatnya lebih lega nantinya.
The Sin
"Euhhh. " Ucap Jeongin melenguh saat ia tengah mengerjapkan matanya untuk membiasakan pandangannya dari sinar matahari yang masuk dari ventilasi yang cukup besar.
"Dimana aku? " Tanya Jeongin saat ia sudah terbangun di sebuah kamar yang ia rasa tak asing.
"Ah.. " Kepalanya sangat terasa pusing. Kenapa ia ada disini?. Kemarin bukannya ia ada di Bandara. Toilet Bandara. Siapa yang membawanya kesini?.
"Permisi, Nyonya. " Salah satu maid tiba-tiba masuk ke kamarnya dan memberi hormat.
"Nyonya?. Aku lelaki. " Ucap Jeongin. Seenak jidatnya saja ia dipanggil Nyonya. "Ah, kau Dahyun kan?. "
"Iya, Nyonya saya Dahyun Maaf, Nyonya. Saya hanya menjalankan tugas dari Tuan Hwang. Saya membawakan sarapan pagi untuk Nyonya dan pakaian untuk Nyonya berganti. " Jelasnya.
"Oh. " Ucap Jeongin yang masih belum menyadari sesuatu. "HAH?. HWANG? HYUNJIN? "
"Benar, Nyonya. "
"HAH?!? BAGAIMANA BISA AKU KEMBALI TERJEBAK PADANYA?!??. KENAPA SIH DIA SELALU BISA MENEMUKANKU. SIALAN MEMANG. "
"OH IYA, pantas saja kamar ini tak asing. Tapi, ada yang beda dari yang ku pakai kemarin. Dahyun, ini kamar siapa? " Tanya Jeongin setelah selesai dengan acara paniknya. Tidak semuanya berbeda, hanya berbeda di bagian ornamen, dan paduan warna. Hanya itu. Ah, mungkin isi dari ruangan itu. Disini lebih lengkap dan luas.
"Ini kamar Tuan Hwang, Nyonya. "
"Oh. Pantas saja. Stop memanggilku Nyonya. Aku tak suka. Panggil aku Jeongin. Lagipula kita tak terlalu jauh. " Ucap Jeongin.
"Tidak bisa, Nyonya. Nanti kalau ketahuan oleh Tuan Hwang saya bisa dipecat atau mungkin lainnya. "
"Lagipula kan, dia sedang tidak ada disini. Santai saja. Nanti kalau ketahuan, aku yang akan bela kau. Tenang saja. "
"Baik, Nyo-- maksud saya Jeongin. " Ucap Dahyun dan pamit undur diri dari hadapan Jeongin.
"Mama dan Papa gimana?. Mereka kan gak tau aku disini. Hwang Hyunjin sialan dasar. " Monolognya setelah Dahyun menghilang di balik pintu. Jeongin sibuk mencari ponselnya. Siapa tahu ada disini. Tapi, tidak ada. Pasti si Hwang itu mengambilnya. Keparat memang.
Jeongin sebenarnya tidak ingin bahkan sama sekali tidak ingin terikat lagi dengan Hwang Hyunjin. Ia sudah lelah. Lagipula, Jeongin juga sudah memutuskan hubungan mereka lewat sebauh video yang ia buat sendiri di sebuah flashdisk dan ia putarkan di laptop Hyunjin. Walaupun ia tidak tahu password laptop Hyunjin, yang penting ia colokkan dahulu barang itu.
Berhubung Jeongin lapar dan makanan pagi ini semuanya menggoda seleranya, ia tidak mau munafik dan memilih untuk menghabiskan semuanya. Tidak berat, kok. Masih tergolong wajar.
Selepas sarapan, ia segera mandi dan memakai bajunya. Itu cukup memakan waktu. Karena sebagian waktunya ia habiskan untuk terkagum-kagum dengan bagian toilet dikamar ini. Bukan main. Benar-benar bagus, luas, dan lengkap.
"Sekarang, aku sudah siap. Aku harus meminta penjelasan dari Hyunjin si keparat satu itu. Benar-benar. Nanti, kalau Mama dan Papa khawatir bagaimana, hah?. Dia itu memang egoisnya bukan main. "
"MEMANGNYA SELURUH DUNIA TERPUSAT PADANYA, GITU? HAH? "
"Mentang-mentang ia punya semuanya. Tapi bukan berarti kau bersikap seperti itu. Dasar tak punya otak! "
"Sabar Hwang Jeongin. Sabar. Ya ampun. Kau sudah membuang banyak tenagamu untuk mengumpati seseorang yang tidak ada wujudnya didepanmu. Untuk apa? "
"Lebih baik kau hadapi ia, dan tanya semuanya. "
Jeongin mengambil napas sebanyak-banyaknya seakan-akan tak ada hari lain untuk bernapas lagi. Ya, kecuali jika kau meninggal esok. Memang tidak ada hari lagi untuk bernapas.
"Kau harus siap, Hwang Jeongin. "
Ia mulai melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu. Melihat seisi rumah dimana semua orang tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
"Selamat pagi, Nyonya. " Ucap seseorang memberi hormat padanya dari belakangnya.
"Ah, iya selam--.
SUNWOO?!?!?? "
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SIN ¦ HyunJeong
Fanfiction[✔] H Y U N J E O N G A R E A "Menyerah pada takdir atau bahagia berdosa? "