Black

3.1K 315 13
                                    

Hitam telah menyembunyikan warna.
Hitam telah menutupi kenyataan.
Hitam telah menodai sebuah janji.
Dan sisi hitam, ada pada diri si ksatria itu.
.
.
.

"Felix."

Suara teduh itu dengan tegas memanggil pengawalnya. Sorot matanya tampak tidak bersahabat sama sekali. Maka dengan cekatan sang ksatria langsung menunduk untuk mengabdi.

"Ya, Yang Mulia."

"Siapa yang berani mengirimkan surat sebanyak ini padaku?"

Refleks manik kelabu milik Felix langsung melihat setumpuk surat dengan berbagai macam stempel kerajaan menempel disana. Yakinlah ia bahwa yang dimaksud rajanya adalah surat-surat undangan dari para bangsawan.

"Itu surat undangan, Yang Mulia."

"Iya aku tahu ini surat undangan, aku tanya siapa yang berani mengirim sebanyak ini?"

Kali ini kedua manik kelabu itu tertuju pada rumpukan surat lain di pojok meja. Dilihat dari kejauhan pun sangat nampak bahwa surat-surat itu memiliki stempel yang sama. Artinya? Pengirimnya pun sama. Dihitung secara kasar, mungkin saja surat itu berjumlah belasan atau bahkan menembus angka dua puluh lebih.

"Itu.. dari keluarga Tuan Alpheus."

"Ya. Lalu?"

"Saya rasa itu dari nona muda Jennette."

"Untuk?"

"Untuk.. Tuan Putri Athanasia."

Mata berlian Claude tampak memicing. Jelas ia merasa tak suka. Entah itu karena mendengar nama sang puteri mahkota, atau seluruhnya kesal karena tumpukan surat salah alamat ada di mejanya.

"Lalu menurutmu kenapa surat-surat ini ada di mejaku?"

Felix menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal sama sekali. Sejenak juga ia memalingkan pandangan dari tatapan tajam rajanya.

"Itu.. sejak debuttante Tuan Putri, semua surat untuknya harus diperiksa dulu oleh Yang Mulia."

"Siapa yang mengatur itu?"

Senyuman getir nampak di wajag ksatria merah darah. Sedikit ragu untuk mengatakan alasan yang sudah sangat sering diucapkannya selama memulihkan ingatan Claude.

"Itu.. Anda."

Sudah pasti helaan napas terdengar dengan cuma-cuma dari mulut Claude. Hampir lupa dengan semua jawaban yang akan ia terima jika menanyakan sesuatu pada Felix. Sedetik kemudian pria bersurai cemerlang itu menopang dagunya dengan telapak tangan kanan. Tatapan tajam penuh amarah di wajahnya pun seketika melunak dengan sendirinya ーhanya menyisakan ekspresi bosan seperti biasa.

"Apa orang yang kau maksud sangat dekat dengan bocah itu?"

Tanda tanya besar melayang di benak Felix. Apakah maksud Claude adalah Jennette dan Athanasia?
Sedikit mengingat-ingat, sekelebat ingatan akan kejadian pesta minum teh tempo lalu terbayang di benak Felix. Dan dari pengawasannya, ia rasaー

"Nona Jennette sempat memberikan hadiah pada Tuan Putri."

"Dalam rangka?"

"Mungkin agar mereka menjadi teman baik."

Claude tampak menimbang-nimbang jawaban dari ksatrianya. Dari cara bicara Felix, dirinya tidak menemukan secercah kecurigaan dari tindakan anak perempuan asuhan Alpheus yang tiba-tiba ingin dekat dengan Athanasia. Sangat berbanding terbalik dengan pemikirannya saat ini.

"Panggil bocah itu kemari." Titah Claude akhirnya.

Mengerjap, seakan tidak percaya, Felix mengedipkan matanya beberapa kali. Memastikan dirinya masih dalam kesadaran.

Your Servant (Suddenly I Became a Princess)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang