Biru bisa membawa ketenangan di sekitarnya.
Biru bisa melambangkan kesetiaan dan dedikasi.
Biru adalah profesional.
Dan biru, terkadang membawa kesedihannya dalam sunyi.
.
..
Langit daratan Obelia diterangi berkat matahari. Diharapkan haripun bisa berjalan secerah latarnya. Diinginkan adanya segenggam harapan yang terbang ke langit kemudian dikabulkan Tuhan. Dari banyaknya kelopak bunga berguguran saat tertiup angin, manik abu-abu milik ksatria merah darah masih tertuju pada Claude. Pria dengan helai cemerlang itu tampak menatap jauh melalui jendela kamarnya. Sedangkan Felix, sedari tadi berdiri sekitar 3 meter dari tempat Claude berada.
Pertanyaan Felix mengenai ingatan sang raja yang terlontar beberapa menit lalu tak kunjung mendapat jawaban. Entah Claude sengaja memberi jeda yang begitu lama, atau si ksatria telah menyinggung perasaan raja dengan pertanyaan tersebut.
Angin kembali berhembus dan menggugurkan kelopak bunga. Pada saat yang sama suara serak Claude seketika menjadi fokus Felix.
"Aku baru mendapatkannya 2 hari lalu."
Sontak Felix membelalakkan manik kelabunya. Jika diingat, dua hari lalu adalah saat dirinya pergi ke kediaman keluarga Alpheus untuk mengindahkan keinginan Claude mendatangkan Jennette.
"Apa anda sudah ingat semuanya, Yang Mulia?"
Tak ada jawaban, hanya sebuah gestur pertanda untuk mengiyakan pertanyaan barusan.
Seketika helaan napas kelegaan Felix lontarkan. Lega rasanya mengetahui bahwa Claude sudah mendapatkan kembali ingatan mengenai Athanasia beserta segala macam kenangannya. Sebuah berkat yang teramat indah bagi sang ksatria. Dengan begitu, tak lama lagi dirinya akan kembali melihat tatapan tenang dari rajanya bukan? Tatapan penuh kasih sayang kepada putrinya lagi.
"Felix, kau sudah menyiapkan persidangan si pengkhianat besok?"
"Sudah. Namun sebelumnya, bolehkah saya menanyakan satu hal?"
"Apa?"
Dengan sedikit ragu Felix menundukkan wajahnya, "Apa yang akan anda putuskan untuk mereka?"
Claude membalikkan badan, menghadap pada Felix. Sorot matanya yang dingin seakan siap detik itu juga menghukum siapa saja yang berani menentang keputusannya.
"Bukankah orang yang sudah berani merencanakan pembunuhan adalah orang yang juga siap untuk dibunuh?"
Menenggak ludah, Felix enggan untuk berkomentar sama sekali. Terlebih manik berlian itu terlihat lebih dingin dari biasanya. Bak es yang tak pernah mencair, menyimpan kekecewaan dalam irisnya.
"Tapi.. apakah anda yakin akan melakukannya?"
"Kenapa juga aku harus ragu?"
Dan percakapan mereka siang itu berhenti sampai disana. Bagaikan sebuah pintu yang seketika tertutup sebelum seseorang bisa masuk. Yang jelas, Claude bukanlah orang bodoh yang akan membiarkan musuhnya diampuni.
oOo
Athanasia enggan untuk menutup matanya, seperti halnya pikiran yang enggan untuk diminta beristirahat sejenak. Esok adalah hari dimana keputusan raja akan menjadi final dari kisah takdir memilukan dari novel yang ia baca. Banyak ketakutan yang menghantui Athanasia. Sekelebat dugaan bahwa Roger Alpheus tidak akan dengan mudah menyerah secepat itu terus membuat alam bawah sadar sang putri terus memutar otak.
Ketakutan yang lain adalah skenario terburuknya --bahwasanya mungkin saja esok hari, tepat saat raja mengumumkan jenis hukuman apa yang didapatkan keluarga Alpheus, kepala keluarga mereka malah mengungkap fakta tentang Jennette yang bermata berlian. Ia takut bahwasanya Claude percaya dan akhirnya membawa serta Jennette sebagai putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Servant (Suddenly I Became a Princess)
Fanfiction[ SUDDENLY I BECAME A PRINCESS FANFICTION ] Ini hanyalah kisah tentangnya, kesatria tangan kanan sang raja. Pemuda yang diam-diam masih berpikir naif untuk bisa hidup damai dan bahagia di samping rajanya. Disclaimer original story by Plutus / Spoon...