Jiwa yang terluka membutuhkan obat penawar.
Emosi yang berkecambuk memerlukan penyembuh.
Dan siapa sangka,
keseimbangan batinnya itu adalah berkatnya.
.
.
.
Athanasia masih berada di ruangan yang sama dengan Felix. Tak banyak yang ia lakukan setelah pemuda bersurai merah itu ditugaskan untuk menjaganya. Hanya membaca buku, dan sesekali berbincang ringan dengan sang ksatria.
Bisa dikatakan waktunya terasa membosankan. Terlebih, sudah sekitar 2 jam lamanya Lucas tidak memberi kabar apapun pada Athanasia. Entah itu tentang obat penawar atau si tahanan kabur itu.
Mungkin seharusnya gadis itu tidak mengeluh bosan. Seharusnya ia juga tidak berpikir untuk mengharapkan sesuatu tiba-tiba terjadi. Sebab, hanya beberapa menit sejak Athanasia berpikir demikian, cahaya terang serentak memenuhi ruangan.
Jelas hal itu disebabkan oleh sihir, dari seseorang yang tiba-tiba muncul di tengah ruangan itu. Membuat Athanasia terlonjak kaget karenanya.
Seseorang itu adalah pria tinggi berambut hitam yang sorot matanya terasa seperti Claude. Rasanya sangat familiar, tapi Athanasia tetap waspada pada sosok pria yang tersenyum padanya itu.
Athanasia melangkah mundur, sebelum langkahnya tertahan oleh seseorang yang lain di belakangnya. Saat menoleh ke belakang, manik berlian tampak sangat kaget. Bagaimana tidak? Orang yang berdiri disana adalah--
"Ijekiel?!"
Si tahanan kabur.
"Tunggu! Bagaimana bisa--hmphh!!!" mulut Athanasia segera ditutup oleh tangan Ijekiel.
Masih dalam kesadaran yang terjaga, Athanasia segera mengalihkan pandangan pada Felix --yang tadi berada tak jauh dari posisinya. Namun yang ia dapati saat itu hanya perasaan kecewa. Sebab,
Disana Felix menekuk lutut, bak mengabdi pada pria tinggi berambut hitam disana.
Berbagai dugaan dengan liar berlarian kesana-kemari di kepala Athanasia. Tentang bagaimana bisa Felix mengenal pria itu, bagaimana Ijekiel dan pria itu masuk kemari dengan sihir, dan bagaimana bisa semua ini terjadi bahkan tanpa jeda hari dari kaburnya Ijekiel dengan Jennette.
Sembari masih mendekap Athanasia, Ijekiel tampak tersenyum. Ia dekatan mulutnya pada telinga sang putri. Mencoba untuk mengatakan sesuatu.
"Sudah siap untuk menjadi tunanganku, Tuan Putri?"
Mendengar hal itu Athanasia tambak geram, dengan yakin dirinya langsung menggigit tangan Ijekiel sampai pemuda itu melepaskan dekapannya. Sebuah pelecehan terhadap putri raja tidak akan dimaafkan begitu saja.
"Berani-beraninya kau memutuskan sendiri! Aku tidak akan pernah mau menjadi tunanganmu!"
Secepatnya Athanasia menujukan pandangannya pada Felix. "Felix! Tangkap mereka!"
Tak digubris sama sekali. Yang ada Felix hanya menatapnya tanpa ekspresi apapun. Suara tawa dari pria tinggi terdengar samar, jelas menertawakan Athanasia yang tampak panik melihat dirinya terkepung sendiri di ruangan tersebut.
"Percuma saja meminta tolong padanya. Dia sudah ada di pihak kami. Para penjaga di luar juga sudah terpengaruh oleh sihir, jadi tidak ada gunanya meminta tolong pada siapapun." ujarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Servant (Suddenly I Became a Princess)
Fanfiction[ SUDDENLY I BECAME A PRINCESS FANFICTION ] Ini hanyalah kisah tentangnya, kesatria tangan kanan sang raja. Pemuda yang diam-diam masih berpikir naif untuk bisa hidup damai dan bahagia di samping rajanya. Disclaimer original story by Plutus / Spoon...