Perak selalu bernilai.
Sangat berharga dengan perangainya yang cerdas, anggun dan bijaksana.
Bak keturunan dengan ras terbaik yang siap melayani kerajaan.
Namun benarkah?
Lihatlah bagaimana takdir berbalik.
Tak lagi ada belas kasihan untuk si cerdas, anggun dan bijaksana.
.
.
.
.
Ini sudah memasuki hari ke-4 dimana Felix masih terbaring di tempat tidur tanpa tanda-tanda kesadaran sedikitpun. Lucas ingin angkat tangan menangani hal ini, jika saja Athanasia tidak memohonnya berkali-kali --dan Claude yang menjanjikan penjara penyihir jika Lucas menolak untuk menyembuhkan sang ksatria.
Pertahanan prajurit kerajaan seolah melemah karena kehilangan salah satu sosok garis depan yang paling unggul, pejuang veteran kepercayaan raja. Absennya Felix di garda depan menunjukkan seberapa besar pengaruh yang diberikan pria itu pada kerajaan. Bahkan raja sendiri terlihat sangat gusar setiap harinya menunggu si manik kelabu membuka mata.
Semua orang memikirkan hal yang sama, mengkhawatirkan hal yang sama, juga mendoakan sesuatu yang sama agar Felix Rovein segera bangun dari tidur panjangnya. Itu lebih baik daripada memikirkan seberapa bencinya keluarga kerajaan pada antek-antek Alpheus saat ini.
Sang putri raja yang sah --Athanasia, saat ini diam-diam berjalan sendiri menuju penjara tempat Jennette dan Ijekiel ditahan. Tak ada yang tahu, kecuali penjaga yang berdiri di ambang pintu masuk. Gadis itu juga tak berencana menceritakan kedatangannya ke penjara pada siapapun, termasuk Lucas. Anggap saja kedatangannya adalah sebuah kunjungan pribadi, dengan segala kekalutan yang membelenggu gadis itu sejak menginjakkan kaki di lantai dingin ini.
Athanasia berdiri didepan jeruji besi tujuannya. Gelap, lembab. Dan kemelut perasaan sang putri semakin memuncak kala maniknya bertemu dengan milik Jennette. Ada beberapa pertanyaan yang ingin ia tanyakan padanya, juga pada Ijekiel yang berada di sebelah sel Jennette. Seketika merasa miris melihat bangsawan yang selalu dikenal dengan kesetiaannya pada kerajaan kini meringkuk di tahanan dengan pakaian lusuh.
"Tuan putri!" Jennette berseru, menyisakan suara gema rantai pada tangan dan kakinya yang saling beradu.
"Tolong.. tolong selamatkan kami.."
Manik berlian milik Jennette seketika membuat Athanasia kesal tanpa sebab. Ia pun mundur selangkah untuk memberi jarak diantara mereka berdua. Bagaimana bisa ia menyelamatkan seseorang yang hampir saja menghancurkan hidupnya ini? Dirinya bukanlah seseorang yang naif menjunjung persahabatan sampai seperti itu.
"Kau bercanda?"
Senyuman miris Athanasia nampak.
"Kalian hampir membunuhku, membahayakan ayah, dan sudah membuat Felix kritis, lalu sekarang meminta pertolongan padaku?"
Jennette terdiam.
"Tapi.. bukankah kita teman baik, tuan putri?"
Tanpa sadar Athanasia mendecih.
"... teman baik mana yang tega merebut semua yang aku miliki?"
Dadanya terasa lebih sesak dari sebelum ini, dan emosi yang terkumpul itu berhasil tertampung di kelopak matanya.
"Aku cukup tahu apa yang kau inginkan dariku sejak awal. Padahal sebelumnya aku mencoba percaya padamu agar kita bisa berteman baik. Seharusnya aku tetap memberi jarak padamu, tak pernah berurusan denganmu, dan tak pernah bertemu denganmu.."
"Tuan putri.."
"Sebelumnya kau mencoba menyingkirkanku dengan sihir hitam agar bisa mendekati ayah. Lalu kau merengek meminta belas kasihan di depannya bahkan setelah semua orang tahu rencana keluarga Alpheus. Betapa egois,"
"Bukankah anda juga egois, tuan putri?"
Menoleh, sumber suara yang begitu berani itu berasal dari anak tunggal Roger. Seperti biasanya berbicara dengan begitu arogan.
"Anda terlahir sebagai putri raja, akan mewarisi tahta dan memiliki semua yang anda inginkan. Bagaimana dengan Jennette? Dia juga putri raja sebelumnya, tapi tidak pernah merasakan kasih sayang raja seperti anda. Diketahui sebagai putri oleh rakyatnya pun tidak sama sekali. Dia hanya menginginkan kasih sayang itu, salahkah?"
Kembali Athanasia tersenyum miris, "Menginginkan kasih sayang? Dengan harus menyingkirkan aku dulu? Begitukah?"
"Anda tidak akan mengerti karena tidak pernah kekurangan kasih sayang."
Tidak. Ijekiel salah besar. Bahkan sebelum mereka saling mengenal pun Athanasia sudah berjuang seorang diri agar mendapat kasih sayang raja, agar diakui sebagai putrinya dan tidak dibunuh di umurnya yang menginjak remaja. Athanasia sudah pernah merasakan bagaimana takutnya hidup di dalam istana tanpa sebuah pengakuan dari Claude. Ia sudah tahu bagaimana berusaha mendapatkan pengakuan itu bertahun-tahun lamanya.
"Jaga ucapanmu." suara Athanasia sedikit tertahan. "Aku tidak berkewajiban menceritakan apa yang sudah aku lalui pada tahanan seperti kalian."
Niatan Athanasia untuk menanyakan beberapa hal mereka seketika sirna. Berlama-lama di tempat dingin ini hanya akan membuat kemarahan semakin memuncak pada dirinya. Lebih baik ia segera pergi dan berjanji pada diri sendiri untuk tidak gegabah mendatangi mereka lagi. Jika saja--
"Saya memiliki obat penawar untuk sihir hitam di pisau itu."
Athanasia berhenti melangkah. Segera setelah mencerna perkataan Ijekiel, ia berbalik.
"Aku tahu kau pasti menginginkan sesuatu dariku."
"Anda memang cerdas seperti biasanya."
"Jadi apa?"
"Jadikan aku tunanganmu."
Padahal sedikitnya, Athanasia masih memiliki rasa bersalah membuat Ijekiel harus menanggung dosa Roger juga. Namun mendengar pernyataan barusan, seketika rasa bersalah itu sirna. Tak bersisa. Bahkan semua kenangan yang telah berlalu diam-diam bersama pemuda itu ingin sekali ia hapus dari benaknya saat ini juga. Ternyata buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya. Hampir saja Athanasia lupa bahwa si pemuda bersurai perak itu adalah titisan langsung si pembuat masalah.
"Silahkan bermimpi."
Putri raja berlalu dengan yakin, merasa bahwa keputusannya mengabaikan tawaran itu adalah pilihan yang tepat. Dan tentu saja ia masihlah percaya pada Lucas. Ia yakin Felix akan segera sembuh dengan bantuan si penyihir kerajaan. Cepat atau lambat.
oOo
Ijekiel kembali bersandar pada dinding yang memisahkan dirinya dengan Jennette. Wajahnya tanpa ekspresi, tanpa keinginan kuat untuk melakukan sesuatu. Hanya tersisa sorot dingin di manik emasnya.
"Kak.. apa obat penawar itu benar adanya?" pertanyaan terlontar dari Jennette.
"Itu satu-satunya harapan agar kita bisa bebas dari sini."
"Tapi dengan bertunangan dengan tuan putri.."
"Aku ingin melanjutkan rencana ayah, membalaskan kematiannya dan merusak tatanan kerajaan dari dalam. Kau juga akan mendapatkan apa yang diinginkan, Jennette."
Tak ada persetujuan maupun penolakan dari Jennette. Masih sangat abu-abu. Yang Jennette sadari hanya satu, bahwa ia tidak akan bisa menghentikan Ijekiel saat ini.
oOo
-tbc-
20 April 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Servant (Suddenly I Became a Princess)
Fanfiction[ SUDDENLY I BECAME A PRINCESS FANFICTION ] Ini hanyalah kisah tentangnya, kesatria tangan kanan sang raja. Pemuda yang diam-diam masih berpikir naif untuk bisa hidup damai dan bahagia di samping rajanya. Disclaimer original story by Plutus / Spoon...