Hal apa yang lebih menyebalkan dari omelan seorang adik?
Ah, kita ganti saja. Hal apa yang sangat menyebalkan lebih dari melihat orang terlalu banyak ceramah tanpa bukti yang jelas?
Hanya ada satu
Revisi skripsi
"IBUKK AKU CAPEKK." Teriak seorang gadis di dalam kamarnya yang berwarna putih gading. Warna temboknya membuat cahaya lampu tak perlu susah payah ditingkatkan daya nyalanya karena pantulannya sudah cukup untuk membuat gadis itu merasa sedikit pedih saat menyalakan lampu kamarnya.
"Apa sih nduk? Kenapa lagi??" Suara itu menggema dan mulai mendekat ke arah pintu kamar gadis itu. Tak lama, pintu terbuka dan menampilkan sosok wanita setengah abad yang tangannya masih basah oleh air mesin cuci.
Gadis itu mulai menciut nyalinya. Ia tidak berpikir jika Ibunya akan datang dan memasang wajah kesal setengah khawatir seperti saat ini.
"Apa lagi Lia?"
"Engga papa.. aku cuma capek aja, skripsiku kayanya lebih susah dari nyoba makan durian." Ujar Lia alias Bian yang bisa dibilang jawaban itu adalah model jawaban khas yang sering ia lontarkan. Penuh frustrasi tapi masih terasa humornya.
Ibu Lia--eh maksudku Bian--mulai mendekat dan duduk di samping Bian. Melihat anak bungsunya yang semakin suntuk membuat wanita setengah abad itu tersenyum lembut, memaklumi keluhan anak gadisnya itu.
"Gapapa, Lia. Kerjakan pelan-pelan, jangan maksa otakmu buat kerja berlebihan."
"Tapi aku pengen cepet2 lanjut bab 2, Ma. Kalo udah bab 2 tuh semua kaya enteng gitulo--"
"Apalagi bab 3 hayo?"
Oiya, Bian lupa. Bab 3 lebih menyebalkan dari sekedar dasar teori. Akh.
"ADUH GIMANA DONG MA HUAAA." Bian mulai merengek layaknya anak kecil. Haduh, batin Ibu Bian. Anak bungsu nyatanya masihlah bungsu meskipun sudah menginjak usia dewasa. Ya, Bian akan berumur 21 tahun dan target lulusnya adalah sebelum desember. Oh ayolah, mengurus yudisium bisa dilakukan saat liburan semester ganjil. Tidak ada yang tidak mungkin.
"Mbak Iyaaa!"
Hm. Suara itu lagi. Entah apakah Bian harus meladeni atau membiarkan pemilik suara itu membuat kekacauan di rumah maupun diri Bian.
"Eh, Nis. Masuk sinilo." Titah Ibu Bian dan bermasih membuat anak kecil berumur 3 tahun itu masuk ke kamar Bian.
"Dah, mending kamu ajak si Denis jalan-jalan, beli es krim gitu. Kasian dia daritadi kaya anak ilang di dapur gak tau mau ngapain. Diem engga usrek iya."
Bian tanpa babibu langsung menyimpan semua berkas dan merapikan mejanya. Ia langsung menyambar jaket jeansnya dan mengambil uang untuk membelikan Denis es krim. Tak lupa Bian pamit pergi kepada Ibunya dan setelah itu, ia langsung menggandeng sepupu balitanya itu pergi ke toko depan perumahan.
Gadis dan anak kecil itu berjalan beriringan. Si anak kecil berusaha terus menggenggam tangan si gadis, takut jika tiba-tiba saja ia terjatuh. Tidak perlu waktu lama untuk sampai di toko dan pandangan Denis langsung terfokus kepada box es krim berwarna merah.
Denis mengambil es krim yang dia inginkan begitu juga Bian. Tepat saat ingin membayar belanjaan, tangan Bian terhalang oleh lengan seorang lelaki yang lengan kemejanya digulung seperempat.
"Astaughfirullah KAK YUVIN!"
"Apa? Kak upil?" Denis yang masih belum lancar berbicara pun membuat suasana yang setengah tegang itu berubah cair seiring dengan suara tawa Yuvin yang menggelegar.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Don't Care [Song Yuvin]
Short StoryBianca, bulan kecil Saturnus bertemu dengan Altair, si bintang tampan yang tak peduli dengan apapun kecuali dirinya sendiri. Hingga semesta menuntun mereka untuk bertemu, Altair merasa ada yang berbeda dengan dirinya.. Local names, well-known casts...