AA:14

101 8 0
                                    

Hari ini, tepatnya satu bulan sebelum ujian kenaikan kelas, Adit dilarikan kerumah sakit. Karna kemarin ia tiba-tiba merasakan sakit dikepalanya dan pingsan

Kanker otaknya sudah memasuki babak akhir, Stadium 3. Jangan kebanyakan bagaimana Brilly, dia hancur, sangat sangat hancur!

Brilly terus saja menemaninya yang menutup matanya.

"Hikss. Aditt bangun, Vanya gak suka lihat Adit Gini. Adit jahat! Adit bikin Vanya nangis. Vanya sayang Adit hiks hiks hiks"

"Vanyaa.. Makan dulu nak"

"Bunda ajah, Vanya mau nemenin Adit bangun"

"Adit gak bakal suka lihat kamu kayak Gini nakk" paksa Tyas sambil mengusap babu Brilly

"Aditt nggak mau bangun bunda.." Keluhnya, tak lama kemudian. Adit membuka matanya, wajahnya terlihat kesal.

"Van..nyaa" panggilnya, masih dengan ekspresi kesal

"Makan gih" Brilly melihat ke Arah Adit, Adit menatapnya dengan tatapan permusuhan.

"Kamu.. Aku.. Aku mau jaga kamu!" Kukuh Brilly, Adit mengangkat tangannya mencubit hidung Brilly dengan lembut

"Makan sayang!" Paksanya yang diangguki oleh Brilly

Sebenarnya ia tak nafsu makan saat ini, Tapi.. Apa daya?

Saat kembali ke ruangan Adit, ia melihat beberapa perawat dan dokter memasang alat-alat yang membuat Brilly muak

"Ini kenapa?" Tanya Brilly panik

Tyas memegang pundak Brilly menenangkannya.

"Gapapa nakk.. Udah biasa kok" Tyas tersenyum meyakinkan

***

"Njirr.. telat.. Cafe ajalah" Ujar Brilly acuh. Sejak seminggu ini, Brilly kembali menjadi siswa yang suka terlambat.

"Hei.. kamu. Mau kemana?"

"Alahh.. pake ketahuan lagi.." Brilly memejamkan matanya. Ia berbalik badman dan menyahuti laki-laki itu

"Mau ngafe. Napa ngikut? Maless" Ujar Brilly sekenanya

"Lo itu telat! Cewe kok suka bikin masalah" Antariksa, yahhhh dia Antariksa. Anak dari Pemilik Sekolahan ini.

"Terserah gw dong!" Balas Brilly yang langsung meninggalkan gerbang.

"Loo" desis Riksa geram. Dengan santainya, Brilly berjalan menuju mobilnya yang ia parkirkan sembarangan. Ia pergi ke rumah sakit Adit, dipeluknya erat tubuh laki-laki jakung di depannya itu, menahan tangisnya yang seakan-akan menabrak gerbang pertahanannya.

Brilly terus saja mengomel dan mengomel tanpa henti, memarahi Adit yang tak kunjung terbangun.

"Adit nyebelin banget sihh?! Sampe kapan Adit mau tidur ajah begini? Adit gak capek apa? Vanya pengen Adit bangun" Vanya membisikkan sesuatu di telinga Adit dengan pelan

"Making love yuk, Vanya mau Hamil anaknya Adit.. Sekaliii ajah" pinta Vanya berbisik

"Adit nyebelinnn" geram Vanya mengerucutkan bibirnya

Handphonenya bergetar menandakan Ada yang menelfonnya

"Hallo? Wa'alaikumsalam"

"... "

"Di rumah sakit"

"... "

"Aku telatt, males jadinyaa"

"... "

"Eumm... Udd.. Udahhh"

"... "

"Aku udah makan kak"

"..."

"Aduhhh iyaa iyaa.. Kakakku tersayaaaang, aku Cari makan dulu"

"... "

"Iyaa dadahhh mikummm"

Setelah mendapat telpon, Brilly mengecup kepala Adit dengan sayang. Kemudian ia melangkahkan kakinya keluar ruangan. Saat keluar, ia bertemu dengan Tyas ibunda Adit

"Tantee" sapa Brilly

"Loh.. Vanya nggak sekolah?" Tyas melihat wajah Brilly yang nampak kusut. Brilly menggeleng pelan, kemudian tersenyum

"Vanyaaa.. Maafin Adit yahh, yang udah bikin kamu khawatir" dengan cepat, Brilly menggelengkan kepalanya.

"Tantee.. Wajar kok, kalau orang mengkhawatirkan yang ia sayang, tante juga khawatir Kan sama Adit"

Tyas tersenyum sambil mengusap lembut bahu Brilly. Selama ini, tak ada seorang pun yang betah dengan Adit. Semua mantan pacarnya selalu meninggalkan Adit, ketika Adit sedang dropp seperti saat ini. Mereka malu memiliki pacar yang penyakitan

Tapi beda dengan Brilly yang setia menemani Adit dari pagi hingga pagi sekali pun.

Tyas berharap, dengan adanya Brilly. Putra sulungnya itu akan segera sadar dan Sembuh.

And anymoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang