AA:38

32 4 0
                                    

Hari-hariku di Indonesia berlalu cukup baik. Setiap pagi bangun buat siapin sarapan Daksa, siapin perlengkapan kerjanya, mandiin Galaksi, terus aku yang mandi. Bersyukur? Tentu saja, kenapa engga? Dapet suami yang sayang sama aku. Tentu dengan Galaksi, padahal jelas-jelas bukan darah dagingnya. Makin kesini aku semakin tahu sifat Daksa, tukang ngambek, manja, sweet. Semua jadi satu, lalu alasan apa lagi untukku tidak mencintainya? Walau masih ada sedikit ruang untuk dia di hatiku. Bagaimana pun aku tak sanggup melupakan cinta pertamaku. Bukan perasaan cinta monyet yang timbul karena rasa kagum.

Entah bagaimana keadaannya sekarang? Aku hanya bisa berdo'a yang terbaik untuknya. Dan kuharap bersama dengan Daksa aku tidak terluka untuk kesekian kalinya karena cinta. Kadang aku bertanya, Apakah dia saat ini mencari anaknya? Atau dia saat ini sedang merindukan anaknya? Kurasa dia sudah bahagia dengan Istrinya itu.

Kadang kala aku merasa beruntung karena mendapat Daksa, namun terkadang aku juga merasa sial karena kehilangan Dia. Sifatnya, sikapnya, ucapannya masih ada di dalam ingatanku. Apa lagi ketika melihat wajah Galaksi yang semakin hari tumbuh besar. Wajahnya yang mirip dengan Ayahnya membuatku semakin sakit hati tapi juga rindu. Terkadang aku ingin sekali marah pada Galaksi, namun ketika kembali kupandang lekat wajah polosnya itu membuatku melunak. Dia tidak salah, dia hanya korban dari Ayah dan Ibunya.

"Sayang..."

"Sayaang kok ngelamun sih?" aku tersadar melihat Daksa mengecup pipiku cukup lama. Aku menggeleng pelan kemudian tersenyum dan memeluknya.

"Aku cuman lagi mikir besok mau masak apa. Kamu mau dimasakin apa?" tanyaku mengalihkan perhatian.

"Makan di luar ajah yah, jarang-jarang kita Dinner" Ujarnya sambil membawaku kedalam pelukannya. Aku tersandar di dada bidang suamiku itu, kemudian memainkan dadanya. Meraba dan mengusap dengan lembut, aku merasakan kecupan, ah-lebih tepatnya hisapan hidungnya di rambutku.

"Galaksi di bawa atau di titipin ke Mama?" Daksa menggeleng

"Galaksi anak kita sayang, ngapain di titipin ke Mama, kita masih bisa rawat dia yah kita bawa kemana-mana" Aku tersenyum kemudian semakin mempererat pelukan ke tubuhnya. Hangatnya pelukan yang dia beri selalu bisa membuatku nyaman. Bisakah aku selalu bersamanya? Bisakah aku selalu ada di hatinya? Bisakah aku sehidup semati dengan Daksa?

Aku melepas pelukan kami, dia menatap iris hitam mataku dengan sayu, wajahnya yang damai membuatku tenang. Jarang sekali dia marah padaku. Justru akulah yang sering marah kepadanya tanpa alasan yang jelas. Dimana lagi bisa kudapatkan laki-laki seperti dirinya? Yang seperti dia mungkin banyak. Tapi yang sabar, mengalah, dan menerima diriku apa adanya?

"Aku pengen deh hamil anak kamu!" ujarku dengan tiba-tiba

"Tunggu Galaksi gedean yah sayang" dia mengusap kepalaku dengan lembut. Aku mengerucutkan bibirku

"Galaksi udah gede. Kamu gak lihat dia bisa duduk sendiri, udah bisa merangkak walau kayak lagi berenang, kalau ketuaan nanti gak enak sayang"

"Apanya yang gak enak?"

"Yaaa, yaa gatauuu" Jawabku kikuk. Dia terkekeh melihatku, dasar menyebalkan. Aku kan mau anak kita tumbuh beriringan. Apa lagi kalau anaknya nanti perempuan. Lucu bukan? Nanti aku akan mendengarkan setiap keluhan dari anak gadisku karena ulah anak jaka ku.

"Sayang. Galaksi ajah belum satu tahun loh"

"Tapi kan nanti kalau aku hamil Galaksi udah satu tahun Daksaa ihh"

And anymoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang