AA:39

73 4 0
                                    

Saat ini Dini sudah berada di Indonesia, gadis itu mebawa banyak sekali Hadiah untuk Galaksi, wajahnya benar-benar terlihat semakin cantik. Senyumnya yang manis terkadang membuatku merasa iri. Dini dan Daksa mengobrol di Apartemen, ya, tadi subuh aku dan Daksa sudah balik ke Apartemenku. Karena nanti sore Daksa sudah kembali bekerja di Rumah sakit. Aku mendekati kakak beradik itu, sayup-sayup kudengar pembicaraan mereka dari jauh.

"Apa sih Kak. Gak banget bahasan Kakak"

"Sama ajah kayak Vanya kamu tuh. Nih yah Din, kalau pun kakak meninggal, hidup kakak akan tetap ada di kamu"

"Mana bisa Dini tanpa Kak Daksa. Aneh-aneh, udah ah"

"Kan ada Kak Vanya. Dia udah kayak kakak kamu kan" hatiku sangat ngilu, kenapa Daksa selalu membahas tentang ini?

"Ekhemm.. Ini minumannya diminum. Mas Daksaa ikut bentar yuk" Pintaku. Dia mengikuti langkah kakiku masuk kedalam kamar

"Aku mau keluar bentar yah"

"Kemana?" tanya Daksa

"Adaa lahh. Bentar doang kok"

"Aku anter yah"

"Dini gimana Mas?"

"Jagain Gala lah sayang. Yahhh" aku mengangguk kemudian mengganti pakaianku dan memakai jilbab.

"Mas Daksaa ke toko bunga dulu yah" Daksa tersenyum kemudian berhenti di salah satu toko bunga. Aku membeli mawar putih, bunga Aster emas dan melati. Setelahnya aku mengajak Daksa sebuah TPU

"Assalamualaikum Sayang" Aku mengusap batu nisan itu dengan lembut. Membersihkan rumput dan kotoran. Daksa hanya diam, aku tahu dia sedang bingung

"Gimana kabarnya? Maaf yah tahun kemarin aku gak bisa kesini buat do'ain kamu. Selamat ulang tahun, pasti kamu udah bahagia yah di sana. Sesuai dengan ucapanmu, aku bahagia tanpa kamu. Aku gak mau ngecewain kamu. Ini Mas Daksa, suamiku. Maaf kalau permintaan terakhirmu ternyata gak bisa aku kabulin. Tapi dari dia hadir Galaksi, anakku, dan semoga akan hadir lagi dari mas Daksa. Terimakasih sudah pernah membuat hariku berwarna. Terimakasih sudah mau menjadi cerita dalam hidupku. Aku sayang sama kamu. Aku pamit dulu yah. Adit baik-baik yahh, Assalamualaikum" Aku mengusap air mataku yang jatuh kemudian terdiam dan berlalu dari tempat itu.

"Sayang-"

"Aku tahu kamu bingung. Dia Adit, Mantan pacarku, sama seperti kamu yang selalu sabar menghadapi tingkah lakuku, manjaku, nakalku, marahku, nyebelinnya aku tanpa marah sedikit pun. Ceritanya panjang, intinya dia pernah menjadi orang terpenting dalam hidupku sebelum dia meninggal karena Kanker stadium akhirnya" Daksa tersenyum kemudian membawaku kedalam pelukan hangatnya.

Sesampainya di parkiran Apartemen, aku melihat Dini di tarik masuk ke dalam mobil, begitu pula dengan Daksa. Mobil itu berlalu pergi, kami mengikutinya, namun sialnya mobil itu terlalu cepat membuat Daksa tak bisa menghentikannya. Mobil itu berhenti di pinggir jalan, Dini keluar dari mobil pada akhirnya aku dan Daksa pun ikut turun dari mobil

"AKRAM STOP!! AKI CAPEK AKRAM AKU CAPEK! JAUHI AKU AKRAM!!"

"ENGGAK DINI! KESALAHAN TERBESARKU YAITU MELEPASMU, AKU TIDAK AKAN PERNAH MELEPASMU LAGI KALI INI"

"ENGGAK. GAK BISA AKRAM ENGGAKKK.."

"CUKUP DINI CUKUP!! AKU TIDAK AKAN MENURUTIMU LAGI" Aku melihat Dini melepaskan tangannya dari cengkraman Akram dan langsung melarikan diri. Daksa berlari mengejar Dini

BRAKKKKKKKK

"DAKSAAAAA DINIIIIIIII"

Deg

And anymoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang