AA:34

31 4 0
                                    

Mama dan Papa memutuskan untuk pulang hari ini. Seminggu setelah pernikahan kami, aku sempat meminta Papa untuk tidak segera kembali ke Indonesia. Namun kata Papa, pekerjaannya sudah tidak bisa untuk ditinggal lebih lama. Setelah itu aku dan Daksa duduk berdua diranjang dengan aku yang dipeluknya saat ini.

"Mas, kita kan udah nikah. Aku sekarang satu kamar sama kamu. Ada adikmu yang masih sekolah, dan anakku-"

"Dia bukan anakmu ajah Vanya! Dia anakku juga. Kamu gak mau dia anggep aku ayahnya?"

"Ckk.. Engga bukan gitu, jadi kan kita juga udah punya anak. Sedangkan apartemenku dan apartemenmu sama-sama memiliki dua kamar. Terus kan tempat kalau sudah 3 bulan gak dihuni.. Yaa kamu tau lah mitos orang Indonesia, tapi banyak yang bener kan. Jadi- umm kita bisa misalnya minggu ini ke apartemenmu. Minggu depan ke apartemenku. Cuman-"

"Aduh sayang jangan berbelit-belit. Kamu mau rumah?" tanta Daksa menatapku

"Iyaaahh, gimana yah. Bukan mau rumah sih, boleh gak kita pindah ke Indonesia ajah? Aku ada Apartemen kamar 3" Daksa tersenyum ke arahku, yang semulanya bersandar denganku di kepala ranjang, posisinya menjadi terduduk saat ini.

"Boleh. Tapi gak sekarang! Galaksi masih terlalu kecil buat diajak perjalanan jauh!" aku tersenyum mendengar perkataannya, kemudian aku mengangguk sebagai jawaban bahwa aku setuju.

Aku memeluknya, menyandarkan kepalaku di dadanya, tak lama kemudian Daksa mengecup singkat keningku. Aku menatapnya lekat-lekat. Kemudian secara spontan mencium bibirnya. Karena malu, aku menenggelamkan kepalaku didadanya lagi. Daksa meraih kepalaku, membuatku menatap wajahnya. Ia mencium bibirku cukup lama, ciuman itu kemudian berubah menjadi lumatan yang lembut.

Pagi ini aku terbangun cukup telat, karena aku tidak melihat Daksa disampingku. Aku menoleh ke arah dinding, sekarang sudah pukul sembilan pagi. Aku mengingat kejadian semalam, dimana dia sangat berhati-hati dan sangat lembut. Sebisa mungkin dia membuatku merasa nyaman dan menikmati segalanya. Setelah cukup lama aku mengingat kejadian semalam, kulihar Handphoneku berdering. Menandakan bahwa ada yang menelfonku

"Assalamualaikum Mas"

'Waalaikumsalam sayang, bisa ke Rumah sakit gak? Aku kangen nih sama Galaksi'

"Oh jadi cuman Galaksi-eh pantes dia rewel. Ternyata ada yang lagi ngangenin toh"

'kangen Mommy nya juga sih. Yaudah kesini yah sayang,

"Iyah, kamu mau nitip apa? Aku bawain"

'Engga. Cuman mau kamu ajah'

"Yaudah, aku kesana dulu sayang. Assalamualaikum"

'Waalaikumsalam my wife'

Sambungan telefon terputus, aku mengganti pakaian Galaksi dan gedongannya menjadi warna putih. Setelah itu baru aku yang mengganti pakaianku. Aku dan Galaksi menuju rumah sakit. Karena kebingungan mencari ruangan baru Daksa, aku berinisiatif menanyakannya kepada resepsionis dimana keberadaan Daksa.

"Maaf, apakah sudah membuat janji konsultasi dengan Dr. Daksa sebelumnya?" tanya perawat itu padaku

"Apakah seorang istri harus membuat izin bertemu dengan suaminya?" perawat itu menatapku dan Galaksi secara bergantian.

"Oh begitu, anda naik saja ke lantai 7, belok ke kanan ruangan yang berhadapan dengan lorong adalah ruangan Dr. Daksa. Jika beliau tidak ada, anda bisa turun ke lantai 5. Ruangan didepan lift adalah ruang istirahat Karyawan. Pasti disana ada Dr. Daksa" karena tidak puas dengan jawaban resepsionis, aku memberi pesan kepada Daksa, dan dengan segera aku menuju ruangannya.

Setelah sampai didepan pintu karyawan aku sedikir melirik ruangan yang bertuliskan nama Daksa. Beberapa perawat terlihar keluar masuk dengan membawa bingkisan atau bahkan bekak makan. Aku mengetuk pintu tersebut, seorang perawat mendatangiku dan tersenyum.

"Maaf, mencari siapa.yah?" tanya perawat itu padaku

"Aku mencari Dokter Daksa. Apakah beliau ada? Aku sudah membuat janji temu dengannya"

"Maaf bu, Sekarang jam istirahat Dokter Daksa. Anda bisa menemuinya nanti atau bisa bertemu dengan dokter kanker lain di rumah sakit ini"

"Dia suamiku, dan dia yang menyuruhku datang kemari" seperti halnta dengan perawat tadi. Perawat didepanku langsung berwajah sinis melihat kearahku dan Galaksi

"oh silahkan masuk" dia mengantarku ke ruangan Daksa. Banyak perawat yang ada didepan mejanya, mencoba menawaekan makanannya, namun Daksa menolaknya dengan mentah-mentah. Daksa melihat ke arahku, dia berdiri. Memeluk pinggangku dan menuntunku ke sofa.

"Dia istriku, kami sudah menikah satu bulan yang lalu" para perawat yang tadi ceria langsung bermuka lesu, aku mengacuhkan mereka semua. Karena lapar, aku menyuruh Daksa untuk memesankanku makanan. Tak berapa lama kemudian, makanan sampai. Dan Daksa harus turun untuk mengambilnya. Seorang perawat masuk ke ruangan Daksa. Menaruh sebuah berkas dan menghampiriku

"Kau istri Dr. Daksa?" aku tersenyum dan mengangguk

"Oh, pantas saja kini mereka lesu" ujarnya

"Hum? Kenapa? Memangnya ada yang salah?"

"Ah tidak, hanya saja banyak yang patah hati" aku mengerutkan dahiku sebagai tanda bahwa aku sedang bertanya

"Banyak yang mencintai Dr. Daksa, namun tidak bisa merebut hatinya. Kau datang, mereka ssmua patah hati. Terlebih kau menggendong bayi, apakah kau...?"

"kau tidak perlu tahu tentang kami. Pada intinya kami menikah secara sah. Dia ayah anakku! Dia mencintaiku dan aku mencintainya" perawat itu meninggalkanku dengan wajah yang kesal. Daksa datang kepadaku, melihatku yang sedang cemberut dengan menyusui Galaksi. Daksa mengernyit kepadaku sambil membukakan makanannya

"Ada apa sayang?"

"Berapa banyak yang suka atau cinta sama kamu di Rumah Sakit ini?"

"Entahlah. Aku gak peduli sama mereka, disini aku bekerja, bersikap normal, jadi kalau mereka suka sama aku yah. Yaudah, aku udah jadi suami kamu sekarang-eh aku bakalan kenalin kamu keluar" aku hanya diam menyetujuinya, lagi pula kan tidak lama lagi kita pindah ke Indonesia. Setelah itu Daksa menuntunku keluar ruangan, meminta perhatian mereka dan mulai memperkenalkanku

"Baiklah, jadi saya ingin memberitahukan bahwa saya sudah menikah, dan seseorang di samping saya ini adalah pendamping hidup yang saya cintai. Jika ada dari kalian yang, maaf-mungkin menaruh hati pada saya. Tolong pengertiannya, karena saya sudah ada yang memiliki-"

"Mau-mau ajah jadi kambing hitam" Daksa melirik seseorang yang sedang menggerutu itu dan kemudian melanjutkan pembicaraannya

"Anak yang sedang digendong istri saya adalah anak saya! Kalian tidak perlu berpikir yang tidak-tidak. Atau berpikir saya adalah kambing hitam!!" setelah itu Daksa membawaku kembali ke ruangannya.

And anymoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang