8- Ditungguin

129 39 18
                                    

Gue bakal tetep nunggu kok, meskipun yang ditunggu malah berlalu.

♣♣♣

Dipagi yang cerah ini sangat seirama dengan mood Ara yang juga cerah. Ia turun dari mobilnya dengan senyum yang terus terpancar. Ya, pagi ini Ara memakai mobil karena ia ada rencana ketemu klien, jika ia mengandalkan kendaraan umum, kemungkinan besar ia akan ngaret. Makanya ia memilih menakai mobilnya.

Saat sampai didepan pintu butiknya, mata Ara terbelalak kala melihat ada sosok cowok yang tertidur di kursi yang ada di depan pintu butiknya itu.

Dengan wajah lusuh dan mata yang masih terlelap, tak dapat membuat Ara lupa bahwa dia adalah Ezra.

"Ra." Panggil Poppy yang baru saja datang.

Ara pun mengarahkan tubuhnya ke samping, dimana tempat Poppy berada.

"Dia tidur disini semaleman, soalnya dia nungguin lo." Jelas Poppy tanpa Ara minta penjelasan. "Awalnya dia minta alamat rumah lo, tapi gue gak kasih. Karena gue tau lo nggak mau kalau ada yang tau rumah lo kan?"

Ara mendesah pelan, Ezra selalu lebih peduli tentang keinginannya daripada keselamatannya.

"Yauda, lo buka butik biar gue bangunin nih bocah."

Setelah Poppy memasuki butik, Ara langsung berjongkok tepat didepan wajah Ezra.

"Zra, bangun." Ucap Ara lembut seraya menepuk pelan pipi cowok itu.

Ezra menggeliat, matanya mulai terbuka. Kala melihat ada sosok Ara tepat didepannya, Ezra langsung tersenyum lembut.

"Selamat pagi, bidadariku." Ucap Ezra dengan tangan yang terulur mengusap pipi Ara.

Ara menghela nafas panjang, kemudian ia melepaskan elusan tangan Ezra dari pipinya.

"Kamu sekarang jadi gelandangan ya? Tidur didepan toko orang." Ketus Ara sambil berdiri dan merapikan bajunya.

Ezra terkekeh, ia mendudukkan tubuhnya yang terasa pegal akibat tidur dikursi yang keras itu.

"Aku disini lagi nunggu, tapi yang ditunggu lagi nggak mau ditunggu. Mungkin lagi asik sama yang baru." Sindir Ezra yang membuat Ara langsung menatapnya kesal.

"Kamu baru nunggu sekali aja udah ngeluh, apalagi kalau kamu nunggu berkali-kali, mungkin udah nyerah." Balas Ara yang membuat Ezra tersenyum kikuk.

Dulu Ara memang selalu menunggunya didepan kelas Ezra kala pulang sekolah, karena Ezra tak pernah mengijinkan Ara pulang sekolah sendiri naik angkutan umum, jadi Ezra selalu mengantar dan menjemput Ara selama 3 tahun Smanya. Namun setiap pulang sekolah, Ara selalu dilatih kesabarannya karena Ezra selalu mengulur waktu dengan bermesraan dengan gadis-gadis dikelasnya.

Ara selalu sabar, dan berusaha untuk menutup mata kala melihat Ezra bermesraan dengan gadis lain serta menulikan telinga kala mendengar ucapan manis Ezra pada gadis-gadis itu.

"Pulang Zra, aku lagi sibuk. Lagian aku gak mau pelanggan aku pergi gara-gara liat ada orang gila didepan toko aku." Ucap Ara dengan menekankan kata 'orang gila'.

Entah hati Ara terasa sakit kala otaknya kembali memutar adegan Ezra yang bermesraan dengan gadis-gadis waktu Sma dulu.

Tangan kanannya memang untuk menggenggam Ara, namun tangan kirinya entah kemana untuk mencari mangsa. Senyumannya memang untuk Ara, namun bibirnya sudah dirasa oleh semua gadis didekatnya, kecuali Ara.

"Aku memang gila, karena udah nyakitin kamu yang waras, dengan cara dekat pada gadis-gadis gila sepertiku." Ucap Ezra dengan tatapan sendu.

Ara berdecih pelan, "kalau kamu sadar jika kamu gila, tapi mengapa kamu nggak berusaha untuk menjadi sembuh dan waras sepertiku?"

❤❤❤

Mood yang semula secerah sinar mentari pagi tadi, berubah menjadi mendung semendung siang ini. Sudah berapa lembar saja coretan kertas yang ia buang, namun belum menemukan desain yang bagus menurutnya.

Ya, selepas perdebatan dengan Ezra tadi. Mood Ara menjadi sangat tidak stabil, apalagi kala ia mendapa kabar bahwa kliennya membatalkan pertemuan dengannya.

"Kenapa yang membuat luka malah selalu ada? Semesta aku nggak suka leluconmu." Lirihnya.

Ara membuang nafasnya kasar, ia tak mungkin terus berlarut dalam persaan yang campur aduk ini. Kemudian ia memilih untuk meraih tas kecilnya dan keluar dari ruangannya.

"Mau kemana Ra?" Tanya Poppy yang tengah menata sebuah gaun di manekin.

"Cari angin."

Kemudian Ara memasuki mobilnya dan melajukan dengan cepat, ia sebenarnya tak memiliki arah tujuan. Namun ia juga jauh lebih bingung jika hanya berdiam diri di butiknya, dengan perasaan yang sangat menyiksanya.

"Taman." Ya, kini Ara telah memiliki tujuan. Dan tujuannya tak jauh-jauh dari kata Taman.

Mobil Ara terparkir rapi di parkiran taman kota itu. Kemudian tak lupa ia meraih tas kecilnya. Ia tak membawa kertas dan alat desain lainnya, karena ia sedang ingin berjalan-jalan dulu, untuk menenangkan pikirannya yang selalu teringat tentang masa lalunya itu.

Ara memilih duduk disebuah kursi taman yang berada tepat di pojokan taman itu. Hingga ia dapat mengamati tentang apa saja kegiatan para pengunjung taman pagi ini.

Hingga tiba-tiba ada sepasang remaja yang berseragam putih abu-abu tengah duduk di kursi sebelah Ara. Ara yakin bahwa mereka adalah sepasang kekasih yang tengah bolos sekolah demi pacaran. Dasar anak jaman sekarang.

Namun, sebuah perdebatan kecil diantara kedua remaja itu membuat Ara yang semula fokus pada kondisi taman, menjadi sedikit menghilang. Dan malah fokus ke perdebatan kedua remaja itu.

"Aku tu gak suka kamu deket sama cewek-cewek disekolah, apalagi sama si Bella." Protes si cewek sambil memasang wajah cemberutnya.

Namun si cowok malah tertawa renyah menanggapi ocehan kekasihnya itu.

"Kok malah ketawa, aku serius, nggak bercanda." Lagi-lagi si cewek memprotes.

"Aku tu ketawa karena aku seneng kalau kamu marah kayak gini. Kan aku jadi yakin kalau kamu itu benar-benar sayang ke aku. Beda lagi kalau kamu cuma diem pas aku deket sama cewek lain, berarti tandanya kamu gak sayang sama aku." Jelas si cowok yang membuat Ara terpaku.

"Apa pikiran Ezra dulu juga seperti itu?" Batin Ara.

Karena dulu, Ara akan tetap diam meskipun Ezra secara terang-terangan dekat dengan cewek lain. Dan kala Ezra membahas cewek lain di dalam hubungannya, Ara akan menanggapinya dengan santai pula. Karena Ara selalu merasa jika kepercayaan dalam sebuah hubungan adalah kunci utama. Jadi Ara selalu percaya pada Ezra, jika Ezra hanya main-main tanpa perasaan dengan gadis-gadis lain itu.

"Kamu boleh percaya sama aku, tapi kamu juga harus tetep waspada kepadaku. Karena manusia ladangnya khilaf, jadi harus tetap diingatkan. Dan aku suka kalau kamu yang mengingatkanku." Tambah si cowok yang semakin membuat Ara terpaku.

"Apa aku terlalu percaya, hingga kamu terlena?"

✌✌✌

My Favorite MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang