Chapter 07

115 9 2
                                    

"Lo mau kemana?" Alki menaikkan sebelah alisnya menatap Mella dari atas sampai bawah.

Gadis itu mengerutkan kening nya lalu ia kembali menatap penampilannya.

"Ada yang salah ya?" tanya Mella. Gadis itu mengenakan sweater berwarna peach dipadukan dengan celana hotpans berwarna biru dongker. Serta tas slingbag.

"Salah banget!" ucap Alki. Pria itu duduk di atas motor Scoopy hitamnya yang ia parkir tepat depan gerbang rumah Mella.

Mella berdecak kesal. "Ck! Udahlah gak usah aja jalan-jalannya. Jadi males gue," kesal gadis itu hendak berbalik. Namun dengan cepat Alki menahannya.

"Eh-eh-eh? Bentar." Alki langsung turun dan berdiri di hadapan Mella.

"Apa? Mau komentar tentang penampilan gue?" ketus Mella.

"Enggak. Maap deh. Lagian elo malam-malam gini mau naik motor pakai celana pendek. Nanti kalau pantat elo masuk angin gimana? Bisa kentut mulu nanti dah! Ganti celana panjang dulu deh sana!" perintah Alki tegas. Memang jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, sebab Mella dengan sengaja mengulur-ulurkan waktu berharap Alki membatalkan acara jalan-jalan.

"Ck! Iya deh." Mella berjalan melewati Alki sambil menghentakan kakinya kesal.

✒✒✒✒✒

"Kita mau kemana sih? Perasaan dari tadi muter-muter aja," kesal Mella yang pinggangnya sudah terasa sakit karena terlalu lama duduk di atas motor.

"Namanya juga jalan-jalan, Mel. Memangnya elo lapar? Mau makan batagor gak?" tanya Alki sedikit menoleh ke belakang.

"Memangnya elo ada duit?" sinis Mella.

Alki menunduk malu, memang benar ia bukan pria seperti teman-temannya yang berdompet tebal. Ia tak bekerja, ayah nyahanya seorang dosen, ibu nya hanya IRT ditambah abang nya yang sedang kuliah membutuhkan banyak dana.

Dari dulu hingga sekarang ia selalu dijuluki 'si dompet tipis' tapi ia tak pernah marah. Sebab ia memang seperti itu. Namun terkadang ia juga sangat kesal. Karena julukan ini ia sangat susah menemukan pujaan hatinya. Ada pepatah daerah yang sering di ucapkan Bowo. "Gak ada uang gak ada cewek. Ada uang ada cewek." mungkin pepatah itu benar.

"Ada kok. Batagor palingan lima rebu ditambah teh manis tiga rebu. Seorang gak nyampai sepuluh rebu kok." ucap Alki lalu membelokan motor nya menuju jalan Senopati, dimana di jalan tersebut ada banyak penjual makanan kaki lima yang harga nya sangat cocok dengan isi dompetnya.

Sesampainya di warung batagor Alki mengambil tempat duduk yang kosong. Mereka duduk di bawah yang hanya dilapisi tikar tersebut.

"Bang batagor sama teh manis dua!" Alki mengangkat tangan nya.

Mella yang duduk di hadapan Alki hanya diam. Dia bukan tipe cewek yang harus makan di restoran mahal atau caffe. Begini saja ia juga mau. Namun akan lebih baik di tempat seperti restoran.

"Lo mau kan batagor?" tanya Alki.

Mella berdesis, "udah dipesen baru nanya." ketus gadis itu yang lebih memilih menatap ke arah lain.

"Di sini kan warung batagor. Kirain elo gak mau. Biar gue yang habisin aja. Hehe ..." pria itu terkekeh dengan wajah malu-malu bangsat.

"Eh, Mel. Gue mau nanya sesuatu sama lo. Boleh kan?"

"Itu lo udah nanya," balas Mella jenuh.

"Gue serius," ucap Alki dengan wajah super serius.

"Gue juga lebih serius." Mella melipat kedua tangan nya di atas meja kecil dan menatap tajam ke arah Alki.

ALKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang