Chapter 14

117 13 2
                                    

Gadis yang menggerai rambut hitamnya tampak gelisah di atas kasur nya. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Namun mata sipit nya enggan untuk tertutup.

Hingga akhirnya gadis itu memilih duduk diatas kasur nya, dengan lampu tidur yang menjadi penerangan nya di dalam kamar nya yang remang-remang itu.

Ia mengusap wajah nya kasar lalu meraih ponsel yang berada di bawah bantal nya.

Ia menatap ponsel nya nanar, ia membaca isi pesan lama antara ia dan Dimas kekasih nya itu, ralat mantan kekasihnya itu.

Ia menghembuskan nafas nya kasar, lalu kini ia beralih ke riwayat chat ia dengan Alki. Mendadak rasa bersalah mengerubungi hati nya. Ia hanya menatap pesan-pesan dari Alki yang sama sekali tak pernah ia balas. Hanya satu dua saja yang ia balas.

Sudah dua hari semenjak kejadian memalukan di kantin itu ia tak bersekolah. Dengan alasan sakit. Padahal ia takut untuk bertemu Dimas dan Alki. Namun lebih tepat nya Alki. Pria yang sangat sering ia sakiti hati nya.

"Gue harus berani. Gue besok harus sekolah dan anggap semua nya gak terjadi apa-apa." gumam gadis itu menaruh kembali ponselnya dia bawah bantal.

✒✒✒✒✒

Mella berjalan santai melewati koridor sekolah. Kali ini ia akan menuju kantor untuk mengumpulkan tugas yang sempat ia tunda karena libur.

Memasuki kantor, ia menaruh buku bersampul coklat itu diatas meja guru.

"Iya, saya keluarga dari Alki Danendra." suara itu membuat Mella sedikit melirik kearah seorang pria bertubuh kekar dan tegap. Sorot mata pria itu tajam, rahang nya tegas, dengan bibir sedikit tebal serta alis hitam lebat.

Mella mengerutkan dahi, sedikit heran dan kepo siapa pria muda itu. Ia berpura-pura sibuk mencari buku. Padahal sedari tadi ia menajamkan telinga nya.

"Iya, saya abang dari Alki. Saya minta maaf untuk masalah tempo hari bu. Saya kesini juga bukan hanya untuk meminta maaf namun juga mau ijin kalau Alki tidak bisa masuk sekolah untuk beberapa hari kedepan." ucap pria tadi dengan nada cukup dingin.

"Iya, tidak apa. Saya mengerti, anak remaja seperti Alki memang labil. Kadang suka tidak bisa mengontrol emosi. Tapi tetap saja, Alki salah. Dia harus di hukum dengan di skors selama tiga hari. Dimulai hari ini." ucap guru BK itu.

Pria itu mengangguk mengerti.

"Tapi saya mau tahu, kenapa Alki tidak sekolah untuk beberapa hari kedepan?" tanya guru BK itu.

"Adik saya--"

"Eh, Mel! Lo ngapain disini?" tanya Intan teman sekelasnya. "Bel masuk udah bunyi dari tadi loh." sambung gadis itu lagi.

Mella menoleh kebelakang. Ia menghembuskan nafas nya, sebab anak itu mengganggu acara menguping nya. Dengan malas ia berbalik keluar dari kantor meninggalkan Intan yang terbengong.

✒✒✒✒✒

Pria berambut berantakan itu mengayun-ayunkan kedua kaki nya. Mata nya mantap ke arah langit berwarna biru. Disisi nya ada gitar berwarna hitam beserta buku notes.

Sudah sejak 10 menit yang lalu ia terdiam menatap kosong kearah langit. Saat ini pria itu tengah bersantai di rumah pohon belakang rumahnya.

Detik berikutnya ia tersentak begitu ponsel di saku celana pendek nya bergetar.

Tertera nama sang kakak.

Andi es balok

Km dskors 3 hr. Udh abng ijinin klw km lbr.

Alki berdecak sambil menahan senyum. Abang nya yang satu ini benar-benar sangat irit bicara. Bahkan lewat ponsel saja lebih irit.

Dalam hati ia sedikit lega sebab ia akan libur selama beberapa hari kedepan. Ia akan memanfaatkan waktu libur untuk memperbaiki hati dan mental nya.

ALKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang