🍁🍁🍁
Gue pernah denger,
cerita sama orang lain itu lebih enak dari pada temen terdekat sendiri. Mungkin itu yang dirasain Lia sekarang, entah sadar apa nggak dia malah cerita begitu banyak ke gue. Mungkin emang nih, anak nggak sependiem keliatannya.
"Gue bersyukur banget punya sahabat kayak Sevi."
"Ya sih, cuman cara dia ngeliatin gue kayak mau nonjok aja," celetuk gue. Eh, spontan gue langsung tutup mulut pake tangan, ini kenapa nih mulut keceplosan.
"Soal itu maaf ya, lo pasti udah tau 'kan berita tentang gue yang beredar di sekolah? Ini juga alasan kenapa Sevi jadi sinis ke orang."
Maksudnya yang Lia pacaran sama Pak Nando?
"Eh gue malah curhat sama lo, padahal kita nggak terlalu dekat."
Baru sadar ternyata nih anak.
"Santai aja kali, gue juga nggak papa kok."
Gue sih nggak masalah kalau orang lain cerita, seperti Paula bilang, gue tuh punya aura-aura yang buat semua orang pengen ngungkapin isi hatinya. Semacam tempat bersandar.
Gue sih nganggepnya Paula terlalu berlebihan, tapi ini bukan pertama kalinya seseorang curhat sama gue. Udah banyak, sampe beberapa ada yang gue lupa dia curhat apaan.
"Lia!"
Pandangan gue langsung ke arah pintu. Gue kaget sekaligus agak canggung, gimana nggak? Pak Nando di sini, dia kayaknya khawatir banget sampe keringatan kayak gitu, padahal Lia-nya sendiri gue liat baik-baik aja. Jadi pengen dilapin 'kan dahinya, Eh.
"Kamu nggak papa 'kan? Kata Sevi kamu hampir pingsan, muka kamu pucet, ada yang sakit, kaki, kepala?"
Berasa kayak nonton drama korea versi nyata nih, dan gue merambat jadi nyamuknya. Cuman bisa nopang dagu, aduh yang kasmaran serasa dunia milik berdua. Padahal Lia cuman pucet doang, nggak parah sampe berdarah-darah, tapi wajah Pak Nando yang panik seakan Lia baru saja terkena bencana.
"Kak itu ...." Lia beri isyarat ke Pak Nando biar ngeliat ke arah gue.
Kak? Beneran dah, Kakak Nando gitu?
"Kenapa?" tanyanya, lalu Pak Nando noleh dan baru sadar ada gue, dia langsung ngejauh lalu senyum canggung ke gue, muka Lia jadi merah. Mungkin malu.
"Eh, Pak saya mau ke toilet sebentar,"
Mungkin karena panik, gue sampe lupa harus nuruni kaki yang mana dulu. Jadinya, kaki gue yang sakit semakin berdenyut. "Aduh!"
"Eh, kamu tidak papa?"
Gue nyengir. "Nggak kok Pak, lanjutin aja."
Gue sih masih pengen tau mereka mau ngapain aja di sini, cuman dari tatapan-tatapannya gue berasa kayak diusir. Mendingan gue nyadar diri 'kan?
"Eh, Cit toilet di sana 'kan ada?" ucap Lia.
"Gue toilet di luar aja, di sana bau, ada yang ngambang-ngambang."
Apaan dah nih mulut, mana ada toilet di UKS yang kayak gitu. Kayaknya dua orang ini lagi nggak konek, jadinya percaya aja sama ucapan gue.
Sesungguhnya, gue nggak bener-bener mau pergi ke toilet, cuman alesan doang. Gue masih di depan pintu, sembunyi di balik tembok sambil nahan kaki, merhatiin mereka.
"Cit, lo ngapain?" tanya Paula yang entah sejak kapan di belakang gue. Spontan, gue tarik dia.
"Diem!" bisik gue.
"Tapi kaki lo gimana?" Dia melanin suaranya, "ini gue bawain lo roti."
"Bentar dulu, tuh liat."
Paula ngelebarin mata, kaget, tapi sedetik setelahnya Paula jadi ngikutin gue, merhatiin romantisme mereka,
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Cewek & Ceritanya
Historia CortaKenapa cewek mudah baper? Mudah nangis? Mudah dibohongin? Susah ditebak? Dan gue Citra, bakalan ungkap semuanya di sini. Ini hal yang belum tersampaikan dari para cewek mengenai sifat-sifat tersembunyi mereka. Kebiasaan kecil sampai yang berbau asm...