🍁 Beneran? 🍁

208 21 8
                                    

🍁🍁🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁🍁🍁

Nggak kayak biasanya,

murid cowok bakal duluan ngantuk kalau jam pelajaran di mulai, kali ini mata mereka melek melebihi iklan kopiko. Mereka fokus ke depan merhatiin guru, garis bawahi cuman merhatiin wajahnya. Kalau gue telisik dari mata kecurigaan perempuan, hanya sekian orang dari mereka yang bener-bener merhatiin pelajaran, dan itu nggak termasuk Dimas, Rafli, Diki, Angga, sama Putra.

Okey, untuk kali ini nggak bakal belain kaum gue---kaum cewek--- karena pada dasarnya wajah emang poin memikat baik itu cewek atau pun cowok. Kalau ada yang bilang, nggak setiap orang menilai tampang, emang nggak, tapi yang mikir gitu hanya sekian dari jutaan manusia di dunia ini. Pada dasarnya mata menjadi indra yang sangat dimanjain, makanya yang seger lebih menarik diliat.

"Ini beberapa pokok bahasan yang akan kita pelajari," ucap Bu Geni setelah nulis beberapa baris kalimat di papan, "karena ini pertemuan pertama kita dan saya belum terlalu hafal nama kalian, jadi saya cuman memberitahukan bahasan---"

"Bu, nanti kita bakalan sering ketemu kok!" celetuk Rafli.

Kalau Gema kang gosip, nih cowok kang ngerdus.

"Bu, ada nomor wa nggak? Nanti kalau ada masalah tentang pelajaran saya bisa langsung tanya!" balas Diki.

"Dasar modus!"

Gue bisa dengerin gumaman Rika, di belakang gue.

Di saat anak-anak cowok sibuk godain guru, mata gue ngeliat ke arah bangkunya Fara sama Riri. Karena posisinya Fara nggak jauh dari bangku gue, jadinya apa yang dia tulis di buku bisa gue liat meski nggak jelas. Dan tau dia nulis apaan?

Park Jimin.

Haduh! Kebiasaan umum cewek, suka banget nulis apapun di buku, biasanya idola atau nama pacar. Kayak Fara contohnya. Gue pun juga sih sebenarnya, tapi bedanya gue lebih sering coret benang kusut daripada nama.

"Sudah, pelajaran bakal selesai beberapa menit lagi, sebelum jam istirahat apa masih ada yang mau bertanya?"

Anak cewek senyap, yang cowok udah rebutan angkat tangan, tapi belum sempat milih siapa yang bakal nanya duluan. Orang yang dari tadi nggak masuk, dateng.

"Maaf Bu, tadi saya---Kak Geni!"

Eh, Gema bilang apa? Kak?

"Dateng juga kamu, udah selesai bolosnya?"

"Eh, Gem, lo kenal Bu Geni?" tanya Wira masih di bangkunya.

Gema diem, malah natap Bu Geni kesel gitu. "Saya boleh duduk nggak?"

Itu Gema nanya kayak nggak niat.

"Kamu boleh duduk," Gema balik ke tempat duduk, samping Wira, sebelum itu dia sempet natap gue tajem, ya gue baleslah pelototin balik.

"Tapi karna sudah membolos pelajaran saya, kamu harus merangkum materi bab satu dan bab dua."

"Lah kok---"

"Nggak boleh membatantah!"

Kriiiiinggggg....

"Karena bel sudah berbunyi, jam pelajaran saya sudah selesai, untuk minggu depan saya minta masing-masing membawa satu buku fiksi, kita bakal masuk ke bab menganalisis paragraf."

Setelah Bu Geni keluar, nggak lama, karena udah kebelet penasaran, jadinya pada ngumpul, kecuali gue, masih gedeg gue sama tuh anak. Biasanya ini kang gosip yang suka cari berita, sekarang dia yang jadi bahan gosip.

Pertanyaan kenapa Gema bolos tadi berganti menjadi, apa hubungannya Gema dan Bu Geni?

"Eh Gem, lo kenal Bu Geni?"

"Serius lo kenal?"

"Beneran?"

"Nipu lagi lo."

Udah nyampur tuh pertanyaan.

"Diem dulu napa, ngebacot mulu lo pada!" teriak Gema.

Lah marah?

"Eh slow Bro," ucap Diki

Gema narik napas. "Gini, kalau mau tau 'kan Bu Geni itu siapanya gue?"

Semua ngangguk, dan anehnya juga ikutan.

"Dia ... kakak gue, baru balik dari semarang, gue juga nggak tau kalau dia bakal ngajar di sini."

Demi apa? Masa sih Bu Geni kakaknya Gema. Kok nggak mirip ya? Selain itu dari wajahnya Gema kayak nggak suka gitu kakaknya ngajar di sini.

***

Cewek & CeritanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang