🍁 Paling Perhatian 🍁

681 24 0
                                    

🍁🍁🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁🍁🍁

Terus terang,

gue nggak bisa diem atau acara ngambek-ngambekan lama sama Paula. Selain, dia yang paling akrab sama gue di kelas, gue orangnya nggak tahan kalau nggak ngobrol, kemungkinan Paula juga nggak sadar kalau ada gegelagat beda dari gue. Karna emang gue orangnya moody dan cenderung susah ditebak.

Okey, gue nggak masalah kalau Paula deket sama siapapun, cuman, emang jadi kebiasaannya para cewek sering banget cerita apapun ke teman terdekatnya, begitupun sama Paula yang sering cerita ke gue, mulai dari yang berguna sampai unfaedah, tapi masalah Al, Paula nggak pernah bahas tentang itu.

Agak aneh gimana gitu.

"Siap nggak?" tanya Wira.

Siap nggak siap sih, kalau buat persiapan ini nggak cukup, cuman latihan 3 hari dan hari ke 4-nya tanding.

"Ini kelas nggak nyiapin minum?" tanya Riri.

"Ada, perangkat kelas udah nyiapin," ujar Wira, "tapi inget kalian fokus."

Sekilas ngeliat Wira kayak pelatih beneran, padahal mah pas latihan, dia cuman ngajarin nendang yang baik dan benar. Riri nurut, suatu hal yang baru gue liat selama setahun lebih satu kelas sama dia, entah karna ada dendam pribadi, dia sama Wira nggak pernah akur, kayak kemarin contohnya.

"Cit, nanti jangan lengah oke."

Gue ngangguk. "Lo juga, tapi nanti lo fokus sama bola, jangan dia doang."

Kening Paula kayak ngerut gitu. "Dia? Dia siapa?"

Gue nggak jawab karna udah ada aba-aba dari wasit kalau pertandingan akan dimulai. Mata gue ngeliat ke samping, dan itu pas banget ada Al, untungnya dia lagi nggak ngeliat gue.

Pertandingan dimulai setelah peluit dibunyikan. Paula berada di posisi pertahanan, gue dan Zaza maju. Yang paling lincah emang Zaza, tuh cewek gesit banget nendangnya, padahal di depannya ada dua pemain.

Dikit lagi, dan tendangannya ... gagal!

"Ah! Kipper-nya tuh kegedean!" protes suporter kelas gue.

"Curang kipper-nya tiga!"

Bisa banget deh kalau ngejelekin orang. Emang sih, lawannya kami apalagi kipper-nya itu, badannya gede banget. Berulangkali, bola terombang-ambing, kasian gue ngeliat bolanya.

"Cit."

Gue nendang bolanya, ngehalau satu pemain.

"Oper!"

Prittt...

Bola keluar. Dan yang nendang tim gue, Riri, permainan seketika menegangkan, suara penonton yang nggak tau itu dukung tim gue apa lawan, nyampur semua rasanya.

Setelah dapet bola, gue nyari kesempatan buat oper ke Zaza. Gue berusaha nyari celah.

"Body lotion semangat!" Otomatis gue noleh, siapa lagi yang manggil gue kek gitu! Fokus gue goyah, dan mungkin itu dimanfaatkan pemain lain.

"Aw!"

Serius nih, kaki gue sakit parah!

"Cit lo nggak papa 'kan?"

Gue diem di situ, Al, tuh cowok langsung bantu gue berdiri, Paula juga ikut bantuin. Gue duduk di pinggir lapangan, kaki kanan gue beneran sakit banget kalau digerakin.

"Woi gantiin Citra!"

Yang gantiin gue Olin. Tapi otak gue sama sekali nggak mikirin itu, gue malah fokus sama cowok yang lagi di depan gue. Al nyodorin sebotol air minum ke gue.

Semua cewek langsung gumbulin gue, ampun dah gue sesak jadinya. Udah nggak terhitung berapa banyak yang nanya, 'kaki lo nggak papa?'

"Cit, kaki lo nggak harus di amputasi 'kan?"

Amit-amit. Ini Rika nggak bisa dijaga tuh mulut!

Mungkin kebanyakan dari cewek itu manja, cuman cewek cenderung akan menunjukan perhatian kalau ada temannya yang terluka, nggak bisa dipungkiri, cewek lebih perhatian akan hal kayak gini,

***

Cewek & CeritanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang