Chap 7: Sekolah dan Hal Tak Terduga

144 20 0
                                    

Hari Senin adalah hari dimana semua aktifitas harian dimulai hingga akhir pekan nanti. Ada yang sibuk berbondong-bondong masuk ke kereta api listrik dengan jas yang sudah rapi untuk pergi bekerja. Ada pula yang berkomplot pergi bersama memakai seragam yang sama untuk pergi ke sekolah. Dihari ini pula aku akan memulai pekerjaan pertamaku sebagai seorang pengajar di sekolah yang sama dengan tempat Mio belajar. Meskipun kami satu tujuan tapi Mio sudah terlebih dahulu berangkat pagi buta bersama kawan-kawan gadisnya untuk upacara masuk sekolah setelah libur panjang. Aku masih di rumah.

Memakai jas yang ibuku belikan beberapa hari sebelumnya di Ginza saat kami jalan-jalan. Jas mahal yang kalau aku beli sendiri mungkin harus cicil 6 bulan seperti beli HP Xiaomi Readme 4 charger ada kamera bagus batre no drop. Aku tidak bisa pakai dasi, jadi bentuk ikatannya jajar genjang tidak jelas seperti ini. Harusnya aku sudah berangkat beberapa menit yang lalu tapi karena lapar jadi aku makan roti panggang dulu. Di rumah ini enak ada toaster, jadi aku tidak perlu memanggang roti pakai katel dan minyak bekas ikan asin.

"Ara? Belum berangkat?" Ibuku masuk ke dapur dengan gelas di tangannya.

"Aku pakai motor jadi mungkin lebih cepat" Jawabku.

"Bukannya lebih cepat kalau pakai mobil diantar Takkun?"

"Anak dan istrinya saja tidak mau diantar dia. Apalagi aku bu. Bukannya sampai ke sekolah malah jadi ke rumah sakit" Sindirku melihat Tarou sekilas melintasi dapur.

"Benar juga" Ibuku malah setuju.

"Kalau begitu aku berangkat sekarang" Ucapku sambil makan roti yang baru keluar dari pemanggang.

"Tunggu Rei-kun!"

Ibuku menghentikan derap langkahku. Dia menarik dasiku dan membetulkan ikatannya. Nah! Ini baru ikatan dasi ala pengusaha sukses. Ibuku sepertinya pengalaman. Mungkin waktu dulu dia mengurus Tarou atau ayahnya atau pacarnya.

"Untung mama sering memakai jas dulu dan belum lupa cara memasang dasi"

Eh si anjir, rupanya memang dia yang pakai jas. Tidak bisa kubayangkan wajah ibuku yang blah-bloh seperti ini pakai jas. Tapi aku lupa kalau dia ini Yakuza, pengusaha, dokter dan orang penting.

"Terima kasih ma. Dengan dasi ini sekarang aku merasa sudah sukses. Aku akan menawarkan produk obat dan mengajak anak sekolah untuk join line ku supaya mereka cepat kaya. Luar biasa!" Ucapku meniru gaya MLM pada ibuku.

"Arara~ Mama jadi ingat dulu sering lihat yang seperti itu dan mengajak mama untuk bisnis bersama saat masih muda"

"Lalu apa mama terima?"

"Mama buat bangkrut usaha palsu mereka sampai mereka bersujud minta bergabung dengan mama fufufu~" Balasnya sambil tersenyum.

Padahal dia senyum sangat manis. Tapi entah kenapa aku merinding. Satu dari ribuan kengerian ibuku adalah. Dia tidak sadar kalau dia itu sadis pada orang lain.

"Ya sudah aku berangkat sekarang, ini yang sungguhan. No turning back" Ucapku pamitan lagi untuk yang kedua kalinya.

"Rei-kun!"

Dia menahanku lagi. Tapi kali ini dia menyodorkan pipinya ke depan wajahku. Apaan ini? Apa maksudnya? Dia menunjuk pipinya. Oh ciuman pamit maksudnya? Yang benar saja. Aku ini laki-laki dewasa umur 23 tahun yang bahkan lebih tinggi dari ibuku sendiri.

"Yang benar saja ma. Aku ini sudah 23 tahun. Aku sudah dewasa untuk hal seperti ini" Ketusku.

"23 tahun? Ara! Kebetulan mama sudah 47 tahun."

Perkataannya seolah mengatakan kalau aku ini masih kecil dimatanya. Tapi tetap saja aku ragu untuk mencium pipinya yang lembut mulus itu. Aku takut bibirku kering dan dia jadi geli karena merasa kulit bibirku seperti amplas. Jadi aku tidak menggubris dan berusaha kabur dari wanita ini.

Love From The YakuzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang