Chap 3: Hidup Bersama Yakuza

299 30 0
                                    

Kupikir akan menjadi hal yang menyenangkan tinggal bersama wanita muda sebagai ibu angkat. Setelah aku berkata 'iya' pada perjanjian itu aku mulai menyesalinya. Yang tinggal di rumah ini ternyata sangat banyak termasuk Tarou. Hiroko juga ternyata bukan wanita muda seperti bayanganku, hanya fisiknya saja yang muda. Nyatanya dia memang sudah berusia 47 tahun. Sudah hampir setengah abad. Mengapa dia bisa terlihat sangat muda pastilah karena perawatannya yang luar biasa mahal sebagai kepala grup Yakuza. Dia pasti menghabiskan sebagian besar waktu dan uangnya untuk mempercantik dirinya. Pantas saja dia berkata ingin mengangkatku sebagai anak, toh usia kita memang berbeda 2x lipat. Seperti ibu dan anak. Tak kusangka ada wanita 47 tahun tanpa kerutan dan terlihat seperti SPG kosmetik 20 tahunan.

Sore ini aku sudah mulai pindah ke rumah Hiroko. Dia memaksaku memanggilnya 'Mama'. Kupikir karena dia mafia dia ingin dipanggil mami atau oka-sama. Tapi dia seperti merendah. Dia memanggilku dengan sebutan "Rei" dan diberi akhiran "kun" seolah aku ini bocah kemarin sore. Aku diberikan kamar. Kupikir juga akan bernuansa samurai, ternyata kamar biasa dengan tembok semen, cat biru, kasur single-bed dengan matras kapuk, meja belajar, komputer, gitar, lemari, tv, lemari es kecil hingga lemari pajangan. Cukup luas untuk kamar seorang diri. Sepertinya memang disiapkan untuk kamar anak laki-laki, atau pernah ada yang menempati kamar ini. Kamar Hiroko ada di ujung koridor yang sama dengan kamarku. Disana ada 2 kamar pelayan wanita dan di jaga oleh beberapa wanita dengan kimono. Akan sulit bagi para pria untuk bisa mendekati kamar Hiroko sepertinya. Kamar Tarou ada di paviliun yang lain, sementara kamar para pria ada di bangunan yang lain dekat dengan dojo atau tempat berlatih bela diri.

Si Boss sudah kembali ke hotelnya. Namanya adalah Sen'ichiro, Hiroko memanggilnya Sen-kun. Dia yang mengurus hotel itu atas nama Shinoda grup. Hiroko, dia sedang berada di dapur bersama para pelayan. Aku selesai membereskan pakaianku dan barang-barangku. Entah sampai kapan aku akan menggunakan kamar ini, tapi setidaknya aku harus mulai membiasakan diri dengan para Yakuza. Kudengar tugasku nanti ditentukan oleh Hiroko dan Tarou. Ah mereka itu adik-kakak kandung. Tarou memang adik asli dari Hiroko, nama mereka sama-sama Shinoda. Tarou sudah punya istri dan anak, mereka tinggal di paviliun yang sama dengan Tarou, istrinya adalah pekerja kantoran biasa sementara anaknya adalah gadis yang masih SMA. Hiroko tidak menikah, dia sempat menikah namun belum malam pertama, dia sudah membunuh kekasihnya karena tahu pria itu hanya ingin memanfaatkan Hiroko dan keluarganya. Aku tahu itu dari Boss Sen'ichi yang bercerita padaku sebelum kembali ke hotel. Dia ternyata orang yang baik dan enak di ajak bicara. Hiroko bilang tidak ada yang bisa ia percaya selain dirinya sendiri sejak saat itu dan menutup hatinya untuk percintaan.

Aku merebahkan diriku di kasur. Melihat ke langit-langit dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi padaku saat ini. Aku memasang earphone dan menyalakan musik dari ponselku cukup keras sambil terus menatap langit-langit. Sampai tiba-tiba seseorang mendobrak paksa pintu kamarku. Aku terkejut dan langsung melompat dari kasurku, berguling kesamping dan mengambil gitar listrik yang ada disana sebagai senjata.

"Bocah tengik! Kau tidak dengar kakakku memanggilmu?" Ternyata itu Tarou dan dia terlihat sangat marah.

"Ah maafkan aku. Aku sedang mendengarkan musik" Jawabku panik.

"Kakak lihatkan. Bocah sialan itu tidak apa-apa. Dia tidak akan bunuh diri" Kata Tarou ke seseorang di luar kamar.

"Bunuh diri? Kenapa?" Jawabku bingung.

"Syukurlah.. Kupikir kau tidak suka tinggal disini dan memutuskan bunuh diri." Hiroko masuk ke dalam kamar sambil tersedu-sedu.

"Woy..woy.." ucapku.

"Kalau begitu ayo kita makan. Aku sudah memasak masakan yang enak untukmu" Hiroko berhenti menangis, dia mengusap air matanya dan kembali normal sambil mengajakku makan.

Aku benar-benar tidak mengerti dengan wanita ini. Dia aneh. Pikirannya tidak bisa ditebak. Dia juga terlihat sangat polos. Tak kusangka orang seperti ini pernah membunuh. Dia bahkan memasak padahal dia punya pelayan yang banyak. Aku bisa tahu karena dia masih memakai apron di luar kimono-nya. Kami berjalan bersama ke ruang keluarga. Tepatnya dimana tadi pagi aku menunggu bersama boss untuk bertemu mereka.

"Rei-kun, kamu tidak perlu merasa asing, mulai saat ini kamu harus mulai menganggap aku dan Tarou-kun adalah keluargamu. Tidak perlu sungkan" Ujar Hiroko sambil memasukan nasi yang masih panas dari rice-cooker ke dalam mangkuk dan dia suguhkan kepadaku.

"Ah terimakasih" Jawabku sambil menerima mangkuk itu.

Aku menunggu mereka menyuapkan nasi ke mulut mereka sebelum aku mulai makan. Kalau aku makan duluan rasanya seperti aku tidak menghargai mereka.

"Rei-kun? Kamu tidak makan? Tidak perlu menungguku, makanlah sepuasnya!" Tutur Hiroko dengan suaranya yang sangat lembut dan menenangkan.

"Ya, makanlah yang banyak karena setelah ini aku ada tugas untukmu" Timpal Tarou.

"Takun!" Hiroko malah memukul Tarou dengan sendok nasi dari kayu.

"Tugas Rei-kun hari ini hanyalah istirahat! Kerjakan sendiri tugasmu Takun! Kau kan sudah besar dan punya banyak tato!" Lanjutnya malah menceramahi Tarou namun tetap dengan suara yang rendah dan lembut.

"Kakak, tidak ada hubungannya antara tato dan kerjaan." Balas Tarou sambil terus menyantap nasi di mangkuk yang ia pegang.

Selesai makan, aku disuruh kembali ke kamarku dan membereskan pakaianku yang baru setengahnya aku pindahkan ke lemari. Aku tidak pandai melipat baju, jadi semua pakaian ini hanya ku buat jadi gulungan seperti kebab lalu aku simpan di lemari seperti tumpukan daging. Apa boleh buat, aku memang jarang merapikan kamarku sendiri.

"Rei? Apa yang sedang kamu kerjakan?" Hiroko mengintip dari pintu kamarku. Aku lupa tidak menguncinya.

"Merapikan bajuku ma" Jawabku.

"Merapikan? Yang mama lihat kamu sedang membuat kerajinan tangan dengan pakaianmu ya?" Ejeknya menilai caraku merapikan baju.

"Aku tidak bisa melipat" jawabku singkat.

"Kalau begitu biar mama bantu" Dia masuk ke kamarku kemudian mengeluarkan semua pakaianku ke atas karpet santai.

Dia duduk diatas karpet sambil melipat satu persatu pakaianku. Tidak banyak memang. Tapi aku melihat seorang kepala mafia yang ditakuti oleh dunia sekarang sedang melipat pakaianku. Rasanya aneh sekali. Rasanya seolah melihat pangeran Charles berjualan sate usus.

"Rei-kun. Sebaiknya kamu tidur lebih awal." Tukasnya yang masih melipat pakaianku dengan sangat rapi.

"Iya, aku harus kerja kan?" Balasku.

"Apa kamu tidak suka kerja dibawah nama Yakuza? Apa kamu takut? Atau menyesal? Apa kamu marah pada mama karena sudah memaksamu terlibat ke dalam situasi ini?" Dia melontarkan pertanyaan-pertanyaan itu kepadaku sekaligus dengan wajah yang muram dan sedih.

Aku ingat Boss Senichi berkata bahwa ide untuk merekrutku berasal dari Tarou. Dia percaya bahwa aku adalah orang yang memiliki keburuntungan sangat tinggi saat aku berhasil mendapatkan undian satu-satunya dari ratusan juta kemungkinan. Lantas dia ingin aku bergabung ke dalam grup ini untuk menyelamatkan nama keluarga Shinoda yang hampir jatuh karena krisis internal. Tarou ingin menyelamatkan Hiroko dan menurutnya aku adalah kunci untuk menyelesaikan semua masalah mereka. fuck that. AKU BAHKAN TIDAK BISA MELIPAT BAJU. Bohong jika aku jawab aku bergabung bukan karena takut. Aku takut bahkan hanya dengan melihat kepala botak Kazuo dan rambut klimis Boss Senichi.

"Mama tidak akan memaksamu. Mama akan meminta Takun untuk memulangkanmu" Hiroko kembali bersuara karena aku hanya bisa terdiam.

"Setidaknya izinkan aku mencoba"

ADUH GOBLOK!! AKU NGOMONG APA SIH. Gara-gara melihat wajah Hiroko yang begitu sedih hatiku jadi iba dan mulutku yang so' pahlawan ini malah nge-tweet sendiri.

Dia berdiri. Kemudian berlari memelukku.

"Terima kasih. Rei-kun, terima kasih"

Kurasakan air matanya menetes ke leherku. Mana bisa aku menolak setelah dipeluk dan melihat langsung seorang wanita menangis di dekapanku. Semoga saja keputusanku ini tidak akan membuatku justru yang menangis nantinya. Itupun kalau aku masih hidup.

Love From The YakuzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang