Chap 14: Sabuk Hitam Shinoda

141 16 3
                                    

Ibuku selesai mengobrol dengan para wanita elitis yang pakaiannya seperti barang dagangan berjalan. Serba ada dan menempel. Aku kaget melihat sabuk seorang wanita diantaranya sebesar sabuk juara tinju. Kukira dia memang pegulat atau semacamnya dengan wajah sangar dan make-up tebal hampir seperti adonan kue juga tubuh tambun dibalut mantel bulu tebal. Aku salut pada ibuku, dia bisa bertahan tidak tertawa setelah melihat mereka. Kini mereka tengah menikmati kopi di cangkir mereka sambil terlihat mengobrol ringan setelah ibuku memasukkan kertas-kertas diatas meja ke dalam tasnya.

"Hey Daichi! Cepat kemari!" Teriak seorang wanita di meja ibuku.

"Kau juga Akira!" Lanjut wanita lainnya satu persatu memanggil nama anak mereka sampai semua pria di meja sampingku pergi ke meja ibuku.

"Rei-kun!" Terdengar ibuku berbalik dan memanggil namaku. Tangannya melambai mengisyaratkan aku untuk datang padanya. Aku segera menghampirinya dan tak ingin membuatnya menunggu.

"Duduk disini!" Ucapnya sambil bergeser ke sudut tembok menyisakan tempat untukku duduk disampingnya.

"Perkenalkan mereka semua adalah teman dan rekan bisnis mama dan mereka adalah anak-anak dari teman-teman mama ini, mereka semua adalah pengusaha besar loh!" Ucap ibuku padaku.

"Siapa dia nyonya Shinoda?" Tanya seorang pria yang tadi bilang ingin meniduri ibuku.

"Dia? Dia Rei, dia adalah calon penerus grup Shinoda. Rei Shinoda."

"Maksudnya?" Tanya pria itu lagi dengan wajah panik.

"Dia anakku."

"Dia bisa bahasa Jepang?" Tanya nya lagi.

"Rei-kun? Ah! Tidak terlalu, dia ini tinggal dan besar di luar negeri jadi dia mungkin tidak faham bahasa Jepang." Balas ibuku lagi.

Eh?! Ibuku berbohong? Aku baru pertama kali mendengar ibuku berbohong pada seseorang. Padahal dia paling tidak bisa bohong setahuku. Dia tahu aku mengerti betul bahasa Jepang. Aku bahkan bisa mengerti perbincangan mereka sekarang dan harus pura-pura bodoh setelah ibuku berkata demikian. Padahal sehari-hari pun aku mengobrol bersama dengannya memakai bahasa Jepang bercampur bahasa Inggris. Tapi pria itu tampak lega. Apa jangan-jangan ibuku tahu apa yang terjadi di meja belakang tadi?

Ibuku lantas pamit dan sangat terlihat tak ingin berlama-lama berkumpul bersama ibu-ibu yang tertawanya sangat lantang ini. Ibuku bilang masih ada urusan yang harus ia selesaikan. Mereka bilang mengerti mengingat ibuku adalah kepala grup Shinoda yang perusahaannya tercecer dimana-mana.

Tujuan lainnya hari ini adalah Akademi Khusus Wanita setingkat sekolah menengah atas. Dia berkata akan bertemu dengan temannya yang lain sekaligus memperkenalkan aku pada kenalannya itu. Di motor ibuku begitu menempel padaku. Orang-orang mungkin mengira aku dan wanita di belakangku ini adalah sepasang kekasih yang sedang dalam masa kasmaran mereka. Padahal nyatanya wanita di belakangku ini menempel sangat erat karena dia sedang tidur di atas motor. Aku mengikat tangannya ke perutku agar tidak terjatuh.

"Ma, kita sudah tiba di akademi." Ucapku menepuk kaki ibuku.

"Hm? Cepat sekali." Ya cepat, dari tadi dia tidur saja.

"Eh? Rei-kun? Kita dimana?" Tanya ibuku.

"Akademi Wanita Houhou?"

"Akademi wanita Housou Rei-kun sayangku."

"Hah? Bagaimana bisa ada dua akademi wanita yang namanya hampir sama?"

"Mama malah tidak tahu ada akademi ini." Tukasnya.

Aku memutar balik motorku dan malah terkejut. Di belakangku sudah berdiri berbaris menutup jalan beberapa pria berotot kekar seperti binaragawan. Eh tunggu. MEREKA PAKAI ROK DENGAN RAMBUT KEPANG!

"Kalian siapa? Ada keperluan apa di sekolah kami? Akademi Wanita Houhou?"

"Akademi Wanita kepala kalian lepas?! Kupikir kalian atlit lempar barbel!" Tukasku pada mereka.

"Kurang ajar! Kami adalah siswi teladan Houhou! Tak ada yang berani mengejek kami seperti itu! Turun kau! Biar kuhajar kau!"

Oy! Oy! Aku bisa remuk kalau dihajar tangan yang seperti sudah di pompa oleh kompresor angin itu! Tangan mereka seperti sudah dibacai mantra dukun. Auranya gelap sekali!

"Rei-kun.. Tidak baik melawan wanita." Ucap ibuku dari belakang.

Ibuku turun dari motor. HEH?! Tanpa aku sadari dia sudah melepaskan ikatan di tangannya dan turun dari motorku.

"Rei-nya mama tak mungkin memukul wanita, maka biar mama yang akan memberi anak-anak nakal ini pelajaran."

"Ada apa gadis muda? Kau pacarnya?" Ucap pria atau entah wanita yang ada di tengah dengan kepang paling panjang sampai pantat.

"AKU IBUNYA!"

Ibuku memukulnya! Tepat di perut! Pukulan ibuku membuatnya terlempar dan langsung terkapar di tanah. Murid lainnya panik setelah melihat kekuatan ibuku dan langsung berlarian mencari senjata. Mereka mengambil balok kayu dan beberapa pipa besi yang sudah mereka siapkan.

"KURANG AJAR KAU JALANG!" Teriak mereka pada ibuku.

"Fufu.. Kalian punya nyali menyebutku jalang, dasar otak urat."

Ibuku berlari dan langsung melompat sambil melempar helm yang ia pakai tepat ke wajah seorang murid. Setelah murid itu terjatuh ibuku mengambil balok kayu yang ia lepaskan. Menghajar murid lainnya dengan sangat brutal karena ibuku ini adalah sabuk hitam dan salah satu grandmaster beladiri aikido. Bahkan Tarou yang badannya seperti tank hidup tak berani melawan ibuku, mantan juara nasional dan beberapa kali mendapat medali emas di kancah internasional untuk beladiri karate. Trik bertarung jalanan abal-abal seperti itu tak akan mempan melawannya.

"Cuh!" Ibuku meludahi tubuh seorang murid yang menyebutnya jalang padahal dia sudah terkapar terengah-engah dan tak sanggup melawan lagi.

Sebaik-baiknya ibuku padaku tak akan menghilangkan identitasnya sebagai seorang ketua grup mafia paling disegani dan di takuti di Jepang, Yakuza. Dia bisa beralih menjadi wanita yang sangat bengis hanya dalam hitungan detik tanpa aku perkirakan jika kemarahannya sudah meledak. Ibuku berbalik, urat di keningnya masih terlihat jelas dan alisnya masih turun. Dia melihatku, seketika urat itu hilang dan dia langsung terduduk di tanah.

"Rei-kuuun~ Kaki mama lemas." Keluhnya sambil mengulurkan kedua tangannya.

Aku sudah tahu betul ini adalah trik kotor ibuku agar aku mau mengangkatnya. Kalau tidak, dia tidak akan beranjak dari tempat itu bahkan sampai malam nanti. Aku turun dari motor. Berjongkok dan mengajak ibuku untuk naik ke punggungku. Padahal dia baru saja menghajar 5 orang yang tubuhnya sangat jauh lebih besar darinya, tapi sekarang dia malah bertingkah lemah. Untungnya tubuhnya terbilang sangat ringan untuk orang yang sangat brutal.

"Mmmmmmm~" Ibuku memeluk erat leherku dari belakang sambil menggosokkan wajahnya ke kepala belakangku.

"Jadi bagaimana dengan rencana mama ke akademi Housou?" Tanyaku.

"Besok saja ya, kaki mama lemas." Keluhnya.

Pada akhirnya kami kembali ke rumah dan menunda jadwal ibuku untuk bertemu dengan kepala sekolah Housou. Ibuku bilang ingin istirahat saja setelah staminanya habis terkuras melawan murid-murid yang lebih kekar dari binaragawan tadi.

Love From The YakuzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang