Momen Pertama

448 22 12
                                    

Desain rumah Raito terlihat klasik dan elegan. Terdapat ruang latihan dan air mancur di belakang rumah. Yumeko melihat area rumah Raito yang sangat indah, belum lagi barang-barang yang tersusun rapi. Saat berjelajah di dapur, dia dikejutkan dengan suara Raito.
"Sudah kubilang diam di sofa," Raito berkata dengan senyum yang manis.
"Eh..... ma... maaf paman," Yumeko terlalu gugup.
"Jangan panggil paman, panggil Raito saja," Raito mencolek pipi Yumeko membuat sang gadis merona.
"Aduh jadi malu nih, tangannya itu lho," batin Yumeko.
"Sudah kuduga dia malu-malu," batin Raito.
"Sudah ayo kamu mandi, terus obati lukamu," suruh Raito.
"Ya baiklah," Yumeko mengambil baju yang sudah disiapkan Raito dan pergi mandi.
.
.
.
Selepas mandi, Raito mengobati luka Yumeko.
"Hhhmmm kenapa kamu jadi seperti ini?" Tanya Raito.
"Hhhmmm mulai dari mana ya...... jadi aku ini sering di bully oleh teman-teman di sekolah, guru pun demikian. Aku tak mengerti apa kesalahanku sehingga harus menanggung derita, orang tuaku juga sudah meninggal. Aku selalu sendirian, aku bahkan tak tahu cara melindungi diri. Aku selalu disiksa entah itu dilempar batu, dijambak, ditendang, dipukul atau diancam dengan senjata tajam," ceritanya.
Raito terkejut mendengar pengakuan gadis di hadapannya, bagaimana mungkin ada manusia yang memperlakukan sesamanya dengan cara yang kejam?
"Aku tak mengerti dengan cara berpikir manusia sekarang," ucap Raito.
"Apa maksudmu?" Yumeko tak paham.
"Dahulu manusia sering memperlakukan sesamanya dengan ramah, tapi sekarang semakin berkembangnya zaman manusia semakin melupakan etika," jawab Raito sambil memandang langit.
"Kau tahu? Saat ini manusia lebih sering mengutamakan kepentingan pribadi dibandingkan memikirkan kepentingan bersama, seiring waktu manusia akan menghadapi kehancurannya sendiri jika tetap mempertahankan sikap egoisnya," lanjutnya.
"Kau berbicara seperti bukan manusia saja, tapi kuakui kau sangat bijak," Yumeko terkekeh.
Raito tersenyum melihat kebahagiaan yang terpancar dari matanya. Seolah senyumnya mampu membuat hatinya merasa hangat. Dia tak tahu perasaan apa yang tengah bergejolak dalam hatinya, jujur dia sangat nyaman berada disisinya. Yumeko pun demikian, dia pertama kali melihat orang yang mempedulikannya. Dia sangat bersyukur.
"Rai-kun," tiba-tiba perkataan Yumeko membuatnya salah tingkah.
"Eh bu...... bukan ma.....maksudku begitu," dia gelagapan.
"Panggil aku dengan sebutan itu Yume-chan," Raito memandangnya dengan senyuman yang sulit diartikan.
"Ayo panggil aku dengan sebutan tadi," Raito memohon.
"Rai......kun," Yumeko mengulangi panggilannya.
"Iya Yume-chan?" Balasnya.
"Aku berterima kasih kau telah baik padaku, jika kau tidak menolongku tadi entah apa yang terjadi padaku," Yumeko tersenyum.
"Itu sudah kewajibanku untuk menolong seseorang," Raito mendekatkan wajahnya ke arah Yumeko.
"Tinggallah disini sementara waktu," kata Raito.
"Tinggal disini? Aku kan punya rumah juga aku tidak mau merepotkanmu," Yumeko menolak.
"Aku ingin ditemani olehmu, kau membuatku tak bisa jauh darimu," Raito memeluknya.
Yumeko tidak tahu harus berbuat apa, pipinya semakin memerah. Tapi pelukannya telah membuat dirinya terbuai akan kebaikan Raito.
Yumeko refleks memeluk Raito, merasakan detak jantungnya dan hangat. Mereka saling berpelukan hingga gempa dan suara Kaiju menghentikan kegiatan mereka.
"Aku harus pergi," Raito melepaskan pelukannya.
"Kemana?" Yumeko bertanya.
"Kamu yang penting selamatkan diri dulu, nanti aku jemput di pengungsian," Raito segera berlari keluar rumah.
"Kuharap dia kembali dalam keadaan selamat," Yumeko pergi mengevakuasi diri.



Lagi semangat!!!!!! Tahun baru, cerita baru!!!!!!!
Ikuti kelanjutannya😁😁😁😁😁😁

RIGHT HERE WAITING FOR YOU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang