5th: Bid from the Devil

1.8K 211 75
                                    

Kai dapat melihat, sore itu langit tampak muram. Tak ada seberkas sinar mentari cerah yang menembus jendela, yang biasa menyampaikan kehangatan pada ruang tengah. Jendela tertutup rapat, menghalau udara dingin yang mulai berembus, seiring dengan musim dingin yang hampir mendekati puncaknya. Sebentar lagi pun akan turun salju, Kai mengira-ngira.

Soobin belum pulang sejak semalam. Ia pergi tepat pukul tujuh, mengatakan bahwa ia harus bertemu Jungkook dan bersiap untuk bekerja. Lelaki itu memberi tahu Kai bahwa ia mungkin akan pulang tengah malam atau dini hari, seperti biasa. Jika ia memang tak akan pulang malam itu, telepon rumah akan berbunyi tiga kali, lalu terputus, dan berbunyi lagi satu kali. Kai harus segera mengangkatnya di dering yang terakhir, dan suara berat Soobin akan menyapa telinganya, mengatakan bahwa ia tak akan kembali dalam waktu cepat.

Namun sejak semalam, tak ada satu pun panggilan dari Soobin. Membuat gelisah—ia bahkan sampai tertidur di sofa semalaman. Lebih menyedihkannya lagi, ia bahkan tak tahu harus mencari tahu ke mana. Ia tak tahu nomor telepon Jungkook atau teman-teman Soobin yang lain—ia bahkan tak tahu teman Soobin selain Jungkook. Satu-satunya nomor yang ia tahu hanyalah nomor ponsel Soobin—dan Soobin sendiri melarangnya untuk menelepon, jika tidak ada sebab yang darurat.

Kai menghela napas dan bangkit dari sofa. Ia merasa bosan menunggu tanpa kejelasan. Buku sketsanya sudah penuh dengan coretan sejak tadi—dan kini tidak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk meredakan keresahan hatinya. Soal buku sketsa ia bisa minta belikan lagi pada Soobin, namun dimana pula lelaki itu? Hampir seharian tak juga pulang. Dan Kai hanya bisa diam, terjebak dalam ruang enam belas meter persegi itu, tanpa bisa melakukan apapun.

Kakinya melangkah, hendak menuju kamar tidur. Ia baru ingat kalau seprai bekas kemarin belum diganti, dan sebelum Soobin pulang, ia harus menggantinya. Membereskan kamar setelah peraduan panas mereka—termasuk mengganti seprai—menjadi rutinitas setiap hari bagi Kai. Ada belasan seprai berwarna hitam di lemari, sebagai ganti jika seprai bekas 'permainan' mereka harus dicuci. Kai sendiri kadang tidak mengerti, kenapa di antara semua warna, Soobin harus memilih hitam sebagai warna seprai? Jelas-jelas, noda sperma dari mereka berdua akan terlihat jika tercecer kemana-mana. Belum lagi salah satu kink dari lelaki itu yang menyukai cum play. Tidakkah Soobin berpikir bahwa itu merepotkannya, karena ia harus mencuci seprai untuk ranjang mereka hampir setiap hari? Satu hal dari Soobin, yang membuat Kai tak habis pikir.

Ia membuka lemari, hendak mengambil salah satu seprai bersih untuk dipasang. Tangannya meraih salah satu seprai, namun terhenti tatkala matanya menemukan sesuatu yang tidak biasa. Sesuatu seperti kotak dari laci teratas, yang tak bisa ia gapai, kini terlihat. Kotak yang asing—bagaimana mungkin selama ini ia tidak sadar bahwa Soobin menyimpan sesuatu dalam lemari, yang hampir setiap hari Kai buka?

Tangannya berusaha menggapai ujung kotak itu, namun laci itu terlalu tinggi. Hanya ujung jarinya yang dapat bertautan dengan bibir kotak, dan ketika ditarik, seluruh isi kotak itu berhamburan ke lantai. Kai berlutut, mengumpulkan kertas foto dari polaroid yang berceceran. Baru saja ia akan mengembalikan foto-foto itu pada kotaknya, sampai ia menyadari salah satu polaroid yang menampilkan wajah Soobin dan seseorang—perempuan, lebih tepatnya. Keduanya tampak mesra, dengan tangan Soobin yang merangkul pundak perempuan itu, dan baik Soobin maupun perempuan itu tersenyum. Soobin—yang selama ini jarang sekali menampakkan senyumnya, kecuali saat menyeringai atau tersenyum remeh—benar-benar menampakkan raut wajah yang gembira bersama perempuan itu.

Kai membalik polaroid itu dan menemukan sebuah tulisan.

Happy anniversary, Oppa!

Hyerin ❤ Soobin

Kai berasumsi, perempuan dalam gambar itu adalah orang yang bernama Hyerin. Dan kata anniversary menunjukkan bahwa mereka sedang merayakan hari jadi hubungan mereka. Polaroid itu ia letakkan pada tempat asalnya, dan tangannya kembali meraih gambar lain. Kali ini gambar perempuan itu, sendirian, dengan pose peace dan sebelah mata yang mengedip. Kai mendekatkan gambar itu untuk memperhatikan lebih detil. Perempuan itu memiliki wajah oval dan mata bulat dengan monolid, serta bibir merah yang ranum. Ia tersenyum, manis sekali—bahkan Kai pun dapat menilai bahwa perempuan itu sangat cantik, dan mungkin memiliki banyak penggemar di luar sana. Jika disandingkan dengan Soobin, mereka berdua akan tampak serasi. Mereka seperti diciptakan untuk satu sama lain.

graveyard | Choi Soobin, Huening KaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang