Last: but It Doesn't End Here

1.2K 114 54
                                    

Five Years Later

Birunya langit hari itu begitu cerah, namun udaranya tak begitu panas. Angin yang berhembus di pantai mengantarkan aroma laut yang segar. Matahari hampir tergelincir namun belum ingin bersembunyi di balik ufuk. Suasana sore yang Soobin rindukan—sesuatu yang selalu ia perhatikan di delapan belas tahun kehidupan awalnya, dan baru kali ini bisa merasakannya lagi dengan khidmat.

Lelaki lain di sampingnya menyelipkan rokok di bibir, lalu menyodorkan bungkusan itu kepada Soobin. "Kau mau?" ia menawarkan.

Soobin menoleh pada sang kakak dan menggeleng singkat. Ia longgarkan dasi di leher dan membuka dua kancing depan agar tak pengap. Sejuknya angin melewati celah kerah dan membuatnya bisa bernapas lega. Sementara Yoongi telah menyalakan rokoknya, dan menghisapnya dalam. Udara yang berhembus dari bibirnya tertiup angin laut ke belakang.

"Aku tak mengira kau akan kembali," Yoongi bergumam di sela-sela hisapannya pada rokok di jemari.

Soobin menyungging senyum tipis. Ia membuka sekaleng bir dan meneguknya perlahan. Segar minuman itu meluncur di tenggorokan. "Aku juga tidak menyangka," ia membalas pernyataan sang kakak kemudian.

Yoongi menjentikkan batang tembakau hingga abu yang menggantung itu jatuh ke permukaan tanah. "Tepat pada upacara peringatan meninggalnya abeoji. Aku benar-benar tidak menyangka—aku kira kau benci pria tua itu."

Soobin hanya mengedikkan bahu. Ia sesap sekali lagi bir dalam kaleng itu sembari menikmati angin yang berhembus. "Aku tak benar-benar membencinya. Walaupun aku sering kali datang ke tempat ini untuk menangis setelah ia marahi, setidaknya aku masih bersyukur mendapatkan sosok 'ayah' yang sama seperti Youngmi-noona, kau, Beomgyu, dan Yeji. Apa kalian yang dapatkan sama dengan apa yang aku dapatkan."

Pria bermata sipit itu terkekeh pelan. Ia menghisap rokok di jarinya dalam-dalam. Angin laut meniup dasinya, juga surai legamnya. Sudah sekian tahun sejak Soobin pergi, dan sekarang kedua kakak beradik itu kembali berbincang lagi. Kesempatan yang tak ia bayangkan akan datang lagi.

"Aku akhirnya bertemu Kim Seokjin."

Yoongi melirik pada sang adik seraya mengangkat sebelah alis. Nama itu seperti sejenis nama terlarang yang jarang mereka bicarakan. Antara ingin membiarkan masa lalu yang terjadi atau ia tak ingin kembali membuka lama mengenai kehilangan separuh jiwanya. Tapi, karena Soobin sendiri yang memulai, ia tak bisa menahan diri untuk merasa penasaran.

"Oh, ya? Bagaimana kabar bajingan itu? Kau masih berniat membunuhnya?"

Respon Soobin hanyalah gelengan kepala. Ia goyangkan kaleng bir di tangannya tinggal terisi setengah. Ada jeda sejenak, dan lelaki itu pun mengambil napas dalam.

"Aku bertemu dengannya dua kali. Satu kali saat aku terdesak oleh Kim Taehyung dan hampir terbunuh. Dia datang tiba-tiba dan mengambil pistolku, lalu menembakkannya pada Taehyung. Lalu ia biarkan aku pergi begitu saja. Kedua kalinya, ia muncul tiba-tiba di depan apartemenku dan Kai, dan mengajak bicara."

Yoongi menoleh pada Soobin, kini dengan dua alis yang terangkat. "Menarik," sahutnya singkat.

"Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Maksudku, selama ini dialah yang aku cari demi mendapatkan kepastian mengenai kematian noona. Lalu saat aku tak lagi mencarinya, tiba-tiba dia datang dengan sendirinya dan mengajakku bicara. Kalau aku tak melepasnya sebelum itu, aku mungkin masih menginginkan kepalanya. Tetapi aku sudah tak ingin melakukan itu."

"Apa yang kalian bicarakan?"

Soobin meneguk kembali bir kalengan dan menjilat bibir. Ia terkekeh pelan, dan mengusap rambutnya ke belakang.

graveyard | Choi Soobin, Huening KaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang