19th: Strange Feeling

959 131 23
                                    


Waktu berlalu sangat lambat dalam persepsi Soobin hingga ia melepas pelukan. Selama itu, ia hanya fokus dengan menumpahkan segala rindu yang tak mampu lagi tertampung, hingga tak begitu memperhatikan bagaimana tubuh dalam pelukannya tak juga bergerak. Pria manis itu tak mendorongnya menjauh atau membalas pelukan—hanya mematung di tempat.

Soobin mengambil selangkah mundur untuk mengecek keadaan dari orang yang ia peluk. Tangannya meraih dagu kekasihnya untuk mendongak dan menatapnya langsung. Tapi orang itu tak juga bergerak—ia menyingkirkan tangan Soobin dan membuang muka. "Tolong lepaskan aku," ucapnya lirih, hingga nyaris tak terdengar oleh Soobin.

Bukannya melepaskan pria itu, Soobin justru malah semakin mengekang kedua tangannya. "Tidak. Kumohon. Aku hanya ingin bicara denganmu, Kai, dengarkan—"

Kalimat itu terpotong kala seseorang menarik Soobin dan melayangkan sebuah pukulan pada wajahnya—membuatnya terhuyung ke belakang. Ia menarik tangan Kai untuk berlindung di belakangnya, dan membanting tubuh Soobin hingga menabrak dinding di belakang.

"Rowoon—"

"Berlindung di belakang saya, Tuan. Bajingan ini harus saya beri pelajaran."

Soobin mendongak, ingin tahu siapa orang seseorang yang tanpa alasan khusus ini menghajarnya. Pria berperawakan lebih tinggi darinya, dengan wajah khas Asia, sama seperti dirinya dan memanggil Kai sebagai Tuannya. Cukup aneh—mengingat kini ia berada di negeri orang.

Ia membalas tatapan tajam itu dengan menantang, seraya mendecih pada lawannya. "Kau tak usah ikut campur urusanku, bangsat!" Ia menyilangkan kedua tangannya di depan leher sang lawan, dan mendorongnya jatuh ke tanah. Keadaan kini berbalik—Soobin yang mencekik pria itu dan membuatnya nyaris kehabisan napas. Pria itu bergerak melawan—dengan gerakan cepat, ia berguling dan mengganti posisi Soobin menjadi di bawah.

Pria itu menarik kerah Soobin, "Jauhkan tangan kotormu dari Tuanku!" dan pukulan bertubi-tubi itu dilayangkan pada wajahnya.

"Rowoon! Hentikan! Cukup!"

Pekikan nyaring dari Kai di belakang menghentikan satu lagi pukulan yang hendak di layangkan pada rahang Soobin. Ia melempar tubuh Soobin ke tanah dengan keras, dan segera bangkit.

Dengan nafas terengah-engah, Soobin berusaha bangkit dengan menumpu kedua tangannya. Ia meringis dengan nyeri yang disebabkan oleh si pria besar itu—mengundang tatapan iba dari Kai. Pria yang lebih muda tak dapat menahan diri untuk berlutut dan mengecek keadaan Soobin.

Dengan jemari halus itu, Kai mengusap tempat di mana Soobin baru saja dihajar. Membuat Soobin meringis kesakitan. "Kau tidak apa-apa?"

"Tuan—"

"Kau terlalu berlebihan, Rowoon. Kau tidak perlu sampai sejauh ini. Aku mengenalnya," Kai menoleh pada pria bernama Rowoon itu dan menegurnya.

Rowoon menghela napas, sebelum membalas perkataan Kai, "Tugas saya adalah melindungi Anda. Saya hanya menjalankan tugas, sesuai dengan apa yang diperintahkan. Dan saya takut Anda terjebak dalam bahaya—"

"Aku bisa sendiri."

Perkataan Kai membuat kedua pria lain membeku. Ia bangkit dan menghadap pada Rowoon, dengan sorot mata yang yakin. "Percayalah. Kau tak perlu khawatir. Aku bisa mengatasi masalahku sendiri."

Intonasi itu begitu tegas dan penuh determinasi—cukup mengejutkan bagi pria bernama Rowoon. Ia membungkukkan diri cukup dalam, "Maafkan saya, Tuan."

Pandangan Kai beralih pada Soobin yang masih terduduk. Empat mata itu bertemu sekilas—sebelum Kai kembali mengalihkan pandangannya dan tertunduk.

graveyard | Choi Soobin, Huening KaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang