20th: Hold Me Again

1.3K 151 59
                                    

Lelaki itu membuka lemari es, mengeluarkan beberapa bahan yang tersedia, dan meletakkannya di atas konter dapur. Sebuah panci berisi air ia letakkan di salah satu kompor. Hantaran panas dari kompor induksi itu memasak air itu dengan pelan. Ia melirik ke arah jam dinding, yang menunjukkan waktu 19.10 waktu setempat. Waktu yang cukup terlambat untuk makan malam—dan Kai belum juga pulang.

Perhatian kembali teralih pada air yang mendidih. Ia memasukkan segenggam besar pasta panjang ke dalam air itu, dan membiarkan pasta itu turun dan terendam seluruhnya. Di bagian kompor lain ia menyiapkan satu buah teflon, dan mulai memasukkan bahan-bahan yang telah ia siapkan—susu yang telah dicampur telur, keju, daging yang telah dicincang, dan bumbu-bumbu yang diperlukan. Tangannya begitu terampil mengolah bahan.

Sambil mengaduk saus di teflon, pikirannya melayang pada topik lain. Ini adalah kedua kalinya ia memasak menggunakan dapur apartemen Kai tanpa kehadiran sang empunya. Artinya sudah dua hari sejak kejadian itu, dan Kai belum menyempatkan waktunya untuk bicara. Sejak kemarin Kai terus pulang malam, dan tanpa sempat memulai pembicaraan, ia telah masuk kamar lebih dahulu. Soobin masih merasakan kecanggungan itu—melihat Kai yang tampak enggan, ia lebih memilih mundur. Mungkin belum waktunya untuk ia bicara.

Untuk alasan yang sama, ia mulai memikirkan rencana untuk angkat kaki dari tempat ini. Tinggal di sini lebih lama hanya akan kecanggungan yang ada semakin keruh, dan ia tak menjamin ia dapat menghadapinya. Ia telah berpikir selama seharian—jika Kai memang sama sekali tak ingin bicara dengannya, maka ia rasa ia tak punya pilihan untuk benar-benar merelakan Kai dan pergi lagi. Sebuah pikiran yang membuatnya berat—bagaimanapun, ia tak ingin pencariannya selama ini jadi sia-sia.

Suara kunci apartemen berbunyi, mengalihkan atensi Soobin dari spaghetti yang sedang ia masak dan lamunan panjangnya. Matanya mengarah pada pintu yang terbuka dan menampilkan sang pemilik apartemen yang kini sedang melepas sepatunya.

"Kau pulang cepat," gumam Soobin.

Kepala yang semula tertunduk itu mendongak, mempertemukan pandangnya lurus pada Soobin. "Mm," sahutnya singkat.

Soobin berusaha mengabaikan prasangka yang timbul dari sahutan singkat itu. Kecanggungan itu tak juga menguap di udara, membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Namun ia pun menyadari bahwa semuanya butuh waktu agar mereka bisa bersikap seperti biasa. Setidaknya, ia mau mengusahakan hal itu—sebelum Kai memberi kejelasan dengan menyuruhnya meninggalkan tempat ini.

Lelaki itu berdeham. "Aku menggunakan beberapa bahan dari kulkasmu untuk memasak. Kuharap kau tidak keberatan," Soobin membuka pembicaraan.

Kai mengangkat kedua alisnya dengan bibir yang membentuk garis datar. "Tidak. Gunakan saja."

Kai segera bangkit dan berjalan menuju kamarnya untuk berganti pakaian. Tak lama kemudian ia kembali dengan pakaian yang lebih nyaman, dan menuangkan air pada gelas.

Soobin memperhatikan gerak-gerik Kai dengan detil. Otaknya bekerja untuk menilai situasi—sebisa mungkin membuat interaksi antara dia dan Kai.

"Kau sudah makan?"

Pria yang lebih kecil itu menoleh dengan canggung dan menggelengkan kepala. Ia tak bisa mengelak bahwa segala hal yang berkelebatan di pikirannya membuat Kai tak begitu bernafsu untuk mengonsumsi apapun sejak kemarin. Rowoon telah menengurnya untuk makan sedikit saja, karena selama seharian Kai hanya minum terus menerus tanpa makan apapun.

"Kalau begitu duduklah. Aku membuat spaghetti carbonara kesukaanmu. Kau masih menyukainya 'kan?" Soobin bertanya ragu.

Satu sudut bibir Kai naik mendengar tawaran Soobin. Lelaki ini tampak menunjukkan perhatiannya—seperti dulu. Seakan tak ada satu pun yang berubah dari hubungan mereka. Tetapi ia pun tak punya energi untuk mengkonfrontasi Soobin saat ini—ia sendiri tak yakin bahwa ia benar-benar dapat melakukan itu. Satu-satunya yang dapat ia lakukan sebagai defensi hanyalah meminimalisir apa yang ada di hatinya keluar dalam bentuk ekspresi.

graveyard | Choi Soobin, Huening KaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang