23rd: For the Last Time

1.2K 124 45
                                    

Langkah kaki itu terdengar terburu-buru di lorong rumah sakit. Soobin tahu ia tak seharusnya berisik di tempat itu, namun kepanikan terlalu mendominasi pikirannya. Sepanjang perjalanan, yang dapat ia pikirkan hanyalah keadaan Kai saat ini. Beribu kekhawatiran berkabut dalam otaknya, menghalanginya untuk berpikir jernih.

Bukankah kemarin malam mereka baru saja berbaikan? Kai baru saja memberinya kesempatan untuk kedua kali, membiarkan Soobin menyentuhnya lagi setelah terpisah bertahun-tahun. Masih segar ingatannya tadi pagi—bagaimana untuk pertama kalinya mereka berbicara, tertawa dalam hangatnya pelukan, selayaknya sepasang kekasih. Segala hal yang Soobin dambakan bertahun-tahun akhirnya terwujud. Seharusnya tak ada yang bisa merusak kebahagiaan itu.

Tidak ada, sampai sore tadi, saat tak satu pun panggilannya dijawab oleh Kai. Seharian di apartemen membuatnya bosan, dan ia hanya ingin mendengar suara kekasihnya menyapa telinga. Panggilan pertama tak dijawab, dan ia pun berhenti, berpikir bahwa Kai mungkin sedang sibuk. Panggilan kedua pun sama, padahal sudah lewat jam makan malam namun Kai tak juga menjawab panggilannya, atau menunjukkan batang hidungnya. Benar-benar janggal—namun Soobin tak ingin berpikir aneh-aneh. Ia hanya akan menunggu sampai Kai pulang.

Hingga hampir pukul sebelas malam, ponselnya berdering dengan nama Kai terpampang di layar. Soobin menyambutnya dengan antusias—tetapi suara di seberang sana berbeda dengan suara yang ia kenal. Pengawal pribadi Kai yang bernama Rowoon itulah yang meneleponnya, memberitahukan bahwa seseorang baru saja membuat kekasihnya masuk rumah sakit karena sebuah luka tusuk di perut.

Detak jam seketika berhenti. Soobin meminta agar Rowoon mengulang perkataannya, namun perkataan itu tetap sama. Ia tak membuang waktu lagi untuk segera mengambil jaket, memanggil taksi, dan meminta supir mengantarkannya berdasarkan lokasi yang dikirim Rowoon. Tak ada waktu untuk berpikir.

Dan di sinilah Soobin sekarang. Menjejak pada lantai putih rumah sakit dengan aroma alkohol dan disinfektan yang menyengat, dengan orang-orang berseragam putih yang berlalu lalang. Kakinya tak berhenti melangkah tanpa mempedulikan sekitar. Pikirannya luar biasa kalut, berkali-kali ia mengucap maaf karena menyenggol dan menabrak tenaga medis yang berpapasan dengannya, namun pikirannya tetap mengawang pada kekasihnya.

Soobin sama sekali tak memperhatikan langkahnya saat bahunya menabrak seorang pria di depannya.

"Sorry—"

"Tuan Choi Soobin."

Soobin berbalik saat namanya dipanggil, dan menemukan bahwa orang yang baru saja ia tabrak adalah Rowoon—orang yang sejak tadi ia cari.

Akhirnya ia bisa sedikit menghela napas, walaupun kecemasannya tak berkurang sedikit. Tangannya memegang kedua pundak Rowoon dengan sedikit cengkeraman, dan raut khawatir itu begitu jelas di wajahnya.

"Kai? Di mana Kai? Kai, ia tidak apa-apa 'kan? Kai pasti kuat, Kai pasti—"

"Tuan, tenanglah sedikit." Guncangan Rowoon pada bahu Soobin sedikit membuatnya tersadar. Lelaki yang lebih tinggi darinya itu menunjukkan rasa iba dari ekspresinya, melihat bagaimana Soobin kehilangan kendali karena kepanikan yang melanda.

"Tuan Kai sudah selesai operasi, kini ia dipindahkan ke Ruang ICU. Kondisinya masih kritis."

Tangan Soobin yang berada di bahu Rowoon itu terlepas perlahan. Ia hempaskan tubuhnya pada sebuah bangku panjang di lobi dan mengusap keningnya frustrasi. Berita dari Rowoon setidaknya bisa membuatnya sedikit lega—setidaknya ada harapan bahwa Kai tak akan secepat itu meninggalkannya lagi.

Ia menyandarkan punggung pada sandaran dan terdiam cukup lama. Semua hal terjadi dengan begitu cepat hingga ia sulit untuk mengolahnya satu per satu. Ia menatap nanar pada dinding di hadapannya dengan berbagai pikiran menghampiri. Ribuan pengandaian, ratusan kata 'seharusnya', namun tak ada satu pun yang dapat menjelaskan bagaimana ini bisa terjadi.

graveyard | Choi Soobin, Huening KaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang