Satu - Mimpi Yang Terlaksana

3.7K 238 80
                                    

"Udah ah, Mas. Aku capek, pegel. Kita duduk aja dulu, yuk? Istirahat sebentar,"

Seorang perempuan yang bernama Shafiyah meminta untuk duduk sebentar sebelum melanjutkan perjalanannya. Kakinya terasa pegal, seperti sudah berlari maraton. Padahal dari tadi ia hanya berjalan kaki bersama pria disampingnya.

"Ah, cemen. Masa gitu aja udah capek?"

Shafiyah memasang wajah cemberut, "Serius tahu, Mas. Kita ini udah jalan dari tadi, tahu."

"Ini belum apa-apa, bidadari. Perjalanan kita masih jauh," katanya. Namun, melihat wajah Shafiyah yang begitu kelelahan akhirnya mereka memutuskan untuk duduk di satu-satunya kursi yang tersedia di sana.

Begitu Shafiyah duduk, Shafiyah merasa punya kenikmatan sendiri. Seolah duduk adalah hal yang sudah lama tidak ia temui.

"Capek, ya, sayang?"

"Banget," jawabnya, lalu matanya melihat sosok pria disampingnya dengan perasaan bahagia karena bisa memilikinya. "Mas enggak capek, emang?"

"Capek," jawabnya. Satu detik kemudian pria itu melanjutkan perkataannya. "Tapi kan ada bidadari disamping aku. Sejauh apapun perjalanannya, aku bisa melewatinya karena ada bidadari tanpa sayang yang bareng aku terus, atas izin Allah, pastinya."

"Mulai deh, gombal," Shafiyah salting. Lalu, kepalanya bersender pada pundak pria disampingnya. Pria itu mengelus puncak kepala Shafiyah dengan lembut dan penuh kasih sayang.

Tidak ada orang lain di sana. Yang ada hanya mereka berdua. Di sebuah taman yang begitu luas dan lapang, serta hanya ditumbuhi rumput-rumput terawat. Tidak ada lagi yang berada di sana, selain satu kursi yang sedang mereka duduki. Dari jarak mereka duduk ada sebuah jalan raya yang tidak ada satupun kendaraan yang melewatinya. Meskipun cukup jauh, namun masih bisa terlihat oleh mereka.

Cuaca siang ini panas. Tapi panasnya menyejukkan. Aneh, ya, bingung juga, kenapa ada panas yang menyejukkan? Eumm.., mungkin karena Shafiyah sedang bersama seorang pria kesayangannya. Belum lagi Shafiyah yang sedang bersender pada pundak pria itu malah di kecup singkat beberapa kali.

"Kasihan bidadariku ini kecapean," Pria itu mengelus pipi Shafiyah yang sedang bergelung manja padanya. "Pasti capek banget, ya?" tanyanya, Shafiyah mengangguk sambil menambah manja pada pria itu.

"Kalau bidadari capek dari perjalanan ini, bidadari boleh istirahat. Asal jangan nyerah. Bidadari jangan terlalu capek juga. Aku nggak mau bidadariku ini kenapa-napa, apalagi sampai sakit. Bidadari tahu kan kalau aku begitu sayang bidadari?"

"Iya, Mas. Aku juga sayang Mas. Aku juga enggak mau Mas kenapa-napa. Yang aku pengin, Mas terus bareng aku, disamping aku." Shafiyah menatap kedua mata pria itu yang tidak ada keraguan dalam mengatakan hal tadi. Yang Shafiyah lihat hanyalah sebuah ketulusan.

"Kita ini satu di dalam tubuh yang berbeda, bidadari. Kalau bidadari sayang aku, maka bidadari jaga diri baik-baik. Sebagaimana bidadari nggak mau aku kenapa-napa."

"Aku akan baik-baik aja. Kan, selalu ada Mas disamping aku." Pria itu mencoba untuk tersenyum, meski jauh di dalam hatinya ada goresan yang membuatnya perih.

"Umi!!! Abi!!!" teriak bocah kecil yang membuat mereka menoleh ke arah sumber suara. Anak kecil itu berlari-larian menghampiri mereka, lalu pria itu membawa anak kecil ke pangkuannya.

"Wih, jagoan Abi," pujinya. "Gimana? Seneng enggak? Seru?"

Anak kecil itu mengangguk semangat sebagai pertanda jawaban pertanyaan dari pria itu. "Tadi ada semut di tangan Ilham, Bi. Ilham usir aja semutnya dari tangan Ilham. Tapi, semutnya punya temen, Bi. Temennya semut itu malah gigit kaki Ilham," adunya dengan nada bicara yang selalu menggemaskan. Sontak saja mereka berdua tertawa mendengarkan curhatan anaknya itu.

Bidadarinya BidadarikuTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon