بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
[In the name of Allah]
Sub-haanallazii kholaqol-azwaaja kullahaa mimmaa tumbitul-ardhu wa min anfusihim wa mimmaa laa ya'lamuun.
"Maha Suci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui."
(QS. Ya-Sin 36: Ayat 36)
•••
ATTENTION⚠
[Cerita ini adalah kelanjutan dari cerita 'Kekasih Until Jannah'. Jadi, supaya kalian mengerti cerita ini, dianjurkan terlebih dulu untuk membaca cerita Kekasih Until Jannah, ya.]
•••
"Ada saatnya kita harus menerima segalanya karena kita nggak punya kuasa untuk menolaknya, bidadari."
Shafiyah berdiri, hendak pergi meninggalkan Rafardhan yang selalu berbicara ngawur itu. Tubuh tinggi Rafardhan menghadang langkahnya membuat Shafiyah berdiam diri, mematung. Menatap tajam mata Rafardhan dengan ritme jantung yang bergerak cepat. Laki-laki kesayangan yang berada dihadapannya ini, selalu membuat emosi Shafiyah tersulut akhir-akhir ini.
"Tapi manusia diwajibkan untuk berikhtiar dan berdoa di bumi ini, Mas. Bukan pasrah gitu aja,"
Berbeda dengan Shafiyah, Rafardhan malah bersikap tenang. Dia menghembuskan napas dalam, tersenyum tipis sambil menatap mata Shafiyah penuh cinta. Selalu seperti itu.
"Kita itu ibarat sepasang kaki. Adanya kaki kiri dan kaki kanan itu untuk berada di tubuh manusia. Kita pun sama, bidadari. Adanya aku dan bidadari untuk berada di bumi Allah, lalu saling menyempurnakan. Kita jalan bareng-bareng; bidadari belok kiri aku ngikut, aku belok kanan bidadari ngikut, aku salah belok bidadari selalu selalu ngingetin aku begitupun bidadari ketika salah belok Insya Allah akan selalu aku ingetin.
"Kalau ditengah-tengah jalan ada takdir Allah yang harus menghilangkan salah satu kaki diantara kita, kita nggak bisa apa-apa selain ikhlas, bidadari. Karena kita nggak punya tangan untuk meronta pada Allah supaya kaki itu tetap berada di sisi kita.
"Allah yang punya kita, bidadari."
Sekuat apapun Shafiyah menahan air matanya agar tidak terjatuh, hasilnya nihil. Cairan bening itu mudah sekali terjatuh di mata Shafiyah meski Shafiyah tidak ingin menangis untuk kesejuta kalinya.
"Kalau suatu saat nanti aku diambil Allah, bidadari harus bisa tetap berdiri, meski tanpa ada aku disamping bidadari. Kehilangan aku, bukan berarti bidadari kehilangan semuanya-"
"Gimana aku enggak akan kehilangan semuanya kalau separuh hidup aku di diri Mas, di tubuh Mas?"
"Allah pasti tahu kalau bidadari nggak bisa jalan sendirian. Bidadari butuh kaki yang lain untuk menyeimbangkan perjalanan bidadari kedepannya."
Shafiyah menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda tidak mau sambil bercucuran air mata.
"Meski kaki itu tidak begitu cocok seperti kaki sebelumnya, bidadari harus paham satu hal. Kan, itu kaki palsu, bukan kaki asli. Kaki palsu manapun tidak akan ada yang sama cocok dengan kaki asli, bidadari. Kalau suatu saat nanti bidadari punya kaki palsu, setidaknyamanpun dengan kaki itu, bidadari harus tetap bertahan. Karena kalau bidadari mencabut kaki palsu itu, bidadari pasti akan terjatuh."
BINABASA MO ANG
Bidadarinya Bidadariku
SpiritualSequel of Kekasih Until Jannah. Kamu adalah kepingan puzzle yang akan kulengkapi.