BAB VII

70 8 0
                                    

Pagi yang indah ini Clara gunakan untuk mengobrol bersama keluarganya sambil memakan roti yang sudah disiapkan.

"Cie, udah seneng lagi aja tuh muka, semalem sebelum Aryan kesini perasaan murung deh." Goda Rani.

"Bu, sttt, jangan bahas manusia tengil itu, Ara pengen hidup tenang, Bu."

"Ara, hari ini jadi berangkat bareng Ayah?." Tanya Pandi.

"Iya, Yah." Balas Clara singkat.

Clara berangkat sekolah bersama Pandi, menelusuri jalanan kota jakarta yang sedikit macet. Untungnya saja masih pagi, jadi Clara tidak akan terlambat. Clara membuka ponselnya, dia geram sekali ingin mengabari Dion. Sebenarnya Clara sangat mengharapkan telpon dari Dion, tapi itu mustahil baginya.

Sesampainya di depan gerbang sekolah, Clara berpamitan kepada Pandi dan langsung memasuki sekolah. Dia bersenandung riang, seperti biasa, mendengarkan lagu dari boyband yang di idolakannya, yang dia akui adalah kekasih halunya. Mengaku memang.

Clara menelusuri koridor sekolah, matanya berpencar mencari seseorang yang ingin dia temui. Kali ini dia benar benar merasa bebas, dia sudah bisa kembali ceria dengan keadaan yang jauh dari kata 'sebenarnya'. Clara masuk ke dalam kelas, dan ya! Orang itu ada di dalam kelas, sedang duduk diatas meja, berkumpul dengan teman temannya Bimo dan Ringga, memainkan gitar dan bersenandung riang.

"Eh, Yan, nyonya udah dateng tuh." Ucap Bimo yang menyadari kedatangan Clara.

Aryan menoleh dan langsung berdiri seraya menyambut Clara datang.

"Eh, nyonya udah dateng, ceria banget tuh muka. Gara gara semalem didatengin pangeran ganteng ya." Geer si Aryan pagi pagi.

"Tentu..." Aryan langsung memasang wajah senang "Tentu aja ngga ada hubungannya sama sekali!." Dan itu skak bagi Aryan.

Aryan menggerutu sebal, kenapa bisa bisanya Clara ketus di depan kedua temannya. Padahal, beberapa menit sebelum Clara datang, Aryan sedang menceritakan betapa suksesnya dia mendekati Clara, ah sudahlah, terbongkar semua dosa dosanya.

"Bos, katanya udah gol, gimana sih?." Ucap Ringga dengan nada orang yang mengejek dan muka yang songong.

"Diem lu."

Aryan tidak kehabisan akal, dia berjalan menghampiri Clara. Dan ajaibnya lagi, disaat itu juga Clara berdiri dan berjalan kearah Aryan. Dalam hati Aryan terucap kata yang dia ulang 'Plis balik ke gue, plis balik ke gue'.

"Nih, kemaren uang lo jatoh. Lumayan buat makan mie ayam." Ucap Clara to the point.

"Yaudah ntar pulang ya kita makan mie ayam, gue yang bayar. Gue tunggu."

Rrhhh, menyebalkan.

Sepulang sekolah, Aryan benar benar menepati janjinya. Bahkan, saat pulang dia langsung menarik Clara dan mengajaknya ke tempat mie ayam. Clara tidak menggubrah hal itu, memang sebenarnya dia juga lapar.

Drttt... Drttt...

Dion (calling)

Clara langsung melirik melihat siapa yang menelponnya. Sayangnya, ketika Clara akan mengangkatnya, handphone miliknya direnggut begitu saja oleh Aryan.

"Gausah diangkat, udah lo makan mie ayam aja. Mau hp lo gue aduk sama makanan?." Ancam Aryan.

"Itu hp gue woi, kenapa lo yang urus." Ketus Clara yang merasa tidak suka dengan sikap Aryan.

Namun sayang, Aryan tidak memperdulikannya, dengan sebal Clara kembali memakan mie ayam miliknya. Sekuat apapun dia bertahan, pada akhirnya Aryan juga yang akan menang.

Sepulangnya makan mie ayam, Aryan langsung pamit untuk pulang, dan memang itu yang Clara harapkan.

"Aku langsung pulang ya, beb." Pamit Aryan lewat jendela mobil yang terbuka.

"Gaada yang ngajak lo mampir lagian." Judes Clara.

"Judes banget neng, awas aja kalo lo nelpon gue ntar."

"Udah sana pergi lo, basi."

"Iya deh iya."

Dan setelah perdebatan itu Aryan pergi.

Clara memasuki rumah dengan lemas. Melihat sang Ibu sedang asik menonton drama korea pun dia tidak mood untuk ikut menontonnya. Dia berjalan lesu ke arah kamarnya. Kembali kedalam belenggu yang dianggapnya adalah penjara ternyaman.

Dia terdiam sejenak, melihat fotonya bersama Dion yang terpampang di atas nakas. Berpikir apakah dia harus mengabari kembali. Dia terlanjur kecewa, dan rasa curiganya terhadap Ninis terlalu merajalela. Clara memang sosok wanita yang tidak peduli. Tapi soal Ninis bukan hal yang biasa, dia tau bagaimana berbisanya Ninis.

Matanya terpejam, menikmati musik yang dia play dari handphonenya. Menghirup udara yang menyelimutinya. Clara benar benar malas.

Dion Adibima

• Aku minta waktu, untuk kali ini kita tabung rindu kita, sampai ketemu di Bandung, Dion.

Hanya itu sekilas pesan yang dia kirim pada Dion. Clara memang benar benar tidak tau akan apa yang harus dilakukannya. Ternyata menjaga sebuah rindu yang terkumpul itu tidak mudah. Belum lagi baru 1 bulan dia berpisah dengan Dion, rasanya begitu tidak menyenangkan.

🌹🌹🌹

Celengan RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang