BAB XI

39 2 0
                                    

     Dion mematung bagai Malin Kundang yang dikutuk oleh ibunya. Clara masih diam menunggu jawaban, tidak ingin pertanyaannya diganggu gugat oleh hal lain.

"Kok diem?." Tanya Clara.

"Aku cuman nganter Ninis ke perpustakaan, Ra. Maaf, lagi." Ungkap Dion sejujurnya, dia tau jika dia berbohong pun tidak akan mempan, Clara pasti sudah tau, makanya dia bertanya.

"Aku mohon, Ra, maafin aku. Dan aku minta sama kamu, jangan deket dekat sama Aryan." Ucap Dion lagi.

"Apa kamu bilang? Adil banget ya ada di posisi kamu, kamu bilang aku gaboleh deket sama Aryan sedangkan kamu nyantol nyantol sama Ninis? Gila, enak banget ya posisi kamu, Dion. Kamu yang suruh aku maafin Aryan, kamu yang bilang sama aku kalau aku gausah ribut ribut sama Aryan, kamu yang bilang kalau sebaiknya aku akur sama Aryan, tapi barusan kamu bilang apa?." Jelas Clara membalas dengan begitu tajam.

Jleb.

     Serasa ada pisau tajam yang menyayat hatinya kemudian tertanam dengan mudah sehingga memercikkan luka dan darah di dalamnya. Dion hanya bungkam, dia kesal, kesal terhadap dirinya yang bodoh.

"Kamu mendingan pulang aja deh, aku mau istirahat. Aku males ketemu orang yang gapernah sadar akan salahnya sendiri." Tegas Clara meninggalkan Dion.

     Dion mengacak rambutnya prustasi. Ingin rasanya dia menghajar keras tubuhnya sendiri, namun sayangnya gak bisa. Dion pikir semuanya terlambat, memang seharusnya dari dulu Dion menolak untuk bersama Ninis.

"Non Clara kemana mas Dion?." Tanya Bi Sumi ketika hanya melihat Dion seorang diri.

"Di kamar, Bi, kayaknya Clara mau istirahat, kalau gitu Dion pamit pulang ya, Bi. Assalamualaikum."

"Oh gitu, muhun atuh. Waalaikumsallam."

     Sementara itu di kamar yang penuh oleh suara isak tangis itu ikut menghasilkan kesedihan pada Chika.

Ara : Ras, kerumah Chika ya sekarang.
Sarass : Rek naon atuh, Ra, ka dinya na?.
Ara : Ras (nada memohon, dan Saras tau itu, pasti Clara menangis).
Sarass : Yaudah atuh aku berangkat ke sana nya, tunggu.

     Setelah sekian menit menyendiri, kini Saras datang, menemui Clara yang sedang putus pada perasaannya, yang sedang merasa hampa oleh harapannya. Saras tau, pasti ada nama Dion dibalik semua ini. Chika hanya tersenyum ketika Saras menanyakan nama Dion. Saras juga tau, Chika terkadang hanya diam untuk mengiyakan kebenarannya.

     Saras duduk di samping Clara, mengusap bahu milik gadis yang kini sedang menangis itu. Menenangkan secara perlahan, sudah sering terjadi seperti ini sebelumnya, dan sumbernya itu sama, Dion, karena hanya Dion yang bisa membuat Clara gegana dan menangis seperti ini.

     Clara menatap sendu kearah Saras, memurungkan bibirnya seolah olah dia ingin meluapkan tangisannya saat itu juga. Dengan penuh kepekaan, Saras memeluk Clara, membiarkan sahabatnya itu menangis deras pada pundaknya.

"Non Chika, Non Ara teh kenapa?." Tanya Bi Sumi pada Chika yang kini menatap dari arah pintu.

"Gapapa, Bi, biasa anak remaja." Jawab Chika.

"Oh gitu, yaudah, Bibi balik lagi ke dapur ya, Non."

"Eh, Bi, manggilnya Neng aja gausah Non, kak Ara juga lebih suka dipanggil Neng." Ucap Chika.

"Oh gitu, iya atuh. Mari neng, Bibi permisi."

"Iya, Bi."

     Clara menumpahkan semua air matanya, membuka bendungan yang dia pendam sebelumnya.

"Dion jahat banget sama aku, Ras. Hiks. Dia jahat, Ra, jahattt."

"Ninis ya? Kan aku teh udah bilang sama kamu, kalau si Dion emang deket sama Ninis, dia chat sama Ninis, dia jadiin Ninis buat pelampiasan kalau dia lagi sendiri. Ninisnya jugakan mau aja sama si Dion, jadi udah pasti mereka teh ada apa apanya."

"Aku gatau, Ras, aku teh bener bener gatau harus gimana? Dari dulu juga Dion emang kayak gitu, dia gabisa pegang amanah dia sendiri, bahkan barusan dia ngelarang aku deket sama Aryan, sedangkan dia bisa gitu deket deket sama Ninis? Gak adil banget rasanya di posisi aku, Ras. Aku sama Aryan cuman minta bantuan biar bisa pastiin kalau Dion itu gak selingkuh, udah itu aja, Ras."

"Akuge tau, Ra, Dion terlalu ngambil pikiran negatif. Udah atuh ya, jangan nangis terus, masa iya nangis cuman gara gara si Dion aja, ntos atuh, Ra, ntos."

"Gausah ngerusak mahkota lo buat orang kayak Dion lah, Ra." Suara yang datang tiba tiba itu sudah tidak asing lagi bagi Clara.

     Clara memalingkan wajahnya dan menghapus air matanya, rasanya malu sekali jika dia harus menangis di depan Aryan hanya karena Dion. Dia tidak ingin mengulangi kebodohannya di depan Aryan lagi.

"Ngapain lo disini?." Tanya Clara ketus tanpa melihat Aryan sama sekali.

"Di kasih tau Chika. Ra, lo di Bandung sebenernya mau jalan jalan apa mau nangis terus setiap hari kayak gini? Kan disini lo sama Chika."

"Bukan urusan lo."

"Emang bukan urusan gue sih, tapi nih, Ra, Bandung itu luas, Ra, indah, masa iya di sia siakan begitu aja. Ayolah gausah sedih sedihan terus. Kasian Chika, gaada temen."

     Clara memalingkan wajahnya menatap Chika, menatap dengan mata yang berkaca-kaca, rasanya benar, untuk apa dia membuang buang waktu hanya untuk menangisi Dion.

"Ayo sini keluar, kita jalan jalan, Chika juga udah siap nih."

"Ayo, Kak, kita keluar jalan-jalan, kan Kak Ara teh harus nemenin Chika."

     Clara tersenyum, menghapus sesak di hatinya, benar juga, bersenang-senang tanpa memikirkan masalah sepertinya tidak masalah, sejenak saja, manusia mana yang tidak berhak mendapat kesenangan? Benar kan?.

"Oh iya, hai kamu yang temen Clara yang cantik, kamu juga harus ikut sama aa Aryan ya, biar gaada fitnah fitnah lagi. Oke?." Goda Aryan pada Saras.

"Gausah goda-goda Saras, kasian, dia sahabat gue!." Judes Clara.

"Kamu kok cemburuan amat Neng sama Abang, jadi sukakkk deh Bang Aryan tuh." Alay Aryan yang sering banget kambuh.

"Buruan berangkat atau kita gajadi jalan jalan?!." Perintah Clara "Ayo Chik, Ras, kita masuk mobil. Biar pak supir belakangan aja."

"Itu mobil gue Clara!." Teriak Aryan yang tidak didengar sama sekali oleh Clara.

Nasib, suara hati aja kadang gak didenger sama si Clara. Perjuangan hidup seorang aku itu emang gak mudah ya. Aryan.

🌹🌹🌹

Celengan RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang