ENAM

350 6 1
                                    

"Demi semesta dan seluruh isinya, memang ya kalau jodoh gak kemana."

******

Suasana malam di salah satu cafe yang sedang hits itu nampak ramai, apalagi malam ini malam minggu pasti banyak pasangan atau bukan yang menjadikan tempat ini sebagai pilihan. Dengan dekorasi yang bisa dibilang kekinian banget buat foto-foto, cafe ini juga di lengkapi free wi-fi.

Seperti yang dilakukan oleh dua cowok satu cewek yang tengah duduk di pojokan dekat jendela yang menghubungkan ke arah luar. Mereka Raya, Bagas dan Samuel yang tengah kumpul bareng untuk push rank. Itung-itung ada wi-fi gratis.

Setelah 1 pertandingan selesai dan mereka menang, gadis yang memakai hoodie putih dengan celana jeans itu menaruh ponselnya di meja.

"Gak lagi?" Tanya Bagas.

Raya menggeleng cepat, "anterin gue ke rumah Melodi dong, Gas."

"Wew!" Sahut Samuel. "Kita kumpul belum ada sejam dan elo udah mau kabur nemuin temen elbert lo itu? Parah!"

"Gak gitu kali, Nu."

"Ashila bentar lagi ke sini, kalo dia tau gue gak ada buat nganterin lo, bisa mati gue."

Raya mendengus sementara Samuel menggeplak kepala bagian belakang milik Bagas dengan pelan.

"Bucin lo!"

Bagas mengadu tangan kanannya beranjak mengusap kepalanya, sembari tatapannya beralih menatap tajam ke arah Samuel yang kini cekikikan. "Sakit bangsat!"

"Udah tau Ashila mau ke sini, yang di jemput malah siapa." Sindir Samuel.

Raya berdecih, Bagas melirik Raya lalu kembali pada Samuel. Secepat mungkin tangannya dia ayunkan untuk membalas yang setimpal perbuatan Samuel padanya.

"Yang nyuruh gue jemput Raya siapa goblog."

Samuel makin menambah kekehannya, dia mengangkat jarinya untuk membentuk huruf V. Ya karena memang Bagas datang menjemput Raya itu disuruh oleh Samuel. Rencananya kan Samuel yang jemput Raya dan Bagas jemput Ashila tapi malah gagal.

"Udah baik gue tega nyuruh Ashila ke sini sendiri, gue gak mau dia makin curiga sama gue."

Raya berdecak, kedua bola matanya berputar malas menatap kedua orang gak jelas itu. Untung temen.

"Suruh sapa juga lo ngajak Ashila."

"Sekarang malming goblog, ngotak dikit dong bangsat."

"Ya elu, yang salah malah ngatain gue."

Raya geram mendengarnya, kedua tangannya bergerak untuk menampar pelan pipi mereka. "Berisik!"

Tatapan mata Raya melotot, keduanya jadi ciut nyali dan memutuskan diam. Bukan mereka takut sebenarnya tapi karena merasa gentle, kan gak elit kalau harus ribut lawan cewek apalagi kroyokan.

"Gak bisa nganterin?" Ulang Raya.

Bagas menggeleng lemah, Samuel berdecih.

"Serah lo, gue pergi." Raya bangkit langsung meninggalkan mereka berdua tanpa menunggu persetujuan lebih dulu.

Bagas dan Samuel jadi saling pandang dengan tatapan saling menyalahkan. Tidak ada gunanya juga kalau Raya harus berada di sini bersama mereka, toh, di luar sana jam segini pasti masih ada transportasi.

"Goblog lo!" Umpat Samuel.

Bagas mendelik, "ada Ashila bangsat."

"Mana!" Spontan Samuel terkejut.

"Masih otewe."

"Ahela goblog lo, gue pikir udah dateng."

Dan mereka berujung ribut sendiri. Untung saja tempat yang mereka pilih ada dalam situasi yang cukup aman sehingga tidak banyak orang yang akan merasa terganggu oleh aksi mereka berdua.

Kalaupun ada yang merasa terganggu, tidak mungkin juga mereka bisa terusir. Cafe ini kan punya keluarganya Samuel.

****

Raya berjalan menjauh keluar dari lingkungan cafe menuju di halte terdekat. Niatnya mau order ojek online, tapi gak taunya pas masih di jalan dia bertemu dengan orang yang dia kenali.

"Eh Raya?" Celetuk salah satu cowok berjaket abu-abu yang tengah duduk di atas motor matic warna merah.

"Eh, Kakak kelas semua, kebetulan nih ketemu." Raya melangkah mendekat ke arah mereka yang beranggotakan 4 orang.

"Abis darimana malem minggu jalan sendirian?" Cowok berjaket abu-abu itu kembali berbicara dan dia adalah Gavian.

"Biasa dari tempat Sam."

"Mau pulang?"

"Iya Kak."

"Sama Hendra aja sekalian, bentar lagi juga kita balik."

Raya menoleh ke arah cowok yang memakai kaos hitam berlengan pendek yang di maksud oleh Gavian. Hendra yang mendengar namanya di sebut nampak tersenyum kikuk sembari tangannya menggaruk belakang daun telinganya.

"Gak usah Kak, aku mau ke rumah Melodi."

"Udah malem, Ray." Sahut Farel cowok yang duduk tepat di sebelah Hendra. "Sama Hendra aja udah."

"Kalo lo gak mau, bareng Anza aja, dia mau ke rumahnya Galang, searah kan tuh?"

Raya mengangguk menjawab pertanyaan dari Gavian barusan kemudian dia menoleh ragu ke arah Anza yang memang ada di sana. Cowok itu tengah duduk di antara Gavian dan Hendra.

Tatapan yang melayang dari cowok itu begitu datar tapi melihat penampilannya yang super paling keren dari teman-temannya, iman Raya jadi lemah.

Pantas saja kalau Melodi yang bisa di bilang keturunan Einsten itu suka, orang emang dianya aja ganteng. Jadi kemanakah mata Raya selama ini?

"Gak usah Kak, aku mau ke supermarket dulu baru nanti pesen ojol." Raya mengatakan kalimat itu karena merasa sungkan dengan Anza.

"Za, longgar kan lo?" Gavian berbicara dan Anza hanya berdehem menjawabnya.

"Yaudah, sekalian aja anterin. Searah, biar ga kelihatan jonesnya, ya gak coy!"

"Yokmen!" Jawab Hendra dan Farel kompak.

"Gak usah Kak, aku bisa sendiri." Tolak Raya dengan senyuman yang masih terpasang pada raut wajahnya. "Duluan ya Kak, permisi."

"Silahkan, hati-hati Ray."

"Siap Kak!" Raya menjawab ucapan Gavian dengan semangat sebelum akhirnya dia memutuskan untuk melangkah menjauh dari mereka berempat.

Raya memang berniat mampir sebentar ke supermarket yang ada di dekat sini sebelum ke rumahnya Melodi. Tapi Raya gak pernah berniat ingin menolak tawaran tadi hanya saja Raya terlalu gengsi dan sungkan kalau harus menjawab iya.

Lagipula wajah datar Anza sangat tidak mendukung. Raya gak mau terjebak dalam kebisuan di sepanjang perjalanan nanti. Beda cerita kalau yang dateng Devano.

Ngomongin soal Devano, mungkin gak sih Raya bakal ketemu cowok itu di sini?

Brukkk!!!

"Aswhhh." Raya merintih saat bahunya tak sengaja bertabrakan dengan seseorang dari lawan arah ketika langkahnya hampir saja sampai di halaman supermarket.

Dia mengusap bahunya dan mendongak, bermaksud ingin meminta maaf karena tak memperhatikan jalan. Namun begitu melihat orangnya, mata Raya mendadak mengerjap beberapa kali dengan bibir terbuka. Bahkan jantungnya juga ikutan berdetak lebih cepat.

Wajah tampan dengan gaya pakaian yang keren, kaos putih di padukan dengan kemeja flanel warna maroon andalannya dan celana hitam sekaligus sepatu putih membuat seseorang itu jadi terlihat seperti seorang pangeran yang turun dari bunga tidur Raya menjadi kenyataan.

Demi semesta dan seluruh isinya, memang ya kalau jodoh gak kemana. Teriak batin Raya.

"Devano?"

ABU-ABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang