DUABELAS

83 2 3
                                    

"Cinta itu tumbuhnya dari hati, kalau dari mata namanya sebatas kagum. Tau kenapa? Karena cinta itu cuma bisa dirasakan bukan dilihat."

- Ra(sa) Ya(ng) terabaikan

****

Kalau orang hidup pasti punya hati. Hati itu gunanya untuk merasakan dan cinta adalah satu contoh paling sederhana yang semua orang pernah merasakan.

Gak ada manusia yang bisa lepas dari rasa cinta. Tetapi gak semua orang menanggapi rasa itu dengan cara yang sama. Ada yang lebih memilih diam menikmati adapula yang terang-terangan mengejar. Seperti Raya dan Melodi contohnya.

Raya, semua orang tau siapa cowok yang dia suka. Orang kerjaan tiap harinya ngejar Devano. Lah kalau Melodi? Siapa yang tau gadis itu suka dengan siapa?

"Mel, sumpah deh, lo belum pernah sekalipun ngomong ke gue lo suka sama siapa." ucap Raya mendesak Melodi yang tengah mengerjakan tugas Matematika milik Raya.

"Bukannya udah tau?" Melodi membalikkan pertanyaan dengan fokus masih mencari rumus.

"Siapa, Angsa?" tanya Raya. "Kok gue ragu ya, lo bener suka dia dalam konteks yang bener-bener cinta."

"Nyatanya," jawab Melodi masih fokus menggarap tugas milik Raya. "Gak sih, gue cuma sekedar kagum aja sama tuh orang."

"Kagum sama cinta itu dua hal yang berbeda, Mel."

Melodi menghentikan aktifitasnya menulis, lebih dulu menaruh bolpoin sebelum akhirnya menatap Raya.

"Lo tau soal cinta?"

"Cinta itu tumbuhnya dari hati, kalau dari mata namanya sebatas kagum. Tau kenapa? Karena cinta itu cuma bisa dirasakan bukan dilihat."

"Terus?"

"Terus apanya?" tanya Raya.

"Ya, kenyataan dari penjelasan lo itu apa?" jelas Melodi. "Cinta yang sebenernya lo tau bukan dari kata-kata atau apalah itu."

Raya dibuat bingung, mulutnya terbuka tapi tak mampu bersuara. Bola matanya berlarian tak tentu arah.

"Gue jadi bingung." jawab Raya ragu.

"Pertanyaan simpel, antara Devano sama Bagas lo pilih siapa?"

"Serius, lo bandingin Devano sama Bagas?"

"Jangan bilang lo cuma nganggep Bagas temen."

Raya tersenyum sumringah. "Tuh tau!"

"Tapi kenapa lo selalu butuh dia?"

"Ya kar--" ucapan Raya terpotong oleh kalimat Melodi. "Karena dia temen deket lo?"

"Kalo bukan ke Bagas, siapa lagi? Sandy? Idih sori gak lepel sama gue." jawab Raya sembari tangan kirinya memotong udara dengan raut wajah yang dibuat sinis.

"Awas aja kalo endingnya lo baper sama dia."

Raya tertawa keras dengan nada dipaksakan. "Lucu canda lo ya!"

"Orang yang gue suka itu harus ti--" lagi-lagi ucapan Raya terpotong oleh Melodi.

"Tinggi, sempurna, berjiwa kepemimpinan, sok ganteng, songong, belagu, kaya itu tuh. Iya, kan?" Melodi menggerakan dagunya sebagai kode agar Raya menoleh ke arah yang Melodi maksud.

Baru satu detik Raya menoleh dan melihat siapa yang Melodi maksud, tatapan sinar matanya begitu silau seperti tengah mendapat harapan hidup dalam kondisi gelap yang tak mungkin lagi.

Dari arah pintu masuk kelas, cowok tinggi yang gantengnya Maa Syaa Allah itu berjalan masuk dengan gaya dinginnya yang mengundang perhatian Raya tak terbagi lagi.

"Devano!" seru Raya segera bangkit berlari menuju ke arah cowok itu.

Sementara Melodi yang menduga hal ini akan terjadi hanya mampu geleng-geleng kepala saja. Ia memilih melanjutkan aktifitasnya mengerjakan tugas milik Raya dan membiarkan si pemilik tugas melakukan hal bodoh semaunya.

Asal Raya seneng Melodi cukup tenang.

***

"Devano!" teriakan nyaring itu menghentikan langkah si pemilik nama yang baru saja berjalan memasuki ruang kelas.

Dia berhenti dengan gaya coolnya, melirik ke arah kanan tepatnya ke arah gadis yang tengah berlari menuju ke arahnya.

Devano berdecak dan kembali melanjutkan langkahnya tanpa peduli jaraknya dengan gadis itu hanya 15 centi.

"Devano, ih!" kesalnya menarik lengan Devano supaya berhenti. "Gue mau ngomong penting sama lo, mumpung lagi inget."

"Bagi lo," Devano melirik sebentar sebelum kembali membuang muka. "Bukan gue.

"Tapi ini menyangkut diri lo, Devano." ucap Raya menyebut nama Devano gemas.

"Gue gak peduli."

"Lo harus peduli!"

"Gue males." jawab Devano melepas paksa tangan tangan Raya yang berada di lengannya.

Cowok itu kembali berjalan mengabaikan Raya yang sudah mendumel seribu kalimat umpatan dalam hati.

"Nanti gue kirim gambarnya ke nomer lo, cek. Kalo lo gak nyari gue dalam waktu 10 menit setelah gue kirim. Siap-siap aja lo terima bom dari gue." Raya mengatakan kalimat itu dengan lantang dan segera beranjak pergi tanpa menunggu respon Devano lagi.

Mari kita lihat siapa yang akan kalah dalam hal ini. Raya atau Devano?

Sepertinya sih Raya. Meskipun dia sudah menghilang di telan pintu, Devano tetap santai. Cowok itu duduk di bangkunya dengan tenang seolah yakin tidak akan terjadi apapun meski Raya mengatakan akan melempar bom atau sejenisnya.

Bahkan jika dunia hancur pun, Devano nampaknya tetap tidak akan peduli dengan apapun yang akan Raya lakukan.

Tapi beberapa detik setelah ponselnya bergetar dan saat Devano mengecek lewat notifikasi, terdapat kiriman gambar dari nomer yang tidak tersimpan di kontaknya tapi Devano hapal itu milik Raya.

Dia segera membuka, baru beberapa detik berjalan setelah melihat gambarnya kedua bola matanya langsung membulat penuh. Genggaman tangan di ponselnya sedikit menguat. Bahkan raut wajahnya juga berubah.

Ada semburat emosi yang tertanam di sana. Dadanya kembang kempis. Tak berapa lama dia menggebrak meja hingga mengejutkan seluruh isi kelas. Devano melangkah dengan emosi menuju ke pintu untuk mencari Raya pastinya.

Semua orang yang melihat Devano jadi bertanya-tanya, ada apa, kenapa? Apalagi dengan kalimat yang mereka dengar dari mulut Raya tadi membuat rasa penasaran mereka memuncak. Namun rasa takut sekaligus khawatir hadir ketika merasakan aura Devano yang berbeda.

Sampai seorang Melodi yang biasanya cuek, kali ini ikut cengo melihat Devano yang tidak biasa. Siapapun dapat melihat jelas kalau cowok itu menahan marah.

Memangnya, gambar apa yang Raya maksud sampai membuat Devano jadi sosok yang menyeramkan?

ABU-ABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang