SEBELAS

152 7 7
                                    

"Semesta itu maunya kita sama terus tapi kita bukan tali nyambung yang dalam satu garis dipertemukan tapi bukan untuk disatukan."

- Yang Berharap Jadi Jodohmu

*****

Langit biru di atas awan terlihat ceria. Segerombolan anak SMA yang rencana tadi katanya mau ngopi sebentar dulu ke kafe malah berujung nongkrong di depan comberan dekat jembatan jalan raya sekolah mereka.

Melodi sudah uring-uringan pengen pulang tapi Samuel kekeh menahan Melodi. Iqbaal sedang ngadem di bawah pohon yang berjarak satu meter sembari mengemut permen kojek dan bermain ponselnya.

Lalu Bagas sedang duduk agak menjauh karena sedang vidio call sama Ashila. Ashila tidak ikut karena gak enak sama temannya yang memutuskan ingin pergi ke tempat yang sedang hits.

Sementara Raya?

Dia hanya menjadi penonton setia drama antara Samuel dan Melodi. Raya sedari tadi hanya diam, ingin pergi tapi gak enak nanti di kiranya gimana-gimana. Rencana mau ke warung beli permen karet pesenan Iqbaal sekalian cari udara segar tapi lagi males jalan.

Gak pernah terpikir oleh Raya kalau ujungnya mereka akan terdampar di dekat comberan. Memang sih dari sini bisa melihat orang yang berlalu lalang, baik dari anak SMA atau SMK tetangganya.

"Sam, lo gak kira-kira ya ngajak nongkrong tapi ga mau modal." Raya bersuara karena bosan hanya diam. "Mana dekat comberan lagi, gak ada tempat lain apa?"

"Jangan ke gue, noh si Qibul yang nyeret kita kesini." protes samuel masih terus mencegah Melodi supaya tidak pergi.

Raya mendesah sebelum akhirnya dia berjalan menghampiri Iqbaal yang sekarang tengah mejemin mata. Gak tau tempat emang tuh anak, asal nyaman matanya mejem.

"Woi setan belek, melek lo!" ujar Raya masih berdiri mengamati Iqbaal yang lagi damai.

"Diem Say, lagi enak mau makan pizza gue." Iqbaal menjawab sekenanya.

Kedua bola mata Raya berputar malas. "Anterin gue pulang aja ngapa sih, gue males lama-lama di sini. Bosenin tauk!"

Masih dengan mata terpejam, tangan Iqbaal bergerak menunjuk tepat ke arah Bagas yang masih sibuk VC sama Ashila.

"Minta sama ngademin lo, gue mau tidur." kemudian Iqbaal mengubah posisi jadi miring dengan menyembunyikan kepalanya.

Raya mendesah. Berjalan menjauh meninggalkan Iqbaal dengan kedamaiannya yang tidur di bawah pohon dekat comberan. Untung comberannya bersih, gak item, gak bau lagi. Tapi tetap saja bicara dengan Iqbaal itu percuma gak ada gunanya.

Kali ini Raya mendekat ke arah Bagas tapi tetap jaga jarak. Biar bagaimanapun Bagas punya ruang privasi sama Ashila dan Raya gak bisa jadi orang ketiga di antara mereka.

Namun ketika pandangannya mengedar tak sengaja menemui satu titik yang reflek membuat kedua bola mata Raya membulat senang. Di ujung foto kopi yang berjarak kurang lebih 30 meter ada Devano yang sedang berdiri sembari menyerahkan beberapa lembaran kertas untuk di serahkan pada pegawai foto copi.

Niat semula ingin menghampiri Bagas jadi terus melangkah tanpa rem untuk menyusul Devano. Mengabaikan panggilan Samuel yang terus ngoceh menyebut namanya.

"Mau kemana lo, Ray?" tanya Samuel namun karena tak mendapat jawaban, dia terus berbicara. "Raya budeg!"

"Sam, lepasin gue." Melodi berusaha melepas celakan tangan Samuel yang terus menahan.

Pandangan Samuel yang semula melototi Raya jadi kembali pada Melodi yang belum menyerah. "Diem dulu sayang."

"Sayang pala kau peyang!" ujar Melodi kesal.

Tak menggubris ucapan Melodi, Samuel kembali menatap Raya yang sudah agak jauh. Tahu kemana tujuan Raya berada Samuel berdecak lirih.

"Devano setan." umpat Samuel lirih tertuju Devano yang di anggap sebagai pengacau rencananya. Melodi yang mendengarnya langsung menimpali. "Elu setannya!"

"Raya kampret, balik anjir!" teriak Samuel dengan Melodi yang masih dia tahan. "Ya kambing, satu gue tahan setengah mati malah yang satu kabur nyusul idaman."

"Lepasin gue semprol, gue mau balik, Emak gue uring-uringan nyariin." sedari tadi Melodi terus ngoceh tapi terus di abaikan oleh Samuel.

"Emak lo mana tau lo pulang awal, gak usah alesan lo." jawab Samuel.

"Dahlah males, si kambing satu lepas, gak ada gunanya juga lo gue tahan di sini." Samuel melepaskan Melodi dan berlalu pergi menyusul Iqbaal yang sudah anteng terbang ke mimpi.

Melodi melongo sembari dalam hati terus mengoceh mengumpat Samuel yang kurang ajar. Menjadikan Melodi sasaran biar Raya stay tapi sedari tadi gak ada satupun yang ngomong apa tujuannya.

Bagus juga semesta mendatangkan Devano di depan mata Raya. Dengan begini Melodi terlepas. Siapa sih yang bisa menahan Raya kalau sudah melihat Devano?

Hal terdesak apapun kalau Raya sudah melihat Devano, semua kalah.

****

Langkah Raya akhirnya sampai di samping Devano yang kali ini sedang duduk sembari bermain ponselnya seorang diri. Raya memutuskan duduk di samping Devano tanpa permisi, yang semula Devano tidak sadar akan kehadirannya jadi refleks menoleh dan melihatnya.

"Gue gak tau ternyata lo masih di sini." ucap Raya tersenyum manis pada Devano.

Bukannya menjawab, Devano justru kembali fokus menatap ponselnya. Bagi Raya ini sudah biasa tapi menyerah bukan pilihan tepat.

"Lo tau kenapa kita ketemu?" Raya mencoba mengajak bicara meski sudah tau jawabannya pasti hanya keheningan.

"Karena takdir semesta." lanjut Raya kembali.

Devano masih diam fokus dengan ponselnya. Pandangannya benar-benar lurus seakan tidak menyadari jika Raya ada di sampingnya tengah mengajak dirinya bicara.

"Semesta itu maunya kita sama terus tapi kita bukan tali nyambung yang dalam satu garis dipertemukan tapi bukan untuk disatukan." ucap Raya lagi.

Kali ini Devano mengalihkan perhatiannya dari menatap ponsel jadi lurus menatap entah apa sebelum akhirnya menoleh ke arah Raya yang tengah cengengesan sendiri di sampingnya.

"Lo sehat?" ujar Devao bertanya dengan nada yang sangat datar.

"Sehat walafiyat." dengan semangat Raya menjawab.

Beberapa detik hening, Devano tak bicara dan Raya hanya menunggu. Tatapan mata mereka saling bertemu hanya sebentar sebelum akhirnya Devano membuang muka dan berdiri dan langsung pergi tanpa mengucap sepatah kata lagi.

Raya yang sudah terbiasa akan ini hanya menatap Devano yang saat ini memilih berdiri di dekat etalase toko, beberapa detik kemudian pegawai foto copi datang dan menyerahkannya pada Devano.

Sempat terjadi beberapa percakapan. Kalau di jelaskan Devano hanya bertanya, berapa dan mbaknya menjawab 10rb. Setelah menyerahkan uangnya Devano pergi tanpa pamit. Seolah sama sekali tidak menganggap kehadiran Raya ada di depan matanya.

Nyesek, tapi mau bagaimana lagi. Hati Raya terlanjur suka dan itu sudah tidak bisa di hapus terkecuali saat dirinya sudah menemukan pengganti yang mampu membuat nyaman dan lupa soal Devano.

Hanya saja Raya hanya tau satu hal saat ini. Semesta sering berbaik hati mempertemukan dirinya karena mereka hidup di satu garis tempat yang sama. Ini sudah menjadi konspirasi alam dan pertemuan akan sering terjadi selagi masih dalam satu garis titik.

ABU-ABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang