"Seperti kata gue, cowok ganteng itu harus di sukai. Jangan menyia-nyiakan ciptaan Tuhan yang sempurna."
- Jodoh masa depan Chanyeol
***
Kalau kata orang-orang tanpa kehadiran Raya kelas jadi terasa damai tapi sepi. Banyak yang merasa kehilangan karena tidak menemukan sosok gadis yang suka banget petakilan.
Anggap saja Raya itu sang pemeran utama yang mana ketika dia menghilang jalan cerita akan terasa tidak menarik lagi. Kalau saja orang lain yang berada dalam posisi Raya, kepalanya pasti akan membesar dan raganya akan terbang menembus awan. Tetapi sayangnya ini Raya yang hanya akan berlaku begitu jika mereka semua adalah Devano.
Tidak tahu kenapa tapi rasanya Raya sendiri juga merasa kesepian karena seharian ini dia tak melihat Devano.
Jalan-jalan malam dia lakukan hanya untuk menghilangkan rasa bosan dan sepinya. Dengan memakai hodie putih dipadukan dengan celana hitam panjang beserta sepatu tali putih, dia terus menyusuri jalanan malam yang sedikit sepi seorang diri. Rambut hitamnya dia biarkan tergerai dengan masker yang menutupi hidung sampai dagunya. Kedua tangannya dia masuk ke dalam saku celana.
Ini bukan malam minggu, gak banyak orang keluar rumah untuk menikmati malamnya. Kalau bukan karena mau beli roti tanpa selai, Raya pasti juga tidak akan keluar malam ini. Apalagi dengan awan yang kelihatannya sedikit mendung, hujan bisa datang kapan saja.
Langkah kakinya sampai pada halaman depan supermarket yang sama sekali belum pernah Raya injak. Cukup luas, tapi tokonya tak sebesar seperti supermarket yang ada di dekat rumahnya.
Mencari yang dibutuhkan lalu menuju ke kasir. Secepat mungkin Raya harus kembali sebelum hujan datang. Tidak pasti tapi tetap saja harus berjaga. Tidak ada payung yang menemaninya. Gak lucu kalau sampai rumah, Raya basah kuyup dan esoknya demam.
Setelah mendapat apa yang dia tuju dengan beres, Raya kembali keluar. Sialnya hujan turun lebih dulu bertepatan dengan dirinya yang membuka pintu kaca supermarket tersebut.
Rintik-rintik air hujan mulai deras. Raya tak bisa kembali sekarang. Menepi lebih baik daripada harus melawan hujan. Mungkin dengan duduk di depan kursi yang di sediakan sembari menunggu hujan reda, akan terlihat menyenangkan. Napasnya terhembus kasar, saat ini dia terlihat seperti menunggu seseorang yang tak pasti padahal tidak.
"Lo di sini?"
Suara itu membuat Raya menoleh, sedikit mendongak untuk memastikan siapa yang berbicara itu.
"Ngapain?" Seseorang itu kembali berbicara.
Jantung Raya berhenti berdetak. Melihat seseorang yang berdiri di hadapannya dengan gaya yang terlihat begitu dingin auranya.
Keren, komentar Raya terus memperhatikan penampilan seseorang di hadapannya . Kaos putih polos di padukan kemeja flanel yang terbuka dengan celana jins hitam sangat terlihat cocok untuk ukuran tubuhnya yang terbilang bagus. Dia tampan, Raya akui itu.
"Nunggu hujan, gak lihat?" Raya membalasnya.
Cowok itu tak memiliki ekspresi apapun di wajahnya, ini alasan Raya mengatakan auranya dingin. Dia tiba-tiba duduk di kursi kosong samping Raya dengan posisi yang menghadap ke timur sementara Raya menghadap arah utara.
"Jauh."
Raya sontak menoleh. Alis kanannya terangkat tinggi, tak mengerti apa yang cowok itu bicarakan.
"Rumah lo." Lanjutnya.
Raya semakin tak mengerti. Matanya terus menatap cowok itu dengan cermat. Merasa curiga, takut kalau selama ini cowok yang ada di dekatnya ini ternyata penguntit.
"Lo tau?" Tanya Raya langsung.
"Gak pasti."
"Gak pasti gimana?"
"Kalau nunggu reda lama," ucap cowok itu menatap rintik air hujan yang makin bertambah deras diikuti oleh Raya.
"Pake." Cowok itu menyodorkan jas hujan plastik yang masih terbungkus rapi pada Raya.
"Beli 2 tadi." Lanjutnya mengeluarkan jas hujan dari kantung kresek putih yang dia bawa.
Raya hanya memperhatikan saja. Pemberian dari cowok itu sama sekali tak Raya sentuh. Sementara cowok itu kini mulai membuka jas hujannya untuk dia pakai.
"Ayo." Ajaknya.
"Lo duluan aja." Jawab Raya.
Cowok itu beralih dari menatap Raya jadi menatap ke arah hujan yang masih deras.
"Terserah." Katanya sebelum kemudian dia berjalan menjauh dari Raya menerobos hujan dengan jas hujan miliknya. "Jangan lupa balikin, punya adik gue."
"Makasih Kak!" Ujar Raya selang beberapa detik setelah cowok itu pergi. Entah dia mendengar atau tidak yang penting Raya sudah mengucapkan makasih sebagai cewek baik yang punya attitude.
Matanya masih terus memperhatikan cowok itu yang menerobos hujan dan mulai kabur dari pandangannya. Kalau di pikir wajah cowok itu memang sangat tampan tapi Raya sama sekali tak tertarik apapun dengannya. Hati Raya sudah berlabel nama Devano yang mana artinya takkan ada cowok lain yang bisa masuk. Seganteng apapun.
"Gue ngerti sekarang, alasan seorang Melodi bisa sampai bucin kalau ketemu dia karena faktanya cowok itu ganteng, keren, udah gitu punya sisi aura yang jadi idaman banget."
"Seperti kata gue, cowok ganteng itu harus di sukai. Jangan menyia-nyiakan ciptaan Tuhan yang sempurna."
Cowok yang tadi itu bernama Anza. Kakak kelas Raya yang kadang suka bersikap aneh dan ngeselin padanya. Tapi untuk apa cowok itu di sini?
Gak mungkin kalau rumahnya ada di sekitar sini. Raya tau banget Anza sama Devano itu satu perumahan beda blok. Sudahlah lupakan saja, ngapain di pikirin.
Ada baiknya mungkin Raya pulang. Jas hujan dari Anza bisa Raya pakai. Bakal kemalaman kalau terus menunggu sampai hujan reda. Besok masih ada jadwal yang harus Raya lakukan.

KAMU SEDANG MEMBACA
ABU-ABU
Teen FictionSemakin lo mengabaikan gue, semakin gue gigih ngejar lo. Karena kodratnya cowok ganteng emang harus disukai. Itu wajib, udah tertulis dalam undang-undang yang di sah-kan semua kaum hawa. -Dari gadis petakilan yang mengaku jatuh hati pada paras cowo...