Kami tenggelam dalam hasrat yang menggebu-gebu. Sasuke sangat pandai memuaskan dan menyentuh bagian sensitifku. Aku menggila, bergairah dan tanpa sadar memuja Sasuke. Jantungku berdenyut sakit menantikan apa yang ia lakukan berikutnya padaku.
"Kau siap, Sayang? "
"Aku lebih dari siap. " Kami bertatapan. Mataku tidak ingin berpaling darinya sedikitpun. Waktu seakan menjadi musuh saat penantian terus berlangsung untuk mendapatkan kepuasan darinya.
"Oh disana, begitu! "
Pria ini berhasil membuatku terus menjerit hanya karena tangannya. Aku tau dia tidak akan mengecewakanku.
"Tatap aku dengan mata hijaumu, Sayang. "
"Aku... Aku akan membencimu jika kau berhenti Sasuke. "
"Tidak denganmu aku tidak bisa berhenti. "
Aku mengutuk waktuku yang menyia-nyiakan pria seksi ini demi pria bodoh seperti Sasori. Aku bahkan membenci diriku sendiri yang lebih bodoh karena mengabaikan pria yang memiliki pahatan sempurna dan bisa membuat seniman menangis bahagia.
Andai saja aku tidak terlalu bodoh maka semua ini bisa aku miliki sedari dulu.
..
.
Istilah cinta memang buta dan membuat orang menjadi bodoh memang tidak salah. Semua terbukti padaku. Sebagai obat penenang, efek Sasuke bertahan selama sesi percintaan. Aku memang melayang dan bahagia. Dia berhasil membawaku ke dalam gairahnya, berbahagia di atas ranjang dan menjadi liar. Aku akui itu. Tetapi setelah aku berada di bawah pria hebat yang luar biasa semua kembali ke awal ketika semua gairah selesai. Hatiku masih berdenyut sakit dan air mata kembali menetes menemani malamku menunggu pagi tiba.
Aku menangis sendirian, tanpa diketahui Sasuke yang tengah tidur sambil memeluk tubuhku.
Tidak semudah itu melupakan Sasori. Kami bersama sejak kecil dan aku melakukan banyak hal yang manis dengannya. Dari dulu ia menjadi pusat duniaku. Tujuan hidup yang aku yakini. Bagaimana mungkin aku bisa bertahan ketika segalanya tiba-tiba menghilang dariku.
Aku tidak baik-baik saja. Perasaan menyakitkan ini bisa membunuhku. Apa yang harus aku lakukan untuk menenangkan sakit di dadaku ini. Ke mana aku harus mencari orang untuk menyembuhkan hatiku yang teriris.
Aku seperti seonggok sampah yang tidak berguna setelah semua pengorbananku. Aku membenci hatiku yang lemah.
.
.
.
Gerakan di ranjang membuatku terbangun. Wajahku pasti mengerikan setelah menangis semalaman. Itu cara yang bodoh untuk meratapi diri.
Ketika aku membuka mataku, tatapan iba Sasuke yang pertama kali menyambutku. Entah kenapa jika dihadapan pria ini aku menjadi malu. Seolah aku anak kecil yang ketahuan melakukan hal nakal.
"Kau menangis? "
"Aku membutuhkannya Sasuke. Kau boleh menghinaku karena bodoh. "
Dia justru memelukku, menarikku ke dalam dadanya yang bidang dan kuat. Tempat dimana aku bisa kembali menangis untuk menumpahkan kesedihanku.
"Kau boleh menangis meski pria itu tidak pantas untuk kau tangisi. "
"Kau benar, pria itu tidak pantas untuk aku tangisi. Tetapi mengapa air mataku mengalir ketika mengingatnya. Hik aku sama sekali tidak ingin memikirkan dia, namun bayangannya tidak mau lepas dari otakku. "
"Kau butuh waktu, berikan waktu pada dirimu untuk menerima semuanya. " Belum pernah aku bersyukur karena pria lain memelukku. Saat ini terjadi pengecualian, karena Sasuke. Aku bersyukur Sasori memilihnya untuk menjadi suami bayaran diantara pengangguran yang lain.
"Kau sudah selesai. Ayolah aku butuh dirimu di pagi hari. "
"Dasar mesum. "
"Setiap pria normal yang melihat wanita seksi tanpa busana pasti akan bereaksi sepertiku. Aku bukan pengecualian! "
Aku mendadak sangat kesal.
Krauk.
A-apa yang kulakukan? Aku menggigit bahunya. Apa sebenarnya yang terjadi pada otakku. Mulutku bergerak begitu saja dan berhasil membawa korban.
"Hm, aku akan membalasmu. "
"Kyaa Sasuke pria sejati tidak bermain tangan!"
"Aku tidak bermain tangan, aku hanya bermain lidah dan gigiku. "
"Berhenti...! "
"Kyaa. "
Pagi yang awalnya aku merasa suram telah berubah menjadi sedikit menyenangkan namun konyol berkat Sasuke. Aku berusaha menghindar dari gigitannya namun justru berakhir dimakan habis olehnya.
Aku bisa melihat harapan untuk melupakan Sasori saat bersamanya. Ku harap hal itu terjadi secepatnya hingga aku tidak sadar telah melupakan Sasori.
Ranjang hotel ini kembali berderit dan memukul tembok hotel saat prosesi bercanda kami berubah menjadi percintaan. Aku bisa terbiasa dengan Sasuke, ku harap dia tidak meninggalkan aku dan menemani hari-hariku kedepannya.
Aku menarik nafas panjang, jiwaku masih luluh lantak akibat percintaan kami. Namun sekarang bukan waktunya bersantai. Ino--sahabat sekaligus managerku akan membunuhku jika aku tidak datang tepat waktu.
Aku memang memiliki janji dengannya, dan hanya dia orang yang bisa kupercaya untuk mengakhiri kontrakku dengan perusahaan agensi.
Sasuke juga terbangun. Aku selalu bergairah ketika berdekatan dengannya, mengetahui jika ia juga memiliki perasaan demikian membuatku senang. Tapi kami perlu menjadi profesionalitas kerja sehingga tidak tergoda untuk terkurung di kamar hotel ini dan bercinta seperti kelinci. Walaupun ide itu tidak buruk sama sekali.
"Waktunya kita bangun jagoan, " godaku. Aku sudah rapi dengan busana pesta dan berniat pergi ke rumah sebelum menemui Ino.
"Baiklah, aku akan bangun. "
Kamipun melalui pagi ini dengan senyum.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fake Husband (Sasusaku Version)
FanfictionDemi mendukung perusahaan Sasori, Sakura terpaksa menikah dengan pilihan kekasihnya. Sedangkan Sasori yang merupakan Kekasihnya menikah dengan wanita kaya yaitu Yugao. Semua berbalik tanpa diduga, suami bayaran yang bernama Sasuke berubah menjadi pr...