Bab Dua Belas

8.5K 680 19
                                    

Sasuke meraihku, menciumku dan tangannya yang hangat berada di tengkukku. Aku menyukai ciumannya yang panas membara. Aku menyukai lidahnya yang menyapu bibirku, kulit sensitifku. Aku menyukai segala hal yang ia lakukan padaku.

Dia membuatku melayang, dalam arti sebenarnya. Aku berada di gendongannya. Dia kembali membawaku ke jakuzzi kami. Mata gelapnya tak melepaskan pandangannya dari tubuhku ketika sebagian dari mereka perlahan tenggelam di jakuzi. Rupanya ia menyukai diriku yang basah.

"Oh Tuhan, kau begitu cantik, Angel. "
Kulihat tatapannya memindai tubuhku seolah tertarik pada sesuatu atau mungkin memang ada sesuatu yang menarik perhatiannya.

Matanya yang hitam adalah salah satu favoritku. Mereka nampak cantik ketika diterpa cahaya lampu.

Kurasakan bibir Sasuke di leherku. Tangannya menyelip pada celana bikini yang aku kenakan. Mencari sesuatu dan aku merasakan jika celana bikini yang malang menghilang dari tubuhku.

"Kau membencinya? " tanyaku.

"Itu menghalangi jalanku. "

Aku tersenyum, sebuah kecupan kembali mendarat di puncak dadaku yang terbalut bra bikini. Aku bisa menduga apa yang terjadi pada benda itu sebentar lagi.

Dan dugaanku benar, bra bikiniku bersatu dengan pasangannya. Pasti celana dalam itu bahagia kembali bersama pasangannya. Setidaknya dia tidak sendirian ketika dibuang.

"Woah...Sasu. "

Ujung dadaku yang berada di dalam mulutnya menggetarkan sel-sel tubuhku. Membangun sebuah kenikmatan yang indah. Memberikan keberanian padaku untuk berbuat nakal. Dan aku melakukannya. Sasuke adalah objek yang aku jadikan eksperimen tentang seberapa besar gairahku bisa bertahan.

Kami melakukannya dengan panas, lembut, cepat dan nakal. Kali ini aku sangat puas dengan kenikmatan nakal yang sudah aku ciptakan.

"Sudah waktunya menyelesaikan pesta malam ini. Kita butuh tidur. " Sasuke mengangkatku dari jakuzzi. Dia tidak membiarkan kaki cantikku menyentuh lantai marmer yang dingin.

Bisa kurasakan perhatian dan pandangan memujanya padaku. Setidaknya itulah yang aku artikan dari tindakan memanjakan diriku.

"Kau membuatku merasa dipuja. "

"Memang itu yang aku lakukan, aku memujamu, Angel. "

Angel... Sebutan yang ia sematkan padaku.

"Julukan Angel nampak terlalu suci jika melihat masa laluku. Aku merasa tidak pantas kau sebut 'Angel' meskipun aku merasa istimewa dengan panggilanmu itu. "

"Aku memanggilmu Angel karena hatimu yang tulus. Kau mudah memberikan kasih sayangmu pada orang lain. Bahkan pada wanita yang merebut kekasihmu. "

"Disini akulah pihak yang jahat. Mencoba memanfaatkan kekayaan wanita lain bukanlah sesuatu yang membanggakan. Aku bersyukur tersadar dan tidak perlu menjadi monster. "

"Tidak, hatimu yang lembut yang dimanfaatkan oleh Sasori. Kau tidak akan menghindari Sasori secepat ini jika kau memang memiliki niat jahat pada Yugao. Kau wanita yang cerdas aku yakin kau akan berhenti sebelum menyakiti orang lain. "

Dalam gendongannya aku tersenyum dan menyandar di dadanya. "Aku berusaha keras untuk menjadi wanita cerdas, Sasu. Sangat keras. "

.

.

.

Aku rasa udara dingin yang menyelimuti Manhattan adalah mimpi buruk para pekerja keras. Udara ini begitu nyaman sehingga menggoda orang untuk bergelung malas di ranjang. Awalnya aku ingin melakukan ide itu. Tetapi aku tidak boleh mengacaukan jadwal yang disusun Ino. Wanita itu begitu pandai membuat suatu terobosan untuk menyelesaikan masalah, jelas tidak ada yang ingin memiliki masalah dengan wanita pandai __termasuk aku.

Aku menelusuri jalan Avenue yang dihiasi pohon maple yang kemerahan. Pemandangan yang menakjubkan dan menjadi daya tarik tersendiri bagi pelancong.

'Kapan-kapan aku akan mengajak Sasuke jalan-jalan ke tempat ini. '

Ino sudah menungguku. Dia memberikan sebuah kertas yang bisa mengakhiri kontrakku tanpa ada kendala.

"Hanya ini yang harus aku lakukan? "

"Yup, berterima kasihlah padaku. Meski kunci utama mereka tidak mempersulitmu adalah aku menggunakan nama Uchiha. "

"Apa?"

"Well, itu satu-satunya jalan. Mereka akan berpikir dua kali sebelum mempersulitmu ketika embel-embel Uchiha menempel padamu. Baik, lupakan itu. Apa kau sudah mencari info tentang masa lalunya? "

"Aku tidak melihat ada yang penting untuk mengetahui masa lalunya, Ino. Bukankah yang terpenting adalah hari ini dan kedepannya. "
Lagi pula kami bukanlah suami istri yang nyata.

Kulihat Ino menghela nafas, menutup file dan menatapku. Mata birunya berkilat serius.

"Ini harus membuatmu waspada Saku. Jangan sampai pria yang kau anggap sekutu ternyata mata-mata musuh. "

"Okey, aku akan melakukannya. Hanya saja aku butuh sedikit waktu. Aku perlu menyiapkan mental untuk beberapa kejutan__bahkan pada kejutan terkecil apalagi yang terburuk. "

"Yeah, kau memang harus mempersiapkan mentalmu. Tapi jangan terlalu lama. "

Dddrrrt drrrt

Sasori is calling...

Aku mulai bosan dengannya. Bosan dengan masalahnya, keluhannya dan sakit hati yang kurasakan ketika berada didekatnya. Mengapa dia selalu berputar di sekitarku.

"Siapa? "

"Sasori... "

Ino mengangkat kedua tangannya. "Bisakah pria normal saja yang berada di sekitarmu? "

"Aku sedang mengusahakan memburu pria normal itu. "

"Kau akan mengangkatnya? " tanya Ino ragu.

"Kenapa tidak... Hello. "

"Akhirnya kau mengangkat teleponku. Terima kasih Tuhan. "

"Aku tidak memiliki banyak waktu, Sasori. Langsung saja. "

"Baiklah, sepertinya aku tidak bisa memperbaiki hubungan kita. Meski aku bilang aku mencintaimu mungkin kau tidak akan percaya padaku. "

"Iya, memang semuanya sudah berakhir. "

"Setidaknya berikan aku malam perpisahan...hanya makan malam, okey. "

"Dimana? "

"Hotel UCW pukul delapan malam. "

"Baik. Aku akan datang. "

Ino menatapku tidak percaya. Matanya membola sama seperti bibir merahnya.

"Kau gila. Dia bisa saja mencelakaimu. "

"Itulah tugasmu, Ino. Memastikan agar Sasori tidak mencelakaiku. "

Kami berpandangan. Selama dia kami bisa memahami pikiran masing-masing meski tanpa bicara. Oleh karena itu kami menjadi partner yang solid hingga saat ini.

"Baiklah. Selesaikan urusanmu dengannya dan menjauh dari pria itu. "

"Yah, aku sudah memutuskan untuk terakhir kali berurusan dengan dia. Aku akan membuktikan jika masih bisa tersenyum lebar tanpanya. "

"Itu baru namanya Sakura. "

Salah satu yang bisa aku syukuri adalah memiliki teman seperti Ino. Tanpanya aku mungkin hancur disaat melihat Sasori berusaha mendekati Yugao dulu. Saat itu dia berkali-kali menyuruhku membuka mata. Tetapi cinta terlalu membutakanku.

Ada kalanya ia berteriak histeris, ada kalanya dia juga mendiamiku. Namun semua kembali ke semula saat kekeras kepalaanku tidak tergoyahkan.

Tbc

My Fake Husband (Sasusaku Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang