Kepalaku yang beberapa menit lalu kosong kembali mendapatkan isinya. Sudah saatnya aku tidak melarikan diri dari masalah tentang masa lalu Sasuke. Tidak ketika sudah ada orang yang terbunuh di sini.
Mataku kembali menatap monitor laptop. Aku membaca setiap ulasan dari beberapa media masa. Semua tentang Sasuke, kekerasan dan kecurigaan mengenai kematian beberapa orang pria di sana.
Dan Sasuke dengan segala alibi dan pengacara handalnya-- terlepas dari tuduhan itu. Semua terlihat sempurna meski kecurigaannya mendasar. Semua disetting seolah kekerasan sebelum seorang terbunuh--hanyalah kebetulan. Catatan hukumnya bersih.
Jantungku semakin berdenyut sakit. Aku mengigit bibir bawahku, terasa sakit. Padahal aku berharap ini hanya mimpi buruk, sayangnya rasa sakit di dada ini begitu nyata.
Oh Tuhan.
Bukan kecurigaan pembunuhan atau tindak kekerasan yang membuatku sakit. Sebab dia melakukan hal itulah yang menyayat hatiku dan menjatuhkan aku ke bawah. Dugaan wanita berambut kemerahan bermata cantik yang membuatku meringis. Aku tidak bisa membayangkan betapa besar cinta Sasuke padanya sehingga membuatnya membunuh orang-orang itu.
Saara Kabuki.
Sudah cukup.
Aku menutup laptopku. Jalanku agak terhuyung ketika menuju kamar mandi. Ini seperti menemukan suami yang berselingkuh dan ironisnya aku tidak bisa marah. Perjanjian itu penyebabnya.
Bathup hangat menjadi tempat pilihan alternatif yang bagus untuk berpikir. Ketegangan ototku lebih rileks. Aku berpikir jika otot tubuhku rileks maka aku bisa berpikir lebih logis. Semakin kesini aku semakin menyadari jika sudah memiliki pemikiran yang egois. Memang terlalu naif jika aku menginginkan Sasuke belum melakukan hubungan ranjang dengan wanita lain.
Tetapi membayangkan wanita lain merasakan Sasuke serasa mencekikku. Aku menganggap ini tidak adil karena dia pertama bagiku tetapi aku bukan pertama baginya. Aku sendiri menyadari kekonyolan pemikiranku ini.
Di negara yang kaum bohemian dan konservatif bisa berdampingan, aku menginginkan pria berpuasa untuk menyalurkan kebutuhan biologisnya? Sakura, kau sangat konyol.
Baiklah, rupanya itu berhasil meringankan sedikit rasa sesak di dadaku. Aku berpikir untuk berbelanja agar memacu adrenalin sebelum menghadapi Sasuke. Aku butuh hormon yang dihasilkan dari tubuh untuk menaikkan moodku. Karena aku masih tidak tau reaksi apa yang harus aku berikan pada Sasuke.
.
.
.
"Ini dia yang aku butuhkan... " aku mendesah lega.
Sekali lagi aku harus mengatakan jika aku menyukai fasion. Setelah menelusuri Avenue Street aku memutuskan untuk masuk ke salah satu butik di sini. Tentu saja aku memakai wig dan berkacamata hitam untuk menyamar. Ini hanya untuk berjaga-jaga.
"Anda sangat cocok dengan gaun itu, Nyonya. " Salah satu penata model yang butik ini miliki mengucapkan pujiannya. Dia memang tidak berbohong. Gaun warna lembayung ini terlihat cantik meski memiliki potongan yang sederhana. Ikat pinggang yang melingkar membentuk pinggangku memberi kesan mewah untuk menyempurnakan gaun selutut ini. Tentu saja, mereka bertabur berlian kecil di sepanjang ikat pinggang itu dan aku akan menggunakan kartu yang diberi Sasuke. Anggaplah ini bentuk pelampiasan kekesalanku.
"Aku langsung memakainya. "
"Oh itu keputusan yang bagus, anda terlihat luar biasa. "
Aku meneruskan perjalananku menuju restoran italia di sana. Beruntung zoit suit yang aku pakai menutupi dress dan cukup melindungiku dari dinginnya udara Manhattan.
Aku masuk ke restoran, penataannya sangat kental dengan suasana Italia. Pemilik restoran ini pasti sudah berusaha keras dan pantas mendapatkan apresiasi.
Pandangan ku melayang ke kursi dan meja khas Italia tetapi tubuhku membeku ketika melihat Sasuke bersama wanita yang menjadi mimpi burukku. Mereka duduk di bar restoran, minum martini dan berbincang.
Jantungku berdenyut sakit. Air mata terancam tumpah dari mataku. Haruskah aku kembali merasakan neraka cinta.
'Oh Tuhan, Apa yang harus aku lakukan? '
Ketika Sasuke hendak menoleh ke arahku, secara refleks aku bersembunyi.
'Sikap bodoh apa ini, mengapa aku bersembunyi. Ini bodoh, bodoh, bodoh. '
Okey, langkah pertama adalah pergi dari sini.
Berpikir positif.
Atau ke club. Benar, hari sudah berlalu begitu cepat ketika aku berbelanja dan menggila. Tanpa ku sadari hari sudah gelap. Tidak ada salahnya aku pergi ke sana dan meliukkan pantatku di lantai dansa.
Hari ini tidak mungkin ada hal yang lebih buruk yang terjadi kan? Aku meraih telepon.
"Aku menuggumu di club, Ino."
"..."
"Apa kau sedang... Baik lanjutkan. Itu lebih baik dari pada kau memakai dildo. Hehehe. "
"..."
"Tidak, jangan khawatir. Aku baik-baik saja. Mungkin hari ini aku akan berburu pria panas lain. "
"..."
"Aku terdengar putus asa? Jangan bercanda. Lihatlah bokongku. Mereka tidak akan membiarkan aku putus asa. Dalam waktu tiga menit aku yakin bisa mendapatkan pria panas lain. Kali ini aku ingin yang pirang. "
Aku melangkah menuju club di lantai bawah. Suara riuh, hentakan musik dan DJ yang beraksi menyambut. Ingin sekali aku menuju skyfloor tapi terlalu panjang antriannya.
"Berikan aku martini, Tampan. " uangku melambai, awalnya bartender ingin mengabaikanku dan memilih melayani pelanggan lain. Namun ketika ia melihatku--ia langsung tersenyum. Ada lesung pipit di pipinya--terlihat manis.
"Untuk wanita secantik dirimu, Nona. "
"Kau sangat manis. " Aku menggoda sambil mengedipkan bulu mataku."Apa kursi di sini kosong. "
Wow, pirang. Timing yang pas untuk wanita patah hati.
"Kurasa tidak ada nama tertulis di kursi itu. "
"Kau di sini untuk bersenang-senang? "
"Aku sedang mencarinya, sayangnya kata senang seperti menjauh dariku. "
"Aku pandai membuat gadis mendapatkan kata senang. "
Aku meliriknya, dia memang tampan. Ototnya juga menonjol dari balik kaos kasualnya.
"Aku tidak meragukannya. "
"Jadi, bisakah aku mendapatkan kehormatan untuk membantumu mendapatkan kata 'bersenang-senang'! "
Pria dan kebutuhannya biologisnya. Mengapa kurang dari satu menit dia mengajakku berhubungan.
"Hei, aku berniat mengajakmu ke lantai dansa. Jangan menatapku seolah aku ingin mengajakmu tidur, Cantik. "
"Maafkan aku. Baiklah. Semoga kau berhasil membawa kata 'senang ' itu padaku. "
Kami membelah lautan orang yang bergerak. Kami mengikuti langkah mereka. Pria pirang ini cukup mahir bergerak. Dia semakin lama semakin panas.
"Aku Naruto. "
"Hai Naruto. Panggil saja aku Cantik. "
"Wow, wanita yang misterius, aku menyukainya. "
"Aku senang mendengarnya. "
Kami terus menari. Aku menggesekan punggungku ke dadanya. Tertawa ketika ia mengatakan lelucon dan ternyata Naruto memang ahli membuat wanita senang.
Ini cukup untuk melupakan seseorang yang juga tampan tetapi bersurai gelap dan wanita bernama Saara. Haruskah aku terjepit diantara romansa cinta pertama yang kembali. Lalu aku pihak ketiga yang harus dibuang.
Hanya saja, tak lama kemudian tubuhku merinding. Sepertinya Hades sedang mendekat ke arahku.
Tbc
Fik aq bukan tentang cow balikan mantan ya. Fik ini bukan kisah pasaran kyk gitu. Semoga kalian baca sampai selesai biar tau lengkapnya.
Bye muuuuch
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fake Husband (Sasusaku Version)
FanfictionDemi mendukung perusahaan Sasori, Sakura terpaksa menikah dengan pilihan kekasihnya. Sedangkan Sasori yang merupakan Kekasihnya menikah dengan wanita kaya yaitu Yugao. Semua berbalik tanpa diduga, suami bayaran yang bernama Sasuke berubah menjadi pr...