1. Masa SMA
Aku memang ahlinya dalam hal pindah-pindah sekolah. Apalagi SMA yang mencapai empat kali pindah sekolah. Dan kalian tau, semua terjadi karena ulahku. Menjadi seorang anak yang baik sangatlah tidak menyenangkan, pikirku kala itu. Sehari tak membuat masalah rasanya bukan aku. Orang bilang aku ini "Jeger" dalam bahasa sunda, kalau dalam bahasa Indonesia artinya itu semacam preman.
Bullying bukanlah hal aneh bagiku, aku melakukan semua itu dengan rasa sadar 100% dan sekarang menyesal karena telah melakukannya. Aku bukan tipikal cewe yang romantis, jauh dari kata itu bahkan. Aku tidak menyukai cokelat dan es krim seperti kebanyakan cewe lainnya. Bagiku makan es krim dan cokelat hanya membuatku mual, terlebih juga membuang-buang waktu karena harus diemut memakannya.
Di masa SMA juga aku menemukan jati diriku, kalau aku harus menyukai apapun yang terjadi kepada diriku sebab orang lain tak akan ada yang mengerti sedetail diriku sendiri. Di masa ini pulalah aku banyak dipertemukan dengan masalah yang selalu membuatku patah semangat.
Kelas 11 aku sempat berniat untuk mengakhiri hidupku dan itu berkelanjutan sampai sekarang. Aku gatau apa yang terjadi pada diriku, tapi aku merasa enjoy berada diposisi seperti itu.
Jumat, gatau tanggal berapa lupa. Yang jelas sesudah pulang jumatan anak laki-laki disekolah, aku pun merencanakan untuk pergi bersama teman-temanku ke kebun teh di Kertasari, di kilometer Citarum tepatnya. Semula semuanya berjalan lancar, sampai suatu ketika datang dua orang laki-laki yang mengaku kalau mereka adalah penolong kita dari masa. Katanya disebrang jalan raya lagi ributan masa, memang sih pada saat itu lagi ramai orang di jalan. Kita pun bergegas pergi karena takut keburu masanya nambah banyak, aku, Laras, Sekar, Gilang, Iwan, dan Monde bergegas menuju motor. Sayangnya motorku disimpan jauh dari mereka sehingga di ambillah sama dua orang tadi yang ternyata mereka adalah begal sehingga kesisa aku dan Gilang lah yang tertinggal sedangkan temanku yang lain sudah lebih dulu pergi dan tak melihat aku mungkin saking paniknya.
Gatau kenapa aku disuruh mereka nurut-nurut aja, katanya buka tas kalian lalu keluarkan semua uang kalian. Tanpa pikir panjang aku ikuti mau mereka terlebih di leher aku sudah tertempel golok yang super menyeramkan untuk aku ingat. Aku masih ingat, ditasku hanya ada uang 60.000 dan di sakuku 1.500 bekas kembalian beli gehu diwarung teh Ida. Mereka pun mengambil uang itu dan menyuruh kita naik motor bonceng tiga, semacam terong dicabeinlah ya. Gatau kenapa lagi-lagi aku nurutin maunya laki-laki itu, sampai-sampai pas aku ingat, aku udah ada di Pangalengan. Dan itu jauh sekali dari tempat aku tadi bermain. Aku mencoba mencari orang untuk meminta pertolongan apalagi melihat kondisi si Gilang yang udah kepayahan. Btw, Gilang ini teman aku ya kawan-kawan. Akhirnya aku dipertemukan dengan dua orang pasutri, mereka membawa aku ke rumahnya dan untung saja aku hafal betul nomor rumahku sehingga aku menelpon orang rumah. Waktu menunjukkan pukul dua malam dan aku pun sampai di rumah. Sungguh, itu adalah pengalaman terburuk di hidup aku.
Semasa SMA aku dikenal sebagai anak yang pembangkang terhadap guru, sampai ada seorang guru, Bu Nenden namanya, dia mendoakan aku agar suatu saat aku menjadi seorang guru. Dan benar saja doanya terkabul, aku menjadi seorang guru sekarang. Nanti akan aku ceritakan di judul berikutnya.
Tak lepas dari masa percintaan, masa SMA ku masih tentang Haris yang menjadi impianku dan Adi sebagai kekasihku. Hubungan aku dan adi memang selalu baik-baik saja. Entah bagaimana caranya, tapi Adi selalu meyakinkan aku untuk selalu mempercayainya. Dan alasan itulah yang membuat aku benar-benar tidak bisa berpaling darinya. Aku dan Adi mengalami LDR selama bertahun-tahun lamanya. Aku pikir Adi cukup setia untuk aku pertahankan.
Setiap jam istirahat, aku selalu berkumpul dengan anak laki-laki, apalagi saat itu aku sudah pindah sekolah dan Haris juga sudah hilang dari hidup aku. Beno,Iwan, Iyan, Aji dan Fajar menjadi temanku saat itu. Kita sering menghabiskan waktu bersama-sama tanpa terkecuali. Ikut clubbing dan lain semacamnya. Menjahili orang adalah suatu keharusan bagi kita, pernah suatu ketika aku dan teman-teman menyimpan kamera di dalam kelas hanya demi melihat teman-teman cewe ku mengganti bajunya selepas pelajaran olahraga. Dan sebab itu pulalah aku diskorsing selama beberapa hari untuk tidak mengikuti jam pelajaran di sekolah.
Masa SMA menjadi masa paling berkesan di kehidupanku, terlebih aku selalu dikelilingi dengan orang-orang yang aku sayangi. Meskipun dari masa ini jugalah aku menjadi anak yang terbilang nakal. Bagiku, foya-foya adalah suatu keharusan saat itu, dengan foya-foya aku bisa membuktikan betapa orang tua ku berjaya. Ya, pikiranku saat itu memang terlalu pendek, menganggap semuanya enteng dan merasa menjadi seorang paling beruntung. Bak tuan putri yang tinggal di singgasana kerajaan dengan mahkota dikepalanya.
2016, aku lulus dari SMA dan berencana untuk tidak melakukan apapun setelahnya. Sampai akhirnya aku disuruh melanjutkan pendidikanku ke jenjang universitas. Jujur saja aku merasa ragu dengan hal itu, aku pikir dengan aku tak kemana-mana itu akan lebih baik, sebab aku menyadari bagaimana mentalku ini yang mudah terpengaruh dengan hasutan keburukan.
Saat SMA, aku selalu membuat puisi untuk aku banggakan sendiri, dan tak sengaja saat membuka catatan-catatan masa SMA, aku menemukan satu dari sekian puisi yang ku buat dengan judul "Puisi Kemalasanku". Entah apa pendorong dari semua itu, tapi yang jelas aku selalu membuat puisi tak masuk akal secara sehat walafiat.
SMA Yang Penuh Rasa Ngantuk dan Awal Aku Menjadi Manusia
Aku dibesarkan di sini, minum asi, makan bubur rasa pisang dan sudah menobatkan diri untuk membenci cokelat dan es krim. Kemudian terpikir ingin mempunyai sekolah yang ada eskalatornya juga lift sebagai pintu darurat. Dan berpikir ingin mempunyai jalan pribadi khusus menuju rumah jodohku, lalu berkata "Tolong cepat buka, aku mau masuk".
Aku hanyalah anak SMA dengan tata bahasa yang buruk, tapi sangat senang mencintaimu. Aku manusia juga, suka tidur kalau ngantuk meskipun cara nafasku seperti paus, menggunakan paru-paru. Tidak seperti ikan cupang milik si Beno yang menggunakan insang. Mengingatmu berulang-ulang lebih aku sukai dibanding nonton ftv. Saat di kelas aku selalu ingin membuat jelmaan diriku, agar yang satu belajar yang satunya lagi sibuk mencintai dirimu.
YOU ARE READING
Mei Septa
Non-Fictionmenceritakan tentang perjalanan hidup seorang wanita yang berusaha berdamai dengan dirinya sendiri, menganggap yang terjadi adalah hal normal meski terbanting-banting