1. Menjadi Mahasiswa
Menjadi mahasiswa adalah hal paling membosankan bagiku, dipaksa setiap pertemuan harus mengenakan baju yang berbeda dan teman yang kebanyakan tak sejalan denganku. Sebelum masuk ke kampusku yang sekarang, awalnya aku mau kuliah di universitas keperawatan, Unjani tepatnya. Tetapi, seminggu sebelum pendaftaran ayah jatuh sakit. Dan itu adalah kali pertamanya aku melihat ayah sakit parah dengan selang yang cukup banyak tertancap di tubuh ayah. Ayahku mengalami sakit jantung. Aku tak tau apa penyebabnya, cuman kata dokter ayah terlalu kecapean dan sering kena angina malam. Selama di rumah sakit, mama melihatku dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Maafin mama"
"Maaf kenapa, Ma"?
"Kamu taukan biaya ayah sangatlah mahal, semua uang untuk memasukanmu ke universitas yang kamu mau habis dipakai untuk bayar ke rumah sakit"
Ya, ayah memasuki ruang ICU lalu setelah keluar dari ICU ayah tak langsung dibawa pulang ke rumah, kata dokter keadaan ayah sangat-sangat payah, apalagi ayah juga terserang DBD saat itu, jadi ayah betul-betul butuh penanganan khusus ditambah ruangan di rumah sakit tempat ayah di rawat untuk kelas biasa penuh, ayah pun dirujuk ke VIP dan hal itu pulalah yang menjadikan uang simpanan untuk biaya aku kuliah benar-benar habis. Kecewa memang, tapi pikir ku ayah jauh lebih membutuhkan, dalam hidup ayah itu cuman satu dan aku gamau kehilangannya.
Memasuki masa-masa swaster atau kebanyakan orang menyebutnya ospek, aku bertemu dengan Dara dan Zeel. Awal pertemuan kita, aku langsung tertarik kepada mereka. Pikirku mereka sejalan dengan watak dan sifatku. Tak butuh lama, kita pun langsung cocok untuk menjalin sebuah pertemanan yang berujung persahabatan. Selama ospek, kita bertiga hanya membuat masalah, dimulai dari membakar tenda milik maba yang ada di pinggir tenda kita dan menyembunyikan handphone-handphone yang masuk kategori handphonenya para sultan, juga selalu tidur setiap ada materi ataupun kegiatan.
Di hari terakhir swaster, aku dipertemukan dengan Faisal, Zio, dan Angga. Bagiku, mereka laki-laki yang cukup memasuki kriteria lelaki ganteng. Seperti biasa, aku selalu dengan mudah untuk berbaur dengan siapapun. Akhirnya kita pun selama swaster selalu berenam, ya sekedar untuk tawa ria, becanda dan menertawakan nenek-nenek yang kedapatan lagi mandi di sungai waktu itu, oh iya kampusku mengadakan swaster bertemakan alam, jadi tempatnya kek di perkebunan teh gitu.
Malam harinya, kita sudah merencanakan akan membuat kesal semua penghuni yang ada ditempat swaster itu. Dengan sengaja, kita bangun tengah malam dan mulai membuat keributan dengan mengadakan show dadakan, membawakan lagu yang bergenre dangdut sampai rock. Tak berapa lama dari kejadian itu, semua dosen yang ikut serta ke acara swaster pun menghukum kami. Paginya sebelum pulang, kita harus membereskan semua lapangan yang dipakai swaster juga membereskan semua tenda anak-anak maba dan membawa tas-tas mereka yang berat menuju bis.
Selama di perjalanan pulang, kita tak henti untuk terus membuat bising. Melanjutkan show semalam yang sempat terjeda dan bernyanyi bersama dalam bis.
Yang hitam
Pacarku yang pertama
Dia cantik dan kaya
Sangat manja padaku
Yang putih
Pacarku yang kedua
Juga cantik dan kaya
Cinta mati padaku
Aku tak tau yang mana mesti kupilih
Dua duanya sama cantik dan kaya
YOU ARE READING
Mei Septa
Non-Fictionmenceritakan tentang perjalanan hidup seorang wanita yang berusaha berdamai dengan dirinya sendiri, menganggap yang terjadi adalah hal normal meski terbanting-banting