"KAK DOY!"
"Raina jangan teriak-teriak."
"Maaf, Pah-- eh?"
Raina langsung berlari kearah dapur, memeluk papahnya kemudian dengan erat.
"Papah sama Mamah kok gak bilang kalo mau pulang?!"
"Kejutan~!"
"Gimana keadaan kamu? Doyoung bilang kamu kemarin masuk rumah sakit dan obat kamu juga jarang diminum." oceh sang ibu.
Raina melepas pelukannya pada sang ayah, duduk dikursi makan tepat samping sang ayah dengan mengerucutkan bibirnya.
"Males, bosen."
"Gak boleh gitu sayang, diminum yang rajin obatnya biar kamu sembuh. Papah janji deh, kalo kamu sembuh nanti kita ke Sydney." bujuk sang ayah.
"Bener ya pah?"
Sang Ayah mengangguk, tangannya terangkat mengusap lembut surai anak bungsunya yang sepertinya senang sekali dengan bujukan sang ayah.
"Yaudah aku mau ke kamar kak Doy dulu, ada urusan hehehe." Raina langsung berlari menghampiri Doyoung yang ada dikamarnya.
Kedua orang tua Raina hanya menggeleng melihat kelakuan sang putri. Sedangkan Raina sudah berdiri diambang pintu kamar yang terdengar hening, sepertinya yang punya kamar sedang tidur, dengan tersenyum jahil tangannya memegang knpo pintu dan--
Brak
Raina membuka pintu kamar Doyoung dengan sangat tidak layak hingga membuat sang empu kamar terlonjak kaget dan menatap horor sang adik yang berani-beraninya menganggu waktu tidurnya. Sedangkan gadis yang menjadi tersangka hanya berjalan santai menghampiri sang kakak yang seperti ingin menelan gadis itu hidup-hidup.
"Kak--"
"Kenapa?!" potong Doyoung ketus.
"Bantuin aku dong, lusa aku tampil nih di festival sekolah. Jadi kakak bantuin aku latihan."
"Gak,"
"Please, nanti aku traktir Kakak deh!" bujuknya.
Doyoung memegang dagunya seperti sedangkan berpikir keras dengan tawaran sang adik.
"Gimana?"
"Oke, traktir kakak sepuasnya." final Doyoung.
Raina menghela napas, mau tidak mau iya mengangguk setuju.
"Makaksih kakakku sayang!" Raina mencium Doyoung lalu pergi keluar kamar laki-laki itu.
Urusan membujuk Doyoung selesai, sekarang dia harus membujuk Haechan agar mau berduet dengannya, ya walaupun pria itu tidak mau dan masih ada Renjun tapi menurutnya suara Haechan lebih seimbang dengan suaranya dibanding suara Renjun. Raina meraih ponselnya, mencari kontak Haechan kemudian menghubungi laki-laki itu.
"Halo,"
Raina diam membeku, suara ini--
"Halo,"
"Ah, h-ha-lo? A-ada hae-chan?" tanya Raina gugup.
"Chan, ada telepon."
"Bentar-bentar tanggung-- Shit Jisung! Jangan serang gue tolol!"
"Chan."
"Sabar Jaem,"
"Raina nelepon lo."
"Eh? Halo, kenapa Rain?"
"Eum... bisa ketemu?"
"Bisa, dimana?"
"Di cafe xxx, sekarang ya. Gue tunggu."
"Lo kesana sama siapa?"
"Sendiri, kenapa?"
"Gue jemput, kirim alamat rumah lo."
tut
Haechan memutuskan sambungan sepihak membuat Raina menatap layar ponselnya dengan bingung.
Sedangkan dikediaman rumah Renjun semua menatap Haechan penuh selidik, kecuali Jaemin. Ya kalian tau sendirilah laki-laki satu itu. Walaupun sebenarnya sama penasarannya dengan yang lain tapi dia berusah tidak perduli dan tetap fokus membaca bukunya.
"Tatapan lo semua gak usah gitu sih! Raina cuma ngajak ketemu karena ada yang mau diomongin, maybe." kemudian Haechan menyambar kunci motor dan memakai jaketnya.
"Cabut dulu, si cantik udah ngirim alamatnya. Mau gue jemput, biar aman soalnya dia pergi sendiri." ujarnya seraya melirik Jaemin yang sepertinya sangat acuh.
Renjun yang mengerti arah bicara Haechan langsung menoleh pada Jaemin lalu mengangguk, sepertinya memang temannya yang satu itu tidak punya perasaan.
Sesampainya didepan rumah mewah Raina Haechan duduk diatas motornya sambil memperhatikan pagar rumah gadis itu, bahkan saat pertama sampai laki-laki itu takjub dengan rumah yang sepertinya dua kali lebih besar dari rumah tuan muda Renjun yang selalu menyombongkan diri dengan hartanya.
"Haechan? Nunggu lama? Maaf ya,"
"Oh nggak, baru sampai juga."
Raina mengangguk kemudian menaiki motor Haechan lalu laki-laki itu langsung melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Tidak ada percakapan dari keduanya karena memang mereka tidak terlalu dekat, ditambah Haechan sempat membencinya karena merasa ilfil dengan gadis yang setiap hari mencari perhatian dari temannya.
Beberapa menit menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai dicafe yang menjadi tujuan mereka, lagipula cafenya tidak terlalu jauh dari komplek perumahan Raina. Mereka berdua duduk dibangku dekat jendela, tempat favorit Raina. Kemudian gadis itu tersenyum lebar saat wanita paruh bayah menghampiri keduanya.
"Mau pesen apa, Rain?" tanya wanita itu.
"Kayak biasa aja, Bunda." jawab Raina sopan.
Wanita itu tersenyum kemudian beralih pada Haechan, "kamu pesan apa, nak?"
"Samain kayak Raina aja." jawab Haechan.
Wanita itu mengangguk lalu meninggalkan keduanya yang kembali terdiam.
"Eum... Lo kenal sama pelayan tadi?" tanya Haechan memecahkan keheningan.
Raina mengangguk cepat, "dia itu Bundanya Midam, anak 3-1. Kenalkan?"
Haechan hanya mengangguk.
"Ah iya gue kesini mau ngomongin soal festival--"
"Lo mau gue duet sama lo?" potong Haechan.
"Gi-gimana bisa tau?"
Haechan terkekeh, "pak Daniel tadi manggil gue setelah bel makan siang."
"Jadi gimana? Kalo gak mau gapapa,"
Haechan diam tampak berpikir kemudian mengangguk setuju yang membuat gadis didepannya memekik senang.
"Tapi cari lagu yang lirik bagian gue sedikit. Gue gak mau buang-buang suara emas gue." kata Haechan menyombongkan diri.
Raina merotasikan bola matanya malas, "lo pikir gue mau? Nggak lah! Karena kasian aja sama kelas kita." rengut Raina sebal.
Haechan lagi-lagi terkekeh seraya mengacak gemas surai milik Raina.
::::
Jadi kalian team mana hayo??
• Jaemin-Raina?
•Jeno-Raina?
atau
•Haechan-Raina?
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] She is Rain✔
Fanfiction[REVISION] -ft na jaemin© #Book1 Kisah Na Jaemin si kutu buku dingin yang selalu menjadi laki-laki pujaan seorang gadis ceria yang sangat menyukai hujan, namun dibalik senyum cerianya ternyata tersirat kesedihan yang mendalam. Mampukah gadis ini men...