Part 2

4.4K 237 18
                                    

____________

"Cara lain apa, Om?"

"Jangan panggil Om, aku berasa sudah tua kalau kamu memanggilku dengan sebutan Om. Kenalkan namaku Arkan Billal Athaillah, usiaku 28 tahun," ucapnya memperkenalkan diri.

"Alisa," balas Alisa. "Sekarang katakan, cara lain apa yang bisa aku lakukan, untuk mengganti semua kerugian, Om!"

"Menikah denganku!"

Alisa tertawa.  "Om, gila!"

Pria itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Bunda memaksaku untuk cepat-cepat menikah. Kalau tidak, aku akan dijodohkan dengan wanita yang dandanannya mirip ondel-ondel." ucapnya frustrasi.

"Terus apa urusannya sama aku, Om? Maaf, aku harus pergi. Terima kasih sudah menolongku!" ucap Alisa seraya berlalu dari hadapan pria itu.

Tanpa sepengetahuan Alisa, diam-diam pria itu menguntitnya dari belakang. Dia merasa heran saat melihat Alisa berjalan menuju tangga rumah sakit. Namun tak lama kemudian ia kebingungan, saat Alisa sudah tidak ada lagi di depan matanya.

"Kemana gadis itu?" Arkan celingak-celinguk mencari keberadaan Alisa,  padahal Arkan merasa kalau jaraknya dengan gadis itu tidaklah jauh.

"Ehem, cari siapa ya?" tanya seorang gadis yang berada di belakangnya.

"Aku sedang mencari seorang gadis cantik, dia memakai gamis sederhana dan jilbab berwarna merah marun, kulitnya khas wanita Asia, kuning langsat," ucap pria itu seraya menoleh dan terkejut mendapati gadis yang ia cari berada di belakangnya.

"Kenapa Om mengikutiku? Sepertinya Om memiliki rencana jahat kepadaku, Pak Satpam ... Pak Satpam ... mmmmph." Pria itu membekap mulut Alisa.

"Diam atau kamu benar-benar akan aku culik!" Ancamnya.

Alisa tidak tinggal diam, dia menginjak kaki pria itu, lalu berlari memasuki rumah sakit.
Sesampainya di depan ruang inap sang ibu, ia memperlambat langkah kakinya. Raut sedih kembali menghiasi wajahnya.

Alisa menggigit bibir bagian bawah, ia ragu antara masuk atau tetap berada di luar. Namun, otaknya langsung bekerja memerintahkan tangannya untuk segera mendorong knop pintu. Terlihat, ibu yang selama ini begitu ia sayangi, tengah berbaring lemah di ranjang rumah sakit.

Alisa mendekati ibunya, kini tak ada yang bisa ia harapkan selain keajaiban dari sang Kuasa. Tetesan air mata mulai membasahi kedua pipinya, teringat dengan masa lalu ibunya yang banyak menelan luka dan kecewa. Mendapat pengkhianatan dari seorang yang dicinta itu begitu menyakitkan.

Semenjak ayahnya pergi dengan wanita lain, ibunya sering mengurung diri di kamar. Sesekali isak tangis ibunya terdengar, membuat ia merasakan betapa sakitnya sebuah pengkhianatan. Alisa pernah berjanji akan membuat ibunya bahagia dan membuat sang ayah menyesal telah meninggalkan ibunya, hanya demi seorang wanita yang tidak berperasaan.

Sayangnya, nasib baik tidak berpihak pada mereka. Usaha rumah makan ibunya harus bangkrut, karena ibunya yang sakit-sakitan. Alisa juga tidak bisa melanjutkan kuliah. Keadaan ekonomi membuat mereka harus bersabar dan tetap pasrah pada keadaan.

"Aku telah gagal menjadi anak yang berbakti dan berguna untukmu, Bu!" Alisa membawa tangan ibunya ke bibirnya, di ciumnya lama tangan sang ibu dengan perasaan yang sedih dan bingung. Ia ingin memberikan yang terbaik untuk ibunya. Namun, ia juga tidak bisa berbuat apa-apa.

Tiba-tiba seorang perawat masuk dan mengatakan akan segera melakukan operasi pengangkatan rahim besok pagi. Mendengar apa yang diucapkan perawat, Alisa bingung, pasalnya ia belum melunasi uang administrasi rumah sakit.

"Saya belum ada uang!" ucap Alisa murung.

"Sudah ada yang melunasinya, Mbak. Jadi biarkan malam ini ibunya istirahat, biar besok operasinya lancar."

"Kalau boleh tahu, siapa yang telah melunasi biaya operasi ibu saya?" tanya Alisa penasaran.

"Katanya dia menunggu mbak, di taman rumah sakit. Saya permisi!" ucap perawat seraya ke luar dari kamar inap.

_________

Dengan langkah ragu, Alisa menemui seseorang di taman rumah sakit. Namun, ia segera berbalik kembali setelah mengetahui orang yang menolong ibunya adalah orang yang sama dengan yang telah menolong dirinya dari para preman di jalan.

"Tunggu!"

Langkah Alisa terhenti, ia mengusap air mata di kedua pipinya.

"Terima kasih sudah menolongku, dan juga sudah menanggung semua biaya operasi ibuku. Insyaallah nanti akan aku cicil untuk menggantinya," ucap Aisya.

"Tidak! Kamu tidak harus menggantinya. Aku ikhlas, tetapi aku juga membutuhkan bantuanmu. Setidaknya kamu mau, untuk berpura-pura menjadi kekasihku di depan bunda!"

"Ide Om sangat tidak masuk di akal!" Alisa membalikkan kembali tubuhnya. Namun, tubuhnya menegang saat pria itu mencekal tangannya.

"Aku tidak tahu, pertemuan kita hari ini karena takdir atau memang kebetulan. Namun, aku merasa kamu seorang wanita yang baik. Maaf bila tadi pagi, aku berbicara kasar padamu.  Jujur pikiranku sedang kacau, karena bunda hanya memberiku waktu hari ini. Bila besok aku tidak membawa calon istriku ke rumah, ia akan menjodohkanku dengan wanita yang tidak pernah aku sukai. Aku akan berikan apa saja asal kau mau menikah denganku!"

"Mengapa harus aku? Di luar sana masih banyak wanita yang lebih baik dariku. Satu lagi aku tidak pernah menganggap pernikahan itu sebagai lelucon. Bagiku pernikahan itu suci, dan aku akan menikah dengan seseorang yang aku cintai juga yang mencintaiku."

"Aku mohon padamu, aku janji tidak akan membuatmu kecewa."

Alisa menarik napas panjang, lalu membuangnya dengan kasar. Bila ia tidak menerimanya maka dia akan merasa bersalah karena pria itu telah banyak menolong dirinya. Namun, bila ia menerima, itu akan menjadi hal yang menyesakkan di dadanya. Karena menikah dengan seseorang yang tidak ia cintai bukanlah keinginannya.

"Aku ....

Bersambung ....

Hayo kira-kira terima jangan?😄😍

Cinta Seorang Mualaf (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang