Part 5

4K 212 10
                                    

"Arkan, siapa gadis itu? Mengapa kau mengajak dia ke rumah ini?"

_________

"Dia gadis yang Arkan ceritakan pada Bunda, tiga hari yang lalu."

Alisa mendekati Bunda Elisa. Berniat untuk mencium takzim tangannya. Namun, tangan Alisa langsung dihempaskannya dengan kasar.

"Bunda!" bentak Arkan.

Alisa tidak menyerah, ia menyalami papanya Arkan. Namun, yang ia terima lagi-lagi sama dengan apa yang dilakukan Bunda Elisa.

"Arkan, bukankah bunda sudah bilang, cari calon istri yang seagama dengan kita! Kamu tahu konsekuensi apa yang akan kamu dapatkan kalau membantah perintah bunda?"

"Arkan tahu Bunda! Maka dari itu, sekarang Arkan sudah menjadi mualaf."

"Apa yang kamu katakan, Arkan?" tanya papanya.

"Arkan sudah menjadi mualaf, Pa!"

Plak ....

Satu tamparan keras mendarat di pipi Arkan, sakit dan kecewa itulah yang kini ia rasakan. Arkan menoleh ke arah Alisa, gadis itu seperti menahan tangis yang siap bercucuran dari kedua sudut matanya.

"Pergi dari sini! Jangan pernah ganggu Arkan lagi," ucap bunda Elisa seraya menunjuk ke arah pintu keluar.

Alisa berniat pergi dari rumah Arkan, tapi dengan sigap Arkan menahan pergelangan tangannya. "Kamu ke sini bersamaku, pulang juga harus bersamaku! Aku akan menyelesaikan urusanku terlebih dahulu," ucap Arkan.

"Karena gadis ini, kamu jadi membantah bunda, Arkan!"

"Arkan hanya mempertahankan apa yang menurut Arkan baik," balas Arkan. "Bila perlu Arkan akan meninggalkan rumah ini, kalau Bunda tidak mengizinkan Arkan menikahinya."

"Jadi, kamu lebih memilih gadis ini dibandingkan bundamu sendiri, Arkan!"

"Maaf, Bunda. Bukan maksud Arkan memilih salah satu di antara kalian! Dari kecil hingga sekarang, Arkan selalu mengikuti apa kata Bunda! Jadi, Arkan mohon untuk yang satu ini biarkan Arkan yang menentukan."

"Kam-"

"Permisi!" Arkan langsung berlalu dari hadapan bunda dan papanya, diikuti dengan Alisa menguntit di belakangnya.

__________

Arkan tidak langsung mengantarkan Alisa pulang, ia meminta gadis itu untuk menemaninya duduk di tepi danau, tempat yang sering ia kunjungi saat hatinya sedang merasa gundah.

Alisa mematung menatap pemandangan yang sangat indah di depan matanya. Tersenyum seraya memandang ke tengah danau. Merasakan kesejukkan yang menelusuk ke dalam sanubarinya.

"Lisa, maaf, atas semua ucapan bunda dan papa! Aku tidak pernah menyangka sebelumnya kalau mereka akan seperti itu kepadamu!"

"Aku tidak apa-apa! Lebih baik kamu pikirkan lagi ucapan bundamu untuk menikahiku. Derajat kita berbeda, Arkan. Kamu kaya sedangkan aku miskin, keluargamu jelas sedangkan aku tidak jelas."

"Maksudmu?"

"Aku tidak tahu di mana keberadaan ayah, dia pergi mengkhianatiku dan juga ibu! Kehidupanku pahit, tidak sepertimu yang selalu hidup dalam keberuntungan dan harta yang berkecukupan.

Arkan menarik napas panjang. "Kamu ingat siapa namaku?"

Alisa mengangguk. "Arkan Billah Attailah."

"Apakah kamu tidak merasa aneh dengan namaku? Seperti nama seorang yang beragama Islam."

Alisa mengangguk kembali. "Awalnya iya, tapi tidak dengan sekarang. Setelah kamu masuk Islam!"

"Papaku beragama Islam, dia bernama Yusuf Attaillah."

Cinta Seorang Mualaf (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang